Selasa, April 30, 2024

Sistem Transportasi Umum, Maju Atau Mundur?

Hans Panjaitan
Hans Panjaitan
Nama pena saya Hans, dan hobby saya tulis menulis, musik, dan olahraga ringan-ringan saja. Foto tahun 2011, sekarang aslinya sudah tuwir

Kita mungkin masih sangat bangga dengan diluncurkannya belum lama ini kereta cepat Jakarta – Bandung. Jarak yang biasa ditempuh dua jam tersebut, katanya, dengan kereta cepat hanya menjadi satu jam!

Suatu pemotongan waktu yang sangat besar dampaknya (baca: untung) bagi mereka yang super-sibuk urusan bisnis. Sebab bagi mereka “waktu adalah uang”. Dengan waktu satu jam, akan banyak hal yang dapat mereka lakukan untuk kelancaran dan peningkatkan bisnis dan investasi mereka.

Dan bagi kita yang hidup di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek), semakin ke sini, rasanya semakin bertambah saja pilihan moda transportasi. Salah satunya adalah kereta rel listrik (KRL) yang sejak direvolusi oleh Ignasius Jonan (mantan dirut KAI dan menteri perhubungan), kini telah menjelma jadi sarana angkutan massal yang nyaman dan berkelas.

Bahkan kini KRL tidak hanya melayani penumpang di kawasan Jabodetabek, tapi sudah sampai ke Rangkasbitung (Banten).

Dengan harga tiket yang murah dan sangat terjangkau, masyarakat umum bisa melakukan perjalanan dengan aman, nyaman, meski memang sering harus berhimpitan di dalam gerbong terutama pada jam-jam sibuk dan momen-momen ramai.

Eh, ada lagi mass rapid transit (MRT) Jakarta, dan yang terbaru light rail transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi pada Senin (28/8/2023) yang lalu.

Gambaran di atas pasti memperlihatkan bahwa sistem transportasi di kawasan Jabodetabek sudah semakin membaik dan maju. Tetapi jika dikaitkan dengan tingkat kemacetan lalu-lintas di kawasan yang sepertinya tidak banyak berubah, maka anggapan tentang semakin membaik dan majunya sistem transportasi ini memang perlu ditinjau ulang lagi.

Satu lagi moda transportasi yang sangat penting dan vital adalah bus Transjakarta. Moda berbentuk bus ini menjadi pilihan terbaik dan memberikan nuansa nyaman dan lancar bagi penumpang. Memang belum optimal, tetapi jika dibandingkan dengan era sebelumnya, maka keberadaan Transjakarta saat ini sangat layak disyukuri.

Meski harus berhimpitan di bus Trans yang relatif bersih sejuk ber-AC, dan tidak ngebut, pastinya jauh lebih “enak” dibandingkan dengan berdesakan di bus-bus masa lalu yang panas, pengap, ada asap rokok, supir yang ugal-ugalan, dan kondektur yang sambil melotot saat menagih ongkos.

Transjakarta saat ini memang telah menggantikan sistem pelayanan bus-bus kota di masa lalu, yang ketika itu dirajai oleh PPD, Mayasari Bhakti, Kopaja, Metro Mini, dll.

Seperti dikatakan di atas, Trans memang telah memberikan sebuah kenyamanan dan keamanan bagi penumpang, meskipun untuk itu terjadi pula perubahan gaya dan karakter tentang penggunaan moda ini.

Dulu, (calon) penumpang bisa menghentikan bus kota di mana saja, meski ada halte, tempat yang dilegalkan untuk naik dan turun bus kota. Sekarang, penumpang harus masuk ke halte-halte bus, meski harus meniti tangga yang cukup tinggi, dan berjalan kaki menempuh jarak yang cukup panjang untuk tiba di halte transit.

Masyarakat pengguna moda ini sudah terlatih pula untuk sedikit bercapek-capek saat transit, atau berganti bus, jika halte yang menjadi tempat transit itu cukup jauh jaraknya. Dan yang juga cukup mengagumkan adalah masyarakat pengguna bus sudah terbiasa tertib ngantri untuk masuk (tap in) dan keluar (tap out) di halte-halte.

Telah terjadi perubahan perilaku masyarakat, dari yang tadinya bisa “semau gue”, kini sudah mau taat aturan. Mungkin hal seperti ini bisa diklaim sebagai suatu perubahan mental menuju perbaikan, sesuai tata hidup masyarakat modern dan beradab.

Tetapi ada sesuatu yang luput dari perhatian, di mana sistem perbusan yang sekarang ini sebenarnya mengalami kemunduran yang sangat jauh. Sebut saja misalnya di masa-masa lalu, kita yang berada di Tanjung Priok dan sekitarnya, bisa langsung ke Pulogadung, Grogol, Senen, Kalideres, dll, dengan hanya sekali naik bus yang rutenya memang melayani trayek itu. Demikian sebaliknya.

Dulu kita bisa menyetop bus di daerah Sunter (Jakarta Utara) jika ingin pergi ke Grogol, misalnya. Tetapi dengan sistem moda transportasi yang ada sekarang ini, kita harus transit, bahkan bisa satu sampai tiga kali, jika ingin menuju satu tempat. Ini tentu memakan banyak waktu.

Maka atas dasar pengalaman dan perbandingan inilah kita pun jadi bertanya-tanya: sebenarnya apakah sistem transportasi kita ini sedang maju atau malah mundur?

Hans Panjaitan
Hans Panjaitan
Nama pena saya Hans, dan hobby saya tulis menulis, musik, dan olahraga ringan-ringan saja. Foto tahun 2011, sekarang aslinya sudah tuwir
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.