Sabtu, April 20, 2024

Tentang Kebudayaan Kita, Banggakan atau Tinggalkan

Aming Soedrajat
Aming Soedrajat
Pegiat Media Sosial

Indonesia bukan hanya gugusan pulau yang terbentang dari Sabang-Merauke. Indonesia adalah gugusan budaya dengan corak dan keragamannya yang sangat kaya raya.

Mencintai, merawat dan menjaga semua yang terkangdung didalamnya adalah sebuah keharusan. Bukanlah perbedaan itu takdir tuhan yang tidak bisa di bantahkan lagi?

Seketika kita mengaku mencintai budaya dan negeri tetapi tidak pernah merawatnya bukankah itu kebohonagan yang semata-mata atas nama cinta?

Cinta tidaklah seperti itu, cinta senantiasa memberi dan bukan merendahkan kebudayaan yang di milikinya. Apa kita harus kehilangan dulu agar kita tau apa makna cinta itu sendiri?

Memang kita sudah cukup sering kehilangan budaya sendiri peninggalan para wali, belum cukupkah sampai disana?

Sebagai generasi tentulah kita malu, jangankan untuk membentuk kebudayaan, menjaga saja kita tidak bisa, malu kita kepada para wali, malu kita kepada para pendiri bangsa ini.

Saya sependapat dengan apa yang di katakana oleh Emrus Sihombing kepda Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, ‘pemimpin itu harus bisa mengkombinasikan antara kebudayaan dan modernitas, agara kebudayaan itu tidak hilang di gerus jaman’

Jaman milenial sekarang ini memang kebudayaan di Jawa Barat yang notabenya peninggalan para wali dianggap sudah tidak sesuai dengan jaman.

Padahal, kebudayaan tersebut merupakan kebudayaan yang adiluhung, tersimpan pesan-pesan moral yang sangat tinggi.

Saya juga sependapat dengan apa yang di katakana oleh Sujiwo Tejo, ‘berhenti berbicara modern, kalau kebudayaan dan tradisi di tinggalakan’

Kita harus sadar, modernitas itu merupakan tradisi yang luar yang di impor kedalam negeri kita sendiri.

Dampaknya, kita banggakan tradisi luar, dan lupakan tradsi kita sendiri. Akhirnya, kita asing di tanah-air sendiri karena tradisi dan kebudayaanya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.

Bagi seorang pemimpin kabupaten atau wilayah, apa yang di lakukan oleh Dedi Mulyadi merupakan kehawatiran dan kecintaanya untuk masyarakat, nusa dan bangsanya.

Ia tidak mau Kebudayaan yang telah diwariskan turun temurun dan di perjuangkan oleh para pahlawan yang merupakan identitas daerahnya tergeser bahkan mungkin hilang karena kecilnya perhatian.

Harus di ingat, perbedaan tentang ras, suku, agama telah selesai di bangsa ini sejak 28 oktober 1928 dimana para pemuda dari berbagai daerah telah menyatakan ikatan dalam wadah persatuaan.

Kalau sekiranya menolak dengan kebudayaan yang telah sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan asas kebhinekaaan, sebaiknya jangan tinggal disini. Karena disini, dinegeri ini, kami telah sepakat kalau perbedaan adalah urat nadi kehidupan untuk kehidupan.

Sebagai anak pejuang kemerdekaan seperti Dedi Mulyadi, sudah tentu darah pejuangnya mengalir deras didalam tubuhnya.

Memperjuangkan apa yang telah dilakukan oleh Bapaknya, tentu saja sebuah keharusan. Disamping kita juga begitu sebagai masyarakat yang mencintai negeri ini.

Kebudayaan mengenalkan identitas dan diri kita sendiri. Jangan sampai kita mewariskan sesuatu yang akan membuat anak-cucu kita kelimpungan dan bingung siapa dirinya sendiri.

Jangan sampai kebudayaan bangsa kita di ambil oleh orang lain baru kita berteriak seolah-olah orang yang paling mencintai negeri ini. Karena nasionalisme sejati tidaklah sesempit itu.

 

Aming Soedrajat
Aming Soedrajat
Pegiat Media Sosial
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.