“Ingatlah wajah-wajah orang yang mengalami kemiskinan dan orang-orang yang tak berdaya yang telah kamu lihat, dan tanyakan pada dirimu sendiri langkah apa yang akan kamu ambil untuk mereka.” (Kutipan Mahatma Gandhi)
Ketika kita sibuk memasak shabu-shabu dengan panci khusus berisi kaldu di atas meja makan, sambil memutuskan untuk memakan sashimi atau sushi roll terlebih dahulu, pada waktu yang bersamaan di tempat yang berbeda terdapat orang yang menahan lapar, makan makanan seadanya, tak apa tak ada nutrisinya, yang penting perut mereka ada isinya.
Singkong dan Keju sebagai Potret Si Miskin dan Si Kaya
Singkong sering dianggap sebagai makanan kelas bawah sedangkan keju merupakan makanan bagi kelas atas, sehingga singkong menggambarkan orang miskin dan keju menggambarkan orang kaya.
Berdasarkan data dari Berita Resmi Statistik (Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2018) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, data pada bulan Maret 2018 menunjukan jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia sebanyak 25,95 juta orang (9,82%) dengan Gini Ratio sebesar 0,389.
Itu berarti, dari setiap 10 orang yang tergolong mampu di Indonesia, terdapat 1 orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi isu global maupun nasional yang bersifat kompleks dan terus dicari solusinya oleh pemerintah.
Bila masalah kemiskinan tidak diatasi dengan baik, kesenjangan sosial akan merajarela, jurang pemisah antara si kaya dan si miskin akan semakin mencolok. Tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur tidak akan tercapai.
Bila kita mencari tahu apa penyebab seseorang menjadi miskin, jawabannya bisa karena pendidikannya rendah, tidak memiliki skill yang cukup, tidak pandai menghasilkan uang, tidak pandai mengelola uang, sakit, kematian anggota keluarga penopang hidup, atau yang lainnya.
Kondisi kemiskinan tersebut mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan yang layak sehingga apabila seseorang dalam kondisi kemiskinan ini mempunyai anak, maka anak tersebut akan mewarisi kondisi kemiskinan seperti di atas, kemudian anak ini akan menikah dengan anak yang juga memiliki kondisi kemiskinan yang sama.
Karena orang miskin yang dinikahi orang kaya hanya ada di sinetron. Hasil dari pernikahan tersebut adalah juga seorang anak yang hidup dalam kondisi kemiskinan dan begitu seterusnya sehingga kehidupan mereka terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan (Vicious Circle of Proverty).
Memutus Visious Circle of Proverty dengan APBN
Teori Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of Proverty) yang dikemukalan oleh Ragnar Rurkse (1953) mengatakan siklus tersebut adalah serangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi secara sedemikian rupa sehingga menimbulkan keadaan dimana suatu Negara akan tetap miskin dan akan tetap mengalami banyak kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi. Untuk memutus lingkaran kemiskinan ini, penguatan peran Negara menjadi sangat penting. Peran tersebut diwujudkan dalam penyusunan strategi fiskal yang berkualitas.
APBN sebagai instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan Negara mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dengan tersusunnya strategi fiskal yang berkualitas dan tepat sasaran di dalam APBN, maka ketidakseimbangan kesempatan (inequality of opportunities) dapat dihapuskan dengan pengelolaan anggaran yang baik dalam program pendidikan seperti Indonesia Pintar dan bidik misi dan memberikan investasi lebih pada 1000 hari pertama kehidupan anak seperti program imunisasi dan vaksinasi.
Ketidakseimbangan kesempatan mendapatkan pekerjaan (unequal jobs) dapat dihapuskan dengan penyediaan anggaran untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan dan mendukung usaha UMKM. Kerentanan terhadap guncangan ekonomi (low resilience to shock) dapat dihindari dengan menyusun kebijakan keuangan untuk melindungi stabilitas harga kebutuhan pokok dan memperkuat sistem jaminan sosial seperti BPJS, dan menciptakan kebijakan anggaran pembangunan infrastruktur yang dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian Indonesia seperti pembangunan Jembatan Holtekamp di Papua yang dapat mempermudah akses transportasi.
Dengan demikian, pengelolaan APBN yang bijak dapat mengeluarkan masyarakat dari lingkaran setan kemiskinan dan menghapus proverty gap di Indonesia. Seperti halnya singkong dan keju, walaupun merupakan makanan berbeda kelas, jika digabungkan dapat menghasilkan kudapan lezat yang bernilai ekonomis lebih tinggi yaitu singkong keju.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita taat membayar pajak yang merupakan sumber pendapatan terbesar APBN dan juga terus mengawal pemanfaatan uang kita yaitu APBN agar terbebas dari praktik korupsi dan tepat sasaran dalam penggunaannya. Karena APBN adalah uang rakyat yang digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyat.