Jumat, Maret 29, 2024

Terorisme sebagai Perlawanan Etnis Kurdi terhadap Diskriminasi

Fauzan Dewanda
Fauzan Dewanda
Mahasiswa Kriminologi UI 2019

Timur Tengah merupakan kawasan yang seringkali dilanda konflik bersenjata. Konflik yang di kawasan Timur Tengah seringkali tidak terlepas dari masalah agama. Misalnya kemunculan organisasi teroris seperti ISIS di Iraq dan Syiria yang berusaha menyebarkan paham Khilafah telah menjadi ancaman dunia internasional.

Akan tetapi, seringkali konflik berdasarkan separatisme etnis luput dari bahasan media. Kemunculan gerakan separatisme dari etnis-etnis minoritas di kawasan Timur Tengah tidak terlepas dari masalah diskriminasi yang dilakukan oleh negara. Seringkali negara-negara di Timur Tengah melakukan homogenisasi budaya secara paksa terhadap etnis minoritas bahkan melibatkan militer. Hal ini kemudian menimbulkan perlawanan bersenjata dari etnis minoritas yang telah mendapatkan perlakuan diskriminasi dari negara. Salah satu perlawanan yang dilakukan oleh etnis minoritas terhadap negara-negara di Timur Tengah misalnya dilakukan oleh etnis Kurdi.

Etnis Kurdi merupakan suku minoritas yang mendiami beberapa negara di Timur Tengah, seperti Irak, Iran, Turki, dan sebagian wilayah Suriah. Sebagai etnis minoritas, Kurdi memiliki sejarah yang kelam terkait praktik diskriminasi dari negara-negara di kawasan Timur Tengah misalnya Turki.

Dalam sejarahnya, etnis Kurdi merupakan kelompok yang seringkali mendapatkan diskriminasi dari pemerintah Turki. Diskriminasi yang dialami etnis Kurdi di Turki dimulai ketika berdirinya Republik Turki pada tahun 1923. Pada saat itu, pemerintahan Kemal Ataturk salah satunya adalah menciptakan bangsa dan negara bangsa yang homogen secara etnik, bahasa dan budaya melalui ideologi Kemalism.

Pemerintah Turki melarang penggunaan bahasa dan simbol yang mewakili etnis Kurdi. Sejak pemerintahan Kemal Ataturk, Turki juga melarang orang tua memberikan nama Kurdi ke bayi mereka dan tidak memberikan hak atas akses pendidikan serta penggunaan bahasa Kurdi. Pelarangan Hal ini mengakibatkan etnis Kurdi di negara Turki menghadapi sejak lama menghadapi masalah seperti kemiskinan dan rendahnya kemampuan literasi.

Selain pelarangan dalam mengekspresikan budaya, pemerintah Turki juga pernah melakukan kekerasan yang melibatkan militer sehingga menewaskan warga sipil etnis Kurdi. Misalnya, pada tahun 1930, terjadi insiden Pembantaian Zilan yang menewaskan sekitar 15.000 orang Kurdi. Insiden itu dilakukan oleh militer Turki di lembah Zilan, Provinsi Turki Timur.

Praktik kekerasan oleh militer Turki kemudian berlanjut hingga dua dekade kebelakang. Misalnya yang terbaru pada tanggal 20 November 2022, militer Turki melancarkan “Claw Sword Operation” di daerah Iraq bagian utara yang berakibat pada tewasnya 184 orang Kurdi termasuk warga sipil. Operasi militer yang dilancarkan Turki merupakan serangan balasan atas aksi pengeboman yang dilakukan oleh organisasi PKK yang menewaskan enam orang dan melukai lebih dari 80 orang lainnya.

Berbagai bentuk diskriminasi hingga kekerasan yang dilakukan pemerintah Turki kemudian mendorong orang Kurdi membentuk gerakan perlawanan yaitu Partiya Karkerên Kurdistan (Partai Pekerja Kurdistan) atau biasa disingkat PKK. PKK dibentuk pada tahun 1978  oleh Abdullah Ocalan.

Pada awal pembentukannya, tujuan PKK adalah untuk melakukan revolusi komunis di Turki. Namun, Abdullah Ocalan mulai mengubah gerakan PKK menuju pembebasan Kurdi untuk membangun negara merdeka yang disebut “The Great Kurdistan”. Pada tahun 1984, PKK meningkatkan intensitas serangan terhadap pemerintah Turki. Mereka seringkali menyerang aparat keamanan Turki dan pasukan paramiliter yang ditugaskan untuk mengatasi ancaman PKK. PKK juga menyerang kantor diplomatik Turki dan perusahaan komersial di beberapa negara Eropa pada tahun 1993 dan 1995.

Di dalamnya berbagai serangan, PKK menggunakan metode penembakan, bom bunuh diri dan menculik turis asing turis. Misalnya, pada tanggal 11 Mei 2013 lalu, PKK bertanggung jawab dalam insiden ledakan dua bom mobil yang mengakibatkan 52 orang tewas di kota Reyhanli, Provinsi Hatay, Turki. Ancaman keamanan yang dilakukan oleh organisasi ini membuat pemerintah Turki menetapkan PKK sebagai organisasi teroris.

Akar Terorisme Organisasi PKK

Perlawanan oleh organisasi PKK terhadap pemerintah Turki berupa serangan teror merupakan respon atas deprivasi sosial yang dialami oleh etnis Kurdi. Menurut Ziemke (2006) Deprivasi sosial memunculkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan berbagai masalah lain sehingga menimbulkan frustasi bagi kelompok yang termarginalkan. Hal kemudian mendorong kelompok yang mengalami deprivasi berusaha mendapatkan hak-hak mereka dengan melakukan kekerasan seperti terlibat dalam serangan terorisme.

Kebijakan diskriminatif dari pemerintah Turki terhadap etnis Kurdi telah mendorong keinginan untuk terciptanya negara baru yang dapat memberikan perhatian terhadap kepentingan etnis  Kurdi. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan diskriminatif dari pemerintah Turki hanya akan meningkatkan polarisasi politik yang kemudian berujung pada konflik. Kebijakan diskriminatif yang kemudian disertai dengan pendudukan dan intervensi militer dari pemerintah Turki juga menimbulkan perasaan terhina bagi etnis Kurdi.

Dalam mencegah aksi terorisme yang muncul akibat adanya deprivasi sosial, pemerintah perlu adanya kebijakan yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan bagi kelompok marginal seperti etnis minoritas. Alih-alih menggunakan pendekatan keamanan yang mengandalkan kekerasan oleh militer, kelompok marginal akan terus merasa tertindas. Hal ini kemudian membuat mereka semakin membenarkan aksi terornya.

Dalam menghadapi ancaman terorisme PKK, pemerintah Turki harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah diskriminasi yang  dialami oleh etnis Kurdi. Pemerintah Turki perlu menciptakan kesetaraan bagi etnis Kurdi untuk mendapatkan layanan dari pemerintah. Selain itu, etnis Kurdi juga harus diberikan kebebasan dalam mengekspresikan kebudayaan mereka seperti penggunaan bahasa asli mereka. Hal ini harapannya dapat mendorong etnis Kurdi merasa menjadi bagian dari warga negara Turki sehingga tidak terlibat dalam tindakan terorisme.

Fauzan Dewanda
Fauzan Dewanda
Mahasiswa Kriminologi UI 2019
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.