Setiap perempuan memiliki keunikan masing-masing yang menjadi bagian dalam diri mereka, umumnya secara biologis. Keberagaman inilah yang membuat masyarakat membentuk standar kecantikan karena apa yang terlihat dari seseorang yang secara kasat mata adalah dalam hal cantik dan lawannya.
Berbicara mengenai fisik perempuan yang mengikuti standar kecantikan universal umumnya dengan memiliki postur tubuh ramping, rambut panjang, kulit putih ataupun kuning langsat, wajah mulus, hidung mancung, bulu mata lentik dan mata lebar. Bahkan bagi sebagian masyarakat meyakini dan membenarkan standar tersebut. Padahal tentu standar kecantikan berbeda dari segi kolega bahkan individu. Different opinions, begitulah standar kecantikan itu sendiri yang dapat berubah di setiap periodenya, khususnya dalam tatanan masyarakat yang lebih luas.
Standar kecantikan juga dikatakan sebagai akibat dari hubungan atau interaksi masyarakat dalam praktek bersosialisasi. Tak menutup kemungkinan ide-ide yang muncul diangkat dari bagaimana seseorang memandang suatu hal, seperti halnya yang berkaitan dengan diri manusia. Standar yang ada dilanggengkan melalui media-media yang berbasis business seringkali menjadikan model atau figur perempuan dengan kriteria kecantikan masyarakat. Hal ini dianggap bahwa perempuan dengan tubuh langsing, kulit putih, rambut panjang dan sebagainya memiliki daya tarik tersendiri.
Standar ideal ala masyarakat yang terbentuk mampu mempengaruhi bagaimana seseorang itu menanggapi dan memperlakukan atas diri sendiri. Itu pun dengan cara yang berbeda-beda. Tak sedikit orang yang demikian merasa insecure, sedih dan kecewa atas apa yang dimilikinya karena pengaruh dari opini masyarakat yang menggiringnya untuk memenuhi standar itu.
Orang yang demikian pun seringkali mencoba untuk menjadi sebagaimana standar masyarakat itu. Hal ini mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu hal yang salah karena dianggap kurang bersyukur atas apa yang dimilikinya. Akan tetapi, semua itu kembali pada pemilik fisik yang menjadi hak bagaimana seseorang itu memperlakukan dan merawat dirinya. Justru yang menjadi hal ketidakwajaran adalah sampai pada tahap menyiksa diri karena terlalu memaksakan untuk mencapai gambaran sesuai standar masyarakat.
Lain halnya dengan orang berpikir positif atas apa yang dimilikinya dengan menerima diri bagaimana bentuk asalnya. Hal ini biasa disebut dengan body positivity. Istilah tersebut merupakan kondisi dimana seseorang mampu menerima bagaimana tubuh dirinya seperti warna kulit, bentuk tubuh, bentuk wajah dan hal lainnya yang berkaitan.
Tak jauh hubungannya dalam mempengaruhi seseorang untuk sampai pada tahap mencintai diri sendiri. Body positivity terlepas dari apa dan bagaimana konsep standar kecantikan dari masyarakat. Body positivity bukan berarti tidak menyadari akan ketidaksempurnaan diri. Hanya menganggap bahwa apa dan bagaimana yang lekat pada diri adalah suatu hal yang berharga.
Akan tetapi, seseorang dengan prinsip body positivity bagi sebagian orang terkadang masih ada yang terkecoh dengan standar yang ada tapi berusaha untuk menerima diri bagaimana semestinya yang mana dengan pola pikir positif terhadap tubuh juga dianggap mampu mempengaruhi kesehatan.
Standar kecantikan seringkali justru menjadi faktor perempuan dalam menjatuhkan perempuan yang lain. Faktor tersebut memicu adanya ajang perbandingan untuk melihat mana karakteristik yang memenuhi konsep kecantikan ala masyarakat. Sekaligus body positivity yang terkadang justru menjadikan seseorang terlalu ikut campur urusan pribadi seseorang yang lain, bahkan secara vertikal.
Bagaimana ini bisa terjadi? Semua berawal dari bagaimana seseorang itu membentuk pola pikir terkait dua hal tersebut. Hal ini kaitannya dimana perempuan menanggapi tampilan atau bahkan cara perempuan lain dalam memperlakukan atau merawat dirinya.
Dengan mengikuti standar kecantikan yang ada, bagi seseorang yang telah memenuhi beberapa atau bahkan keseluruhan standar masyarakat tak jarang memberikan komentar yang bersifat menyinggung seseorang yang kurang memenuhi standar tersebut. Seperti contoh “Coba kalau kamu kurusan pasti lebih cantik”, “Tapi sayang kamu jerawatan” ungkapan-ungkapan tersebut terkadang malah hanya akan mempengaruhi emosi hingga psikis pihak yang terkait. Terlebih jika diungkapkan di depan banyak orang yang terkesan mempermalukan dan merendahkan yang dapat memicu kecemasan bahkan kebencian seseorang terhadap dirinya sendiri.
Seperti halnya body positivity, memang bahwa dengan memiliki pola pikir yang positif akan penerimaan tubuh menjadi nilai penting bagi diri seseorang. Akan tetapi, dengan pemikiran body positivity terkadang menjadi toxic yang terselubung bagi beberapa orang. Orang demikian biasanya berusaha mempengaruhi orang lain dengan menerima tubuhya yang bisa jadi malah menyinggung perasaan orang lain.
Seperti contoh ungkapan “Kamu diet? Udahlah gak usah, syukuri aja”, seringkali hal semacam ini berkedok untuk mengingatkan seharusnya sebagai manusia harus mensyukuri atas apa yang telah ada pada diri. Atau dengan “Kamu itu kurang bersyukur” yang malah bersifat men-judge.
Hal-hal tersebut dapat membatasi seseorang untuk mengekspresikan diri atau dalam arti membuat seseorang tidak percaya diri. Tidak ada yang sempurna di dunia ini, benar adanya bahwa dengan bersyukur menjadikan seseorang mampu menerima apa yang dimiliki.
Akan tetapi, setiap orang juga berhak atas tubuh masing-masing. Selain itu, seseorang tidak bisa mengontrol ataupun menuntut seseorang yang lain untuk menjadi apa yang diharapkan sesuai dengan kategori baik, cantik dan pantas menurutnya, apalagi sesama perempuan. Karena setiap proses orang pun berbeda-beda, terlebih sampai pada tahap penerimaan diri di tengah standarisasi kecantikan masyarakat.
“Terkadang tanpa sadar dilakukan, justru malah perempuan sering menjatuhkan sesama perempuan lain” begitulah kiranya ungkapan dari salah satu jurnalis Indonesia, Najwa Shihab. Sebagai perempuan, seharusnya kita mendukung sesama perempuan yang lain. Setiap perempuan berharga tak peduli apapun warna kulit, bentuk tubuh, bentuk wajah dan ukuran tubuhnya. All women are beautifull, all women are precious.