Senin, Oktober 7, 2024

Sluman Slumun Slamet ala Ganjar Pranowo

Nur Khafi Udin
Nur Khafi Udin
Warga Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Suka menghayal dan merenung, sesekali menulis di media, pernah Menulis buku Tafakkur Akademik (2022) dan buku Melihat Indonesia dari Mata Pemuda (2023).

Ganjar Pranowo selama tiga tahun terakhir menjadi buah bibir masyarakat, hal itu lantaran Ganjar Pranowo selalu masuk tiga besar sebagai kandidat calon presiden menurut berbagai lembaga survei. Dua diantaranya adalah Prabrowo Subianto, bapak optimis Indonesia karena tidak lelah nyapres meskipun bertubi-tubi gagal. Satunya adalah Anis Baswedan, seorang akademisi yang tabah meski selalu mendapat citra politik identitas. Ingat! Hanya citra.

Soal desas-desus Ganjar Pranowo nyapres memang unik diperbincangkan. Mari kita ingat-ingat kembali masalah Ganjar Pranowo yang tidak mendapat undangan pada acara persiapan pemenangan pemilu 2024 PDI-P di Semarang, kemudian cletukan banteng versus celeng yang ditujukan untuk pendukung Ganjar Pranowo, pidato Puan Maharani di Kantor DPD PDI-P yang menyatakan pemimpin tidak hanya ganteng dan popular di media tetapi harus bisa kerja, kritikan kader senior PDI-P yang mengatakan Ganjar tidak ada prestasi, momen Ganjar Pranowo membacakan rekomendasi pada acara rakernas PDI-P.

Hingga momen Jokowi mengajak Ganjar Pranowo satu mobil ketika acara peresmian groundbreaking pembangunan pabrik pipa di Batang, yang menjadi unik adalah momen itu terjadi tak lama setelah NasDem mengumumkan Anis Baswedan sebagai capres. Kemudian yang terbaru pertemuan Jokowi dengan Megawati Sukarnoputri di Batutulis, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (8/10/2022) kemarin.

Rentetan peristiwa itu menjadi bola panas yang kemudian ditafsirkan oleh publik bahwa PDI-P seolah-olah dilema untuk memposisikan Ganjar Pranowo, seperti peribahasa buah kepayang ditelan pahit dibuang sayang. Selain itu publik menangkap jelas pesan Jokowi bahwa seolah-olah sang presiden sedang babat alas untuk sang Gubernur agar jalan rimbun menuju kursi RI-1 segera terbuka.

Dalam budaya Jawa ada istilah ewuh-pekewuh yaitu sikap yang memuat dua makna. Pertama menunjukkan suatu keinginan namun tidak diutarakan secara langsung. Kedua, menyembunyikan keinginan kita karena ada orang yang harus dihormati. Misalnya, ketika saya bertamu kemudian di atas meja ada beberapa camilan salah satunya peyek kacang, karena peyek kacang adalah makanan kesukaan saya jadi ingin rasanya segera mengambil dan memakanya, tetapi saya harus menahan karena belum mendapat tawaran dari tuan rumah.

Karena orang Jawa suka basa-basi, kemungkinan yang saya lakukan ada dua, pertama saya seolah-olah bertanya tentang lokasi penjual peyek kacang dengan harapan ditawari untuk makan, tetapi jika masih tidak ditawari saya jelas tidak akan berharap lagi untuk mendapat peyek kacang di rumah itu, saya lebih memilih membeli di warung camilan demi mewujudkan keinginan saya tersebut.

Nah, sebagai orang Jawa saya melihat Jokowi dan Ganjar Pranowo sedang menerapkan etika ewuh-pekewuh. Pasalnya gerak-gerik Jokowi menujukkan dukungan kepada Ganjar meskipun samar-samar. Jokowi jelas menghindari konflik terbuka dengan sang Ibu. Seperti kata Jokowi dalam sebuah wawancara, hubunganya dengan Megawati seperti anak dan Ibu dalam keluarga besar, karakter anak tentu beda-beda dan wajar jika ada anak yang nakal.

Begitu juga dengan Ganjar Pranowo, meskipun diam seribu bahasa dalam menghadapi kritik dari saudara satu partai. Selalu menyangkal keinginanya untuk maju menjadi presiden, menghindari pembahasan terkait desas-desus dirinya nyapres di beberapa media dan wawancara. Nyatanya gerakan Ganjar Pranowo dan Jokowi, kalau dalam istilah Jawa disebut Sluman-Slumun-Slamet.

Sluman-slumun-slamet adalah mantra, atau dalam bahasa kekinian adalah teknik positif thingking untuk menguasai diri, sehingga memiliki pikiran jernih untuk menentukan strategi untuk bergerak maju. Jadi, sluman-slumun-slamet bisa didefinisikan sebagai seseorang yang ingin menggapai keberhasilan tetapi dilakukan secara diam-diam, atau bisa juga diartikan sedang melakukan sesuatu yang besar, tidak perlu diketahui banyak orang yang penting berhasil.

Dalam kaitanya dengan politik, boleh jadi Jokowi dan Ganjar sedang menerapkan mantra sluman-slumun-slamet. Jokowi misalnya, dengan infrastruktur pemenangan yang dimiliki pada pilpres 2019 lalu boleh jadi diarahkan untuk mendukung Ganjar, hal itu dibuktikan dengan hadirnya Ganjar Pranowo pada acara Rakernas Projo di Magelang bulan Mei lalu. Meskipun kehadiran Ganjar Pranowo kapasitasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah, masyarakat bisa melihat bahwa peristiwa itu bukan tanpa makna, apalagi pelaksanaanya ditahun-tahun menjelang pilpres.

Begitu juga dengan Ganjar Pranowo yang sluman-slumun-slamet mulai ­nyicil menyiapkan infrastruktur politik. Misalnya, mulai aktif menunjukkan kinerjanya kepada masyarakat, statement mengedepankan kepentingan rakyat ketimbang desas-desus pilpres ketika tampil di beberapa media. Terakhir munculnya berbagai relawan pememangan seperti Sahabat Ganjar, Ganjaris, Mak Ganjar, Ganjar Muda Padjajaran (GMP), Srikandi Ganjar, dan masih banyak lagi.

Menurut saya, ditahun-tahun politik begini kegiatan seperti ini tidak hadir secara kebetulan, semua tidak bisa dimaknai hitam-putih, karena biasanya sudah direncanakan rapi dan matang seperti halnya pernyataan SBY yang sering turun gunung setiap ada pilkada atau pilpres sampai momen PSI yang mendeklarasikan Ganjar-Yenny Wahid sebagai presiden dan wakil presiden tahun 2024 mendatang.

Apapun mantra yang digunakan, semuga membawa dampak baik bagi masyarakat, semuga pesta demokrasi pada 2024 mendatang hadir dalam bungkus politik jenaka seperti hadirnya pasangan Nurhadi-Aldo dari koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik, bukan politik mencekam apalagi politik identitas.

Sebagai penutup, untuk Pak Ganjar, tetap semangat kalau kata Najwa Shihab, usia muda adalah modal agar tangan terus terkepal untuk arungi medan politik yang terjal. Rasa-rasanya usia 53 tahun menjadi presiden masih terhitung muda ketimbang 70 tahun seperti Pak Prabowo, Ups.

Nur Khafi Udin
Nur Khafi Udin
Warga Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Suka menghayal dan merenung, sesekali menulis di media, pernah Menulis buku Tafakkur Akademik (2022) dan buku Melihat Indonesia dari Mata Pemuda (2023).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.