Pada hakikatnya, di dalam diri setiap manusia terdapat jiwa kepemimpinan. Namun proses dalam membangun jiwa kepemimpinan seseorang berbeda satu sama lain. Soehardjono memaparkan istilah kepemimpinan secara etimologis; leadership berasal dari kata “to lead” (bahasa inggris) yang artinya memimpin.
Selanjutnya timbullah kata “leader” artinya pemimpin yang akhirnya lahir istilah leadership yang diterjemahkan menjadi kepemimpinan. Menurut Stephen P. Robbin, dalam bukunya Essentials of Organizational Behavior menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah pemimpin diartikan sebagai pemuka, penuntun (pemberi contoh) atau penunjuk jalan. Robert Tanembaum merumuskan bahwa pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasikan demi mencapi tujuan bersama.
Tanggung jawab merupakan perilaku yang menentukan bagaimana bereaksi terhadap situasi setiap hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat moral (Schiller & Bryan: 2002).
Menurut KBBI, kata tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu; atau fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa tanggung jawab merupakan wujud kesanggupan seseorang untuk menanggung sebuah risiko dari bentuk perbuatan yang telah dilakukannya. Maka sebagai seorang pemimpin semestinya siap memikul segala tanggung jawab terhadap hal-hal yang dipimpinnya.
Suradinata (1997:11) berpendapat bahwa pemimpin adalah orang yang memimpin kelompok dua orang atau lebih, baik organisasi maupun keluarga. Maka dapat dimaknai bahwa dalam keluarga kecilpun terdapat struktur kepemimpinan. Seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya.
Seorang ayah adalah pemimpin bagi anggota keluarganya. Seorang guru adalah pemimpin bagi para siswanya. Seorang kepala desa adalah pemimpin bagi masyarakatnya. Seorang wali kota, gubernur, dan presiden merupakan pemimpin bagi rakyat, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah pemimpin bagi masyarakat dunia. Semua mengemban tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan bijak.
Menjadi seorang ibu merupakan madrasah pertama bagi anak. Bagaimana dia mendidik, memberikan wawasan, dan membimbing anak-anaknya supaya menjadi pribadi yang beradab dan membawa manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Menjadi seorang guru merupakan teladan bagi para siswa.
Bagaimana dia menanamkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, keberanian, budi pekerti, dan lain-lain serta membantu menggali dan mendukung potensi yang dimiliki siswanya. Seorang kepala pemerintahan, bagaimana dia mampu mensejahterakan rakyat dan memberikan keadilan sosial yang merata. Para pemimpin dunia, bagaimana mereka bisa menyelesaikan konflik global, menghapus penjajahan dan memberikan perdamaian dunia.
Dalam Islam dikatakan bahwa setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Dapat ditafsirkan bahwa seorang pemimpin sangat lekat hubungannya dengan tanggung jawab. Betapa besar nilai sebuah tanggung jawab yang diemban bahkan untuk memimpin dirinya sendiri.
Bagaimana keyakinan, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai yang dibawa untuk mempengaruhi diri kita sendiri (input) sehingga keluar sebagai sikap yang dilakukan terhadap orang lain (output). Betapa besar nilai sebuah tanggung jawab yang diemban terutama jika kita memimpin orang lain, karena akan mempengaruhi dan membawa dampak bagi kehidupan sekitar.
Begitu berat tanggung jawab yang dipikul oleh seorang pemimpin. Namun jika pemimpin mengabaikan tanggung jawab dan hanya mengambil kesenangan dan keuntungan dari hal tersebut, maka mereka sejatinya bukanlah seorang pemimpin. Karena tidak setiap pemimpin adalah berjiwa pemimpin.
Sangat banyak pemimpin yang berjiwa kriminal, penjajah, penipu dan lain-lainnya yang jauh dari hakikat sifat kepemimpinan. Mereka menunggangi jabatan hanya demi kepentingan pribadi, memperkaya diri, dan bersikap tidak manusiawi. Hal tersebut merupakan realitas kompleks yang terjadi di masyarakat kita.
Dari kasus kepala sekolah yang korupsi, menganiaya guru sampai bertindak cabul. Dari banyaknya pejabat yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK sampai mantan narapidana korupsi yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Hal ini mencerminkan bahwa pemimpin tersebut tidak bisa mengemban tugas dan tanggung jawab seperti sejatinya seorang pemimpin.
Menurut Abu Hamid Al-Ghazali, “sifat utama pemimpin ialah beradab dan mulia hati.” Pemimpin adalah mereka bersikap manusiawi. Pemimpin seyogyanya mampu membuat perubahan yang bermakna dalam masyarakat. Menggerakkan manusia lain untuk berdaya dan berdikari. Memimpin manusia untuk melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang bermoral dan tangguh, minimal untuk memimpin dirinya sendiri.
Pemimpin tidak hanya lahir dari bakat-bakat kecerdasan dan kepemimpinan. Namun pemimpin juga dibentuk dan diasah melalui kemampuan dan pengalaman. Dalam diri seorang pemimpin, tidak cukup jika yang dimiliki hanya sebatas kecerdasan akal, hal yang perlu diperhatikan adalah karakter dan integritas. Pemimpin juga membutuhkan jiwa yang berani, pemikiran yang terarah, sikap yang mendalam terhadap suatu hakikat, serta memiliki hati yang beradab. Sehingga pemimpin mampu dengan jelas melihat arah kemana tujuan yang ingin dicapai.
Kepemiminan bukanlah tentang status, jabatan ataupun cakap dalam berpidato, namun terlebih adalah tentang tanggung jawab dan pengaruh dalam melakukan perubahan. Pemimpin yang sejati akan dihormati oleh orang lain bukan karena kedudukannya yang tinggi, melainkan keyakinan mereka dalam memegang prinsip dan nilai-nilai.
Seorang pemimpin yang bertanggung jawab hendaknya terus bertumbuh; mengintropeksi diri, mengembangkan wawasan diri, menunjukkan empati, menjadi perisai dan memberikan rasa aman kepada orang-orang sekitarnya. Karena keberhasilan seorang pemimpin dilihat dari kemampuannya dalam membangun orang-orang yang mereka pimpin.