Rabu, April 24, 2024

Tantangan Agenda Reformasi Birokrasi

Naufal Jihad
Naufal Jihad
Alumni Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas

Histori perjalanan birokrasi di Indonesia tidak pernah terlepas dari pengaruh sistem politik yang berlangsung. Apapun sistem politik yang diterapkan selama kurun waktu sejarah pemerintahan di Indonesia, birokrasi tetap memegang peran sentral dalam kehidupan masyarakat.

Keberadaan birokrasi memang sulit dijauhkan dari berbagai aktivitas dan kepentingan politik pemerintah. Dengan kata lain, birokrasi sebenarnya sangat sulit melepaskan diri dari jaring-jaring kepentingan politik praktis. Walaupun semenjak pemerintah Presiden Soeharto berakhir, pemerintah Indonesia punya harapan untuk melakukan perbaikan birokrasi secara menyeluruh. Namun setelah diamati kembali sejak memasuki era reformasi, terkhususnya reformasi birokrasi masih memiliki banyak tantangan dalam perwujudannya secara utuh.

Permasalahannya hari ini adalah bagaimana belajar dari kesalahan masa lalu yang menjadi hal mutlak untuk dilakukan jika ingin meraih keberhasilan di masa depan, sekaligus agar dapat keluar dari gelapnya kesalahan masa lalu. Kegagalan masa lalu akan menjadi pedoman tentang apa-apa yang harus diubah dan diperbaiki agar kemudian tidak terulang lagi di masa depan.

Birokrasi di masa orde baru sangat diwarnai oleh kekuatan politik yang menjadi rezim berkuasa pada saat itu. Kedudukan birokrasi terhadap partai politik tidak lagi bisa dikatakan netral. Walaupun selama pemerintahan orde baru, Golkar yang menguasai pemerintah saat itu bukan partai politik. Keterkaitan sejarah menjadi bagian penting untuk melihat kemunculan berbagai fenomena dan persoalan-persoalan yang terjadi dalam tubuh birokrasi, seperti masalah korupsi, kolusi, nepotisme, dan tidak tumbuhnya budaya pelayanan dalam birokrasi di Indonesia.

Fungsi elite birokrasi menjadi pembahasan menarik jika dihubungkan dengan agenda reformasi birokrasi yang benar-benar sesuai dengan prinsip good governance. Terlebih lagi sejak agenda desentralisasi dan otonomi daerah dilakukan oleh pemerintah pusat, memberikan peluang besar bagi para elite lokal untuk mengatasi setiap persoalan yang ada di daerahnya.

Dengan semangat demokrasi, fungsi elite lokal dalam konteks tata kelola pemerintahan dan pelaksanaan sistem birokrasi diorientasikan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan sebaik mungkin terhadap warga dan masyarakat lokal. Memberdayakan sumber daya yang ada di daerah tentu menjadi tugas bersama bagi kita semua, namun dengan adanya wewenang dan kekuasaan akan menjadi lebih mudah mewujudkan pembangunan kapasitas daerah khususnya dalam infrastruktur. Potensi yang dimiliki elite lokal mempengaruhi perkembangan sumber daya yang ada di daerah. Menentukkan potensi tersebut, merupakan tugas dan kewajiban kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di daerah.

Eksistensi Kepala Daerah

Kepala daerah memiliki masa jabatan yang telah diatur dalam peraturan undang-undang yang mengatur terkait masa pemerintahan seorang kepala daerah. Secara mutlak, rotasi pergantian kepala daerah setiap periodenya akan terus terjadi. Sebagaimana sesuai dengan agenda demokratisasi yang bertujuan untuk memberikan hak dan kewajiban masyarakat untuk menentukan pemimpinnya.

Terlebih lagi setelah perwujudan desentralisasi dan otonomi daerah berhasil dilakukan secara bertahap sehingga hubungan masyarakat dan pemerintah pusat dapat terjalin melalui pemerintah daerah. Kembali pada pergantian kepala daerah, tentu berpengaruh pada dinamika politik yang terjadi pada lembaga pemerintah daerah. Setiap kepala daerah memiliki ide dan rencana kerjanya masing-masing, untuk itu membutuhkan dukungan elite lokal atau dalam hal ini aparaturnya yang bisa mendukung dan mewujudkan agenda dari kepala daerah tersebut.

Darisini, terjadilah pergulatan politik yang akan selalu terjadi pada ranah birokrasi pemerintah. Tidak dapat dihindari karena lembaga birokrasi tidak pernah dapat dipisahkan dari kekuatan politik maupun pengaruh partai politik. Transaksi dan lobi politik tidak pernah terlewatkan setiap terjadinya fenomena pergantian struktur pemerintahan, baik itu di pusat maupun daerah. Keinginan dari kepala daerah untuk mewujudkan struktur pemerintahan yang memiliki sistem satu komando dari kepala daerah juga merupakan salah satu cita-cita setelah mendapatkan kekuasaan politik pada ranah pemerintahan. Maka dari itu mutasi, rotasi dan promosi jabatan pasti dilakukan terhadap aparatur negara. Karena setiap organisasi baik swasta maupun pemerintah membutuhkan penyegaran agar tujuan organisasi dapat berjalan dengan baik.

Rekrutmen Aparatur

Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), menyebutkan bahwa setiap jabatan pemerintahan diisi oleh mereka yang memiliki kualifikasi,kompetensi dan kinerja yang baik. Pemenuhan kualifikasi, kompetensi dan kinerja bagi ASN adalah salah satu syarat mutlak yang memiliki maksud agar jabatan di birokrasi diselenggarakan secara profesional dan bisa melayani masyarakat dengan tujuan pembentukannya.

Oleh karena itu, ASN yang memenuhi syarat tersebut dapat ditetapkan sebagai pimpinan lembaga pemerintahan berdasarkan pada hasil penilaian panitia seleksi melalui kompetisi terbuka. Sayangnya, praktik pengisian jabatan di instansi pemerintah daerah sering disusupi oleh kepentingan politik. Meskipun UU telah menegaskan bahwa pengisian jabatan harus dilakukan melalui seleksi yang dilakukan dengan mengedepankan unsur keterbukaan dan profesionalisme.

Keinginan masyarakat untuk mendapatkan ASN yang profesional melaksanakan fungsi pemerintah di daerah masih jauh dari harap idealnya. Tidak sedikit yang mengisi jabatan tersebut, mempunyai relasi langsung dengan kepentingan kepala daerah terpilih. Memang seleksi terbuka dilakukan secara terang-terangan oleh pemerintah ke hadapan publik, namun campur tangan kepala daerah secara tidak langsung juga dapat dilakukan dengan melakukan beberapa hal seperti memberikan sinyal tertentu kepada ASN untuk mendaftarkan diri berpartisipasi dalam lelang jabatan yang diadakan oleh pemerintah.

Jadi secara nyata, keterikatan ASN terhadap kepentingan politik akan terus berlanjut. Walaupun sistem rekrutmen ASN diubah dengan menerapkan aspek keterbukaan, tetap saja hubungan antara pejabat politik dan birokrasi akan terus berkesinambungan. Dominasi kekuatan politik akan selalu lebih besar dibandingkan dengan profesionalisme yang coba diwujudkan selalu dalam praktik birokrasi.

Naufal Jihad
Naufal Jihad
Alumni Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.