Kamis, April 25, 2024

Strategi dan Taktik Feminisme dalam Kejadian Sehari-Hari

Azizul Amri
Azizul Amri
Jarang-jarang nulis, sekalinya nulis, jarang-jarang. Anak daerah yang tiap fase hidupnya pasti merantau. Sekarang kerja di BUMN, tapi hobinya kritik negara karena sayang sama negaranya.

Perkara Penting dan Mendesak: Sebuah Pengantar

Kurang 20 menit lagi waktu pulang ngantor, namun hari ini seluruh pekerjaan insidentil telah selesai dilakukan. Tersisa hanya 2 pekerjaan utama yang sifatnya jangka panjang.

Pekerjaan pertama kiranya dapat dideskripsikan dengan ketelitian, perlu dikerjakan dengan hati-hati, dan rapi. Tugas ini terus beranak, berkembang, namun tidak memiliki tenggat waktu yang terbatas untuk menyelesaikan segala tugas ini secara utuh. Hanya perlu menyelesaikan cabang-cabangnya secara berurutan dengan tenggat waktu yang relatif longgar. Fungsi pekerjaan ini menuntut saya kepastian dalam berprogress dan bersandar pada “benar/salah” (in terms of engineering) karena menyangkut operasional kantor dan rencana vs realisasi anggaran.

Sedangkan pekerjaan kedua, terkait pengolahan data hasil realisasi pekerjaan harian yang variabelnya banyak, ‘historikal’, kecenderungan atau proyeksi masa depan, presentasi yang unik dan apik, dan penyampaiannya sebagai bukti yang sifatnya hanya ketika dibutuhkan oleh perusahaan. Namun, bagi saya, pencatatan dan persiapan merupakan hal mutlak yang harus saya pegang, karena adalah “alat perang” minimal untuk diri saya sendiri dan penerus posisi yang saya jabat sekarang di masa mendatang.

Tentu saja, dalam 20 menit waktu tersisa tersebut, saya melakukan ‘pembayaran cicilan’ dengan mencatat apa yang perlu dicatat, mendata apa yang perlu dilengkapi datanya, hingga menentukan desain presentasi yang enak untuk dipandang oleh banyak orang, baik tua, muda, laki-laki maupun perempuan, bahkan ‘queer’ sekalipun.

Klasifikasi Tugas Strategis dan Tugas Taktis

Setelah pulang, pacar saya mengirim foto OOTD nya, dan tiba-tiba kita berada di dalam sebuah perdebatan.

Perdebatan dimulai ketika saya merespons OOTD nya dengan pertanyaan:

“Menurutmu, apa klasifikasi pakaian yang aman untuk seorang laki-laki maupun perempuan?”

“Hanya jika dia berasa nyaman dan berpikir bahwa pakaian sesuai tempat dan ‘occassion’nya, maka pakaian itu dapat dikatakan aman, terlepas dari gendernya”
Saya kemudian kembali melontarkan pertanyaan,

“Lantas, bagaimana penentuan pantas/tidaknya busana jika ditinjau dari tempat dan ‘occassion’nya?”

“Intinya selama dia merasa aman dan nyaman, dia tidak perlu merasa takut tidak pantas” jawabnya.

Setelah itu terjadilah sebuah perdebatan yang sampai ke titik membahas tentang perilaku pelecehan seksual.

Dalam suasana LDR dan kekhawatiran akan ketidakmampuan diri ini untuk melindungi orang tersayang ketika kejadian-kejadian pelecehan seksual terjadi, saya mengatakan:

“Oke, aku tidak akan banyak mengintervensi cara pandangmu terhadap busana, tetapi ketahuilah cara pandang setiap orang berbeda, termasuk hasrat dan fantasi seksual yang mereka tidak bisa di generalisir. Ada hal-hal minimal yang perlu aku sampaikan dan sangat bersyukur apabila diterapkan. Pertama, jika ingin memakai celana putih dengan bahan kain yang agak tipis, usahakan celana itu tidak ketat, karena sedikit lekuk tubuh pun akan terlihat karena bayangan cahaya lampu/matahari yang kontras dengan warna putih. Kecuali berbahan jeans kasar atau corduroy, jikapun ketat, akan tersamar dengan tekstur celana. Kemudian, jika ingin menggunakan rok di atas lutut, dan di dalam perjalanan transportasi publik ternyata lebih banyak duduknya, maka sediakanlah kain/syal atau outer yang bisa digunakan untuk menutup paha. Kalau bisa juga menggunakan legging pendek berwarna hitam. Kalau tidak, kain saja sudah oke.”

“Kenapa terkesan seperti perempuan harus diatur sana sini agar tidak terjadi pelecehan seksual? Padahal jika saja laki-laki tidak berpikir kotor dan mesum, pasti tidak akan ada kejadian pelecehan seksual!” Jawabnya.

“Baiklah jika itu pendapatmu, tetapi, jika suatu hari hal ini terjadi padamu, silahkan dicoba untuk mengedukasi pelaku di tempat. ‘Realtime’ ketika kamu sedang dijadikan sasaran dan target. Apakah orang-orang bodoh, dangkal dan tidak manusiawi ini akan langsung mengerti dan tidak jadi menyerang? Aku cukup mengerti betapa mengecewakannya dunia patriarki ini, apalagi untuk perempuan. Sangat tidak adil memang. Tapi apakah tindakanmu untuk mengedukasi bisa langsung berdampak pada keamananmu?”

“Tentu saja tidak”

“Tentu, sayang, tentu tidak bisa. Feminisme itu strategi, dia membutuhkan proses yang panjang dan taktik-taktik yang modern. Feminisme harus bisa memprediksi perilaku laki-laki kardus misoginis tongkrongan yang hendak menyerang dan berupaya untuk menghindari mereka. Feminisme berarti juga minimal harus memahami dasar-dasar dalam membela diri ketika hendak diserang apabila dalam kondisi terpaksa”

“Mau tidak mau, semua ini akan berjalan seiringan, antara berjuang taktis untuk melawan/menghindari pelaku pelecehan seksual, dan perjuangan strategis seperti edukasi, kampanye, sosialisasi, perubahan peraturan secara kontinu dan berkelanjutan, hingga akhirnya tiba waktunya tatanan patriarki runtuh tak bersisa.”

Akhir cerita, saya membelikan dia alat kejut listrik, dan semprotan merica sebagai alat perlindungan diri ketika berada di dalam kondisi yang harus membela diri.

 

Dia senang, saya lega.

Azizul Amri
Azizul Amri
Jarang-jarang nulis, sekalinya nulis, jarang-jarang. Anak daerah yang tiap fase hidupnya pasti merantau. Sekarang kerja di BUMN, tapi hobinya kritik negara karena sayang sama negaranya.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.