Selasa, Desember 16, 2025

Teknologi dan Realitas Kerja Pengemudi ShopeeFood

Muhamad Rafli
Muhamad Rafli
Seorang pengamat teknologi digital yang fokus pada perkembangan sistem informasi dan dampaknya terhadap masyarakat. Memiliki ketertarikan pada isu transformasi digital, algoritme platform, serta dinamika kerja dalam ekonomi gig. Aktif menulis analisis mengenai hubungan antara teknologi, perilaku pengguna, dan perubahan struktur sosial di era ekonomi berbasis aplikasi.
- Advertisement -

Dalam derasnya arus digital yang membentuk perilaku masyarakat modern, layanan pesan-antar makanan seperti ShopeeFood menjadi ikon baru dalam kehidupan sehari-hari. Di permukaan, sistem ini terlihat sederhana: pengguna memilih makanan, aplikasi memproses pesanan, dan pengemudi mengantarkan. Namun, di balik kesan praktis tersebut, terdapat struktur teknologi dan algoritme yang menciptakan dinamika kerja yang jauh lebih rumit bagi para mitra pengemudi.

ShopeeFood mengandalkan infrastruktur aplikasi yang saling menghubungkan konsumen, merchant, dan driver melalui sistem informasi yang bekerja secara real-time. Setiap kali pengguna menekan tombol “pesan”, aplikasi langsung menghitung lokasi restoran, posisi konsumen, dan jarak terdekat dari mitra driver. Mekanisme ini sekilas tampak efisien, tetapi bagi pengemudi, logika algoritme tersebut sering terasa seperti “pengendali tak terlihat” yang menentukan kapan mereka menerima order dan berapa banyak pendapatan yang bisa diperoleh. Algorithmic Management of Food Delivery Workers

Penelitian mengenai sistem manajemen algoritmik menunjukkan bahwa pekerja gig termasuk para pengemudi layanan antar sering berhadapan dengan ketidakpastian. Pendapatan yang naik turun, jam kerja yang tak menentu, hingga tekanan dari sistem untuk selalu menerima order adalah bagian dari keseharian mereka. Fitur seperti “double order”, yang memungkinkan satu pengemudi menuntaskan beberapa pesanan sekaligus, kerap menjadi sumber keluhan. Meski dirancang untuk efisiensi platform, praktik ini justru membuat jarak tempuh lebih jauh dan potensi keterlambatan semakin tinggi, sementara insentif tambahan tidak selalu sebanding dengan usaha yang dikeluarkan. SPAI: Kasus ShopeeFood Bisa Terulang Akibat Algoritma Double Order

Dalam beberapa kasus, tekanan sistem ini bahkan memicu konflik antara konsumen dan pengemudi. Keterlambatan sedikit saja bisa menimbulkan reaksi yang berlebihan karena pengguna tidak mengetahui bahwa driver sedang menyelesaikan lebih dari satu order. Situasi ini memperlihatkan adanya jurang pemahaman mengenai bagaimana algoritme bekerja dan bagaimana kondisi nyata yang harus dihadapi para mitra di lapangan. Viral Driver ShopeeFood Dianiaya Pelanggan di Yogyakarta, Gara-gara Telat 5 Menit Antar Pesanan

Di sisi lain, konsep fleksibilitas yang sering dijadikan daya tarik pekerjaan gig ternyata memiliki risiko tersembunyi. Pengemudi tidak dianggap sebagai karyawan tetap sehingga mereka tidak memperoleh jaminan sosial, perlindungan kerja, atau standar upah yang pasti. Ketergantungan pada algoritme membuat mereka terus berada dalam posisi rentan: tidak memiliki kendali atas jumlah pesanan, tidak mengetahui bagaimana sistem menentukan order, dan tidak memiliki perlindungan bila terjadi masalah teknis atau konflik dengan pelanggan. Riders and drivers in the UK gig economy suffer anxiety over ratings and pay

Kondisi ini menegaskan bahwa teknologi bukan hanya soal fitur dan kecepatan, tetapi juga membawa implikasi sosial. Ketika sistem informasi menentukan alur kerja, membagi pendapatan, dan mengatur ritme hidup para pekerja, maka teknologi tersebut bukan lagi sekadar alat melainkan aktor yang turut membentuk struktur ekonomi dan kesejahteraan. Bagi mahasiswa dan para pengamat teknologi, ShopeeFood adalah contoh nyata bagaimana perkembangan digital harus dipahami dalam konteks kemanusiaan, bukan hanya efisiensi.

 

Kemudahan yang kita terima dari layanan pesan-antar seharusnya tidak menutupi kenyataan bahwa ada individu yang menggantungkan hidupnya pada sistem tersebut. Pemahaman kritis terhadap cara kerja platform digital penting agar ekonomi gig dapat berkembang secara lebih adil. Transparansi algoritme, perlindungan kerja, dan regulasi yang memadai menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan agar teknologi tidak hanya menguntungkan pemilik platform, tetapi juga memberikan ruang hidup yang layak bagi para pekerja di baliknya.

Muhamad Rafli
Muhamad Rafli
Seorang pengamat teknologi digital yang fokus pada perkembangan sistem informasi dan dampaknya terhadap masyarakat. Memiliki ketertarikan pada isu transformasi digital, algoritme platform, serta dinamika kerja dalam ekonomi gig. Aktif menulis analisis mengenai hubungan antara teknologi, perilaku pengguna, dan perubahan struktur sosial di era ekonomi berbasis aplikasi.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.