Lebih dari satu dasawarsa lamanya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berkuasa di negeri yahudi tersebut. Pemerintahan serta pengaruhnya yang kuat menjadikan Netanyahu menjadi Perdana Menteri dengan masa jabatan terlama.
Netanyahu terpilih sebagai perdana menteri Israel, dua kali pada masa yang berbeda. Untuk pertama kalinya pria kelahiran 21 oktober 1949 itu, terpilih sebagai perdana menteri pada usia yang relatif muda, 47 tahun, yaitu pada tahun 1996 hingga 1999. Kemudian, pada tahun 2009 Netanyahu terpilih kembali sebagai Perdana Menteri setelah sebelumnya berhasil merebut kursi ketua partai sayap kanan Israel, Likud, dan berkuasa hingga saat ini.
Perjalanan Karir Netanyahu bermula sejak ia bergabung menjadi anggota militer dan berhasil menyelesaikan beberapa misi yang ditugaskan kepadanya, salah satunya adalah misi menyelamatkan jet penumpang Sabena yang dibajak di bandara Tel-Aviv. Sementara dalam bidang politik, ia pernah menjabat berbagai jabatan publik dari duta besar hingga menteri dan perdana menteri.
Selama perjalanan karirnya, Netanyahu kerap kali tampisebagai penentang kebijakan-kebijakan yang dianggapnyamerugikan Israel dalam konteks perselisihan dengan Palestina. Bahkan saat ia menjabat sebagai perdana menteri, kebijakan-kebijakan yang ia keluarkan pun tidak sedikit yang merugikan Palestina.
Akhir Rezim Netanyahu
Namun, sepandai pandainya tupai melompat pasti akanterjatuh juga, termasuk Netanyahu, sepandai pandai iabermanuver pasti akan lengser juga. Setelah 15 tahun berkuasa, netanyahu akhirnya akan lengser juga, setelah kubu oposisi mendeklarasikan diri telah berhasil membentuk koalisi dan pemerintahan setelah Netanyahu gagal melakukannya (Reuters,2021).
Kubu oposisi yang dipimpin Yair Lapid berhasil menyatukan suara partai-partai kecil termasuk partai Raam yang merupakan partai Arab-Israel pimpinan politikus Muslim Israel Mansour Abbas. Namun tak kalah pentinya, Lapid juga mampu mengajak partai Yamina yang beraliran ultranasionalis untuk bergabung dengan kubu oposisi, setelah menyepakati kesepakatan rotasi kepemimpinan setelah 2 tahun.
Pimimpin partai Yamina yaitu Nafftali Bannett akan menjadi perdana menteri yang akan diusung oposisi jika mampu menggulingkan rezim Netanyahu. Baru setelah dua tahun kemudian kursi perdana menteri akan diberikan kepada Lapid.
Kegagalan Netanyahu mempertahankan pemerintahan salah satunya disebebkan karena menurunnya kepercayaan publik pasca investigasi kasus korupsi yang menimpanya. Berbagai upaya dan manuver dilakukan Netanyahu untuk menjaga public trust terhadap pemerintahannya. Salah satunya dengan melancarkan serangan membabi buta ke pemukiman warga palestina di Ghaza beberapa pekan lalu. Namun hingga saat ini persepsi publik tak kunjung membaik, ditambah semakin ruetnya permasalahan ekonomi Israel pasca diguncang pandemi Covid-19, membuat posisi Netanyahu kian terdesak.
Membaca Masa Depan Palestina
Perubahan politik dalam negeri Israel itu juga ikut berdampak terhadap situasi geopolitik kawasan timur tengah, termasuk terhadap perjuangan warga Palestina.
Kejatuhan Benjamin Netanyahu sebagai perdana menteri Israel setidaknya memberikan sedikit optimisme namun sekaligus pesimisme bagi warga Palestina. Netanyahu selama ini dikenal sebagai orang yang tidak menghendaki adanya kesepakatan perdamaian antara Palestina dengan Israel. Jika kita flashback ke masa ketika terjadi gerakan intifada 1 yang berakhir dengan disepakatinya perjanjian Oslo, Netanyahu adalah orang yang paling keras menolak kesepakatan tersebut, bahkan ia pernah memutuskan untuk mundur dari kursi menteri sebagai bentuk protes atas ditariknya pasukan Israel dari Ghaza.
Namun disisi lain, kesepakatan kubu oposisi untuk mengusung Naftali Bannet menjadi perdana menteri pengganti Netanyahu merupakan kabar buruk bagi masa depan Palestina. Pasalnya, mantan menteri pertahanan itu dikenal sebagai orang yang enggan mengakui keberadaan negara palestina. Bahkan ia pernah berkata bahwa “konflik (Israel-Palestina) tidak bisa diselesaikan tetapi harus di langgengkan.
Mantan Staff khusus Natanyahu itu malah pernah mengucapsumpah tidak akan menyerahkan satu sentimeter pun tanah Israel selama ia masih memiliki kekuasaan dan kendali. Melihat track record Bannet rasa-rasanya akan sulit tercipta perdamaian di tanah para nabi itu. Palestina bak keluar dari mulut buaya, tetapi mulut singa siap melahap.
Namun, selalu ada cahaya di ujung terowongan. Di tengah pesimisme itu, ada setitik harapan yang masih tersisa bagi perjuangan warga palestina untuk menjadi negeri yang berdaulat, yaitu bergabungnya partai Islam-Israel, Raam, dalam koalisi yang akan menggulingkan kekuasaan Netanyahu.
Sebagai partai Islam yang mayoritas anggota dan pemilihnya adalah warga Israel keturunan Palestina, kehadiran Raam diharapkan mampu mempengaruhi kebijakan pemerintahan baru nantinya. Dengan perbedaan jumlah kursi yang tipis antara kubu Netanyahu dengan oposisi, menempatkan partai Raam pada posisi yang sangat menentukan. Karena kebijakan politiknya akan mempengaruhi langgeng tidaknya pemerintahan yang akan dibentuk oposisi nantinya. Atas dasar bergaining position itulah, wajar jika kita menaruh asa terhadap partai pimpinan Mansoer Abbas itu, untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mewujudkan perdamaian di tanah Palestina.
Realitas politik tersebut merupakan variabel yang menentukan masa depan Palestina. Jika koalisi pimpinan yair lapid ini berjalan mulus dan partai Raam menjadikan isu palestina sebagai platform perjuangan politik mereka, maka tidak mustahil perdamaian yang dicita-citakan akan terwujud dan tentunya akan memberikan secercah harapan bagi perjuangan palestina untuk menjadi negara berdaulat. Namun jika tidak, maka episode-episode kekerasan terhadap warga sipil di Palestina akan terus berlanjut.