Jumat, April 19, 2024

Strategi Xi Jinping dalam Pemulihan Ekonomi China 2021

Habib Pashya
Habib Pashya
Mahasiswa S2 Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada

Adanya pandemi Covid-19 membuat sistem perekonomian China melambat. Sejak awal munculnya Covid-19, China mulai mempersiapkan strategi dalam memperbaiki ekonomi nasional.

Di dalam konteks internasional, China dan Amerika Serikat memiliki kebijakan yang berbeda. Amerika Serikat tidak membuat hal yang sama seperti Beijing. Bahkan, pada saat pemerintahan Trump, kebijakan Amerika Serikat tidak sama sekali berpihak kepada kesehatan masyarakat. Sejak Covid-19 dianggap sebagai pandemi oleh WHO, Trump bahkan mengatakan bahwa Covid-19 hanyalah flu biasa.

Sejak Trump naik, China dianggap sebagai musuh di ekonomi maupun dalam kasus Covid-19. Titik kontestasinya berada di perang dagang dan Trump beranggapan bahwa WHO berada di bawah mata-mata China sehingga Amerika Serikat keluar dari WHO.

Kelengahan Amerika Serikat dalam memandang pandemi membuat angka Covid-19 melejit sampai kepada 18,8 juta kasus. Fakta itu berbeda jauh dengan keadaan di China yang hanya 86.913 kasus. Keberadaan ini, menambah stimulus ekonomi di Amerika Serikat tidak bertambah dan berkembang dan Amerika Serikat mengalami resesi.

Keadaan Amerika Serikat sekarang serta kebijakan yang tidak pasti membuat Amerika Serikat masih berada di jalan keterpurukan. Sehingga, dengan kebijakan yang tepat dalam menyelesaikan Covid-19, dapat menjadi kesempatan bagi China dalam menggeser Amerika Serikat dalam kontestasi ekonomi.

Strategi Xi memperbaiki ekonomi

Walaupun China memiliki ekonomi terkuat pada saat ini, Covid-19 membuat ekonomi China jatuh. Namun, Presiden China, Xi Jinping membuat kebijakan untuk mendorong ekonomi nasional dapat pulih.

Sejak pandemi masuk, PDB China pada triwulan pertama mengalami penurunan 6.8% jika dibandingkan dengan 2019. Tidak hanya itu, volume impor dan ekspor barang juga turun hingga 6.4%.

Dengan keadaan tersebut, Duta Besar China, Xiao Qian beranggapan bahwa hal itu hanyalah keadaan sementara dan dapat dikendalikan. Qian berargumen bahwa, “Seiring dengan tindakan pencegahan dan pengendalian Tiongkok semakin menampilkan hasilnya, pemulihan produksi dan kehidupan sehari-hari terus dipercepat.”

Perkataan Qian benar, strategi China dalam memulihkan ekonomi nasional memang masif. Sehingga, dalam memperbaiki ekonomi, Xi mendorong faktor internal dan eksternal.

Dalam internal, Xi membuat empat kebijakan utama. Pertama, memperkuat aturan khusus terkait dengan melawan Covid-19 di pusat dan daerah. Disamping itu, membuat kebijakan mendorong ekonomi dengan pajak (fiskal).

Kedua, instrumen seperti pemotongan rasio cadangan wajib, penurunan suku bunga dan reloans harus sepenuhnya dimanfaatkan untuk memastikan likuiditas yang wajar dan memadai.

Ketiga, melepaskan potensi konsumsi dan investasi agar memperluas permintaan domestik. Xi akan meningkatkan konsumsi sipil, konsumsi umum, dan pengeluaran di bidang infrastruktur tradisional, infrastruktur baru, industri strategis baru, dan investasi swasta.

Keempat, membantu kalangan usaha, khususnya UMKM untuk melewati kesulitan dengan memotong pajak dan biaya serta menurunkan biaya pembiayaan dan sewa rumah.

Dalam strategi eksternal China lebih bergantung kepada negara lain dengan ekspor China serta proyek Belt and Road Initiative.

Ekspor China setara dengan sekitar 19% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut. Dalam memperbaiki ekonominya, China mendiversifikasi ekspornya ke berbagai negara.

Amerika Serikat adalah negara destinasi utama ekspor China. Berdasarkan data dari trading economics, ekspor Cina ke Amerika Serikat mencapai 20% dari total ekspor China. Di peringkat kedua ditempati oleh Hong Kong (12%), kemudian Jepang (6%), Korea Selatan (4,5%), dan Vietnam (3,4%).

Untuk memperbaiki ekonominya, China harus memastikan perekonomian negara tujuan ekspornya membaik juga, khususnya Amerika Serikat, Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam.

Disamping itu, China juga harus memastikan bahwa pelaksanaan proyek BRI harus tetap jalan, terutama di negara-negara tempat BRI yang terdampak Covid-19 guna menyelamatkan ekonominya. BRI sangat berarti bagi ekonomi Negeri Panda tersebut. Negara-negara yang menjadi lokasi proyek BRI merupakan target pasar ekspor China yang nilainya mencapai  17% dari nilai total.

Dengan kebijakan seperti itu, membuat China menjadi negara pertama yang mampu pulih dari Covid-19. Fakta itu ditunjukan dengan produk domestik bruto (PDB) China di kuartal kedua 2020 meningkat 2,4%.

Strategi kebijakan China yang mampu mengatasi Covid-19 lebih cepat daripada Amerika Serikat, diprediksi mampu membawa China memimpin ekonomi dunia di tahun kedepan.

Kesempatan China

Dengan keadaan Amerika Serikat yang memburuk mulai dari ekonomi dan kebijakan terhadap kesehatan masyarakat. Pasalnya, ekonomi Amerika Serikat kembali masuk dalam keadaan resesi. Berdasarkan data US Bureau of Economic Analysis, AS mencatat ekonomi -2,9% yang sebelumnya di kuartal II 2020, ekonomi juga -9%.

Fakta tersebut membuat Amerika Serikat mengalami double-dip recession. Artinya, suatu kondisi sebagai kumatnya resesi sempat pulih dari kejatuhan ekonomi dalam kuartal berturut-turut. Berdasarkan media massa, VOI, mengatakan bahwa telah mengalami rebound di kuartal ke III. Ditambah lagi, berdasarkan dari Reuters, Jumat 30 Oktober, pertumbuhan ekonomi AS di kuartal III 2020 ini bahkan mencatat rekor.

Lonjakan pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 ini diyakini berkat pemerintah AS pimpinan Presiden Donald Trump, mengeluarkan stimulus lebih dari 3 triliun dolar AS.

Namun, itu tidak menjadi titik balik Amerika Serikat. Hal itu dikarenakan jumlah kasus Covid-19 di Amerika Serikat membuat orientasi kebijakan akan lebih berfokus terhadap kesehatan masyarakat. Ditambah lagi dengan transisi kekuasaan dengan naiknya Biden yang mengedepankan humanity atau kemanusiaan.

Ini menjadi kesempatan bagi China. China merupakan negara yang pertama kali melonggarkan kebijakan lockdown pada Februari 2020 kemarin. Dengan kata lain, China menjadi negara pertama yang menggerakkan kembali aktivitas ekonomi dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Pada 2021, memprediksi pertumbuhan ekonomi China melesat ke 9,2 persen. Menurut perusahaan multinasional Amerika Serikat, Morgan Stanley, “China memang memimpin pemulihan tidak hanya di kawasan tetapi juga secara global. Negara ini (China) menunjukkan hasil yang positif pada pertumbuhan kuartal II 2020 dan kembali ke posisi pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi pada kuartal III 2020.”

Habib Pashya
Habib Pashya
Mahasiswa S2 Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.