Rabu, November 20, 2024

Sejarah Djibouti sebagai Pangkalan Militer Negara Lain

Roni Arli
Roni Arli
Saya Roni Arli merupakan salah satu mahasiswa dari Universitas Teknologi Yogyakarta dari prodi Hubungan Internasional, dan salah satu anggota dari (LMND) Liga mahasiswa Nasional Demokrasi.
- Advertisement -

Djibouti secara resmi bernama Republik Djibouti (bahasa Prancis: République de Djibouti, bahasa Arab: جمهوريةجيبوتي), adalah sebuah negara yang terletak di Afrika Timur persisnya di Teluk Aden, pintu masuk Laut Tengah. Wilayah yang sekarang menjadi Djibouti telah dihuni oleh berbagai kelompok etnis selama ribuan tahun. Pada abad ke-7, wilayah ini diperintah oleh Kesultanan Adal yang berbasis di Somalia. Selama berabad-abad, Djibouti menjadi pusat perdagangan yang penting di wilayah tersebut. Banyak bangsa dan Kerajaan yang memiliki pengaruh di Djibouti.

Merdeka pada 27 Juni 1977. Dulu dikenal sebagai Tanah Somalia Prancis atau Afar dan Assa lalu berubah menjadi Djibouti. Bertetangga dengan Etiopia di selatan dan Somalia di tenggara. Republik Djibouti merdeka pada 27 Juni 1977.

Djibouti adalah pengganti Somaliland Prancis (kemudian disebut Teritori Prancis orang Afar dan Issas), yang diciptakan di paruh pertama akhir abad ke-19, Prancis mendirikan pos militer di Djibouti dan menjadikannya sebagai koloni. Prancis melihat Djibouti sebagai pelabuhan yang strategis di Teluk Aden dan sebagai pintu gerbang ke Afrika Timur.

Pada tahun 1946, Djibouti menjadi wilayah seberang laut Prancis dan diberikan status sebagai Territoire d’outre-mer (wilayah seberang laut). Pada tahun 1967, Djibouti diberikan otonomi dan kemudian menjadi Republik Djibouti pada tahun 1977 setelah mendapatkan kemerdekaan dari Prancis. Hukum dan peraturan perundang-undangan di Djibouti mengadopsi beberapa elemen hukum, yang terdiri dari undang-undang hukum Perancis (French civil law), hukum Syariah (hukum Islam) serta hukum adat suku bangsa Somalidan Afar.

Namun, sejarah Djibouti tercatat di puisi dan lagu penduduk nomadennya, terlacak balik ke ribuan tahun yang lalu saat orang Djibouti berdagang kulit dan rempah-rempah Mesir , India , dan Tiongkok kuno. Melalui kontak erat dengan semenanjung Arab selama lebih dari 1.000 tahun, suku-suku Somalia dan Afar di kawasan ini menjadi salah satu bangsa Afrika yang masuk Islam. Djibouti adalah negeri Muslim yang secara reguler serta dalam pertemuan Islam dan juga Arab.

Dengan lokasinya di Tanduk Afrika, Djibouti telah berkembang menjadi tempat penting dalam geopolitik dunia, terutama karena perannya sebagai pangkalan militer bagi banyak negara asing. Sejarah militer Djibouti bermula sebelum kolonialisme Prancis pada akhir abad ke-19.

Untuk menjaga jalur strategis menuju Terusan Suez, Prancis mendirikan pos militer di Djibouti pada tahun 1888. Lokasi Djibouti sangat strategis untuk pangkalan militer karena lokasinya yang unik di persimpangan antara Laut Merah dan Teluk Aden dan di tengah tiga benua. Selain Prancis, negara lain seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang juga membangun pangkalan militer mereka di Djibouti.

Adanya pangkalan-pangkalan ini tidak hanya disebabkan oleh kebutuhan untuk melindungi kepentingan kolonial atau keamanan nasional, tetapi juga sebagai respons terhadap ancaman regional seperti konflik di Somalia dan ketidakstabilan di sekitar Laut Merah.Meskipun pangkalan militer di Djibouti menawarkan keuntungan strategis bagi negara-negara tersebut, efeknya juga terasa di tingkat lokal. Djibouti telah mengalami banyak perubahan sosial dan ekonomi selain menjadi lokasi operasi militer.

Perubahan ini tidak hanya membawa pertanyaan dan kesulitan tentang kedaulatan dan konsekuensi lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru. Oleh karena itu, kehadiran pangkalan militer Djibouti memperkuat posisinya sebagai pusat perhatian di panggung global, menunjukkan keterlibatannya dalam geopolitik internasional sebagai gambaran dari dinamika yang kompleks dan bervariasi.

Peluang dan ancaman di wilayah Djibouti dan Laut Merah

Djibouti menjadi salah satu negara yang strategis dan menjadi sasaran banyak negara untuk melakukan kerjasama, strategisnya negara tersebut yang berada di Kawasan tanduk Afrika, berdekatan dengan Timur Tengah, dan menjadi pintu masuk untuk ke Laut Merah menjadi sebuah alasan Tiongkok untuk menamankan investasi.

- Advertisement -

Pelabuhan yang berada di Djibouti juga merupakan sebuah pintu masuk jalur perdagangan yang ada di Afrika khususnya Ethiopia. Hal ini disebabkan oleh wilayah negara itu tidak memiliki lautan sehingga antara Ethiopia dan Djibouti membangun konektivitas melalui jalan tol dan rel kereta untuk kepentingan ekonomi kedua negara tersebut.

Strategisnya letak Djibouti juga menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi negara itu dan para negara yang berinvestasi di sana, ancaman terdekat yang ada adalah perompakan dari Somalia dan ancaman terorisme yang berasal dari negara sekitarnya baik Afrika bahkan Timur Tengah.

Pada saat ini banyak negara-negara besar yang telah menaruh perhatian khusus kepada Djibouti dengan menempatkan pangkalan militernya di sana karena strategisnya letak Djibouti. Negara yang telah membangun pangkalan militer di Djibouti antara lain adalah Perancis dengan menempatkan prajuritnya di beberapa tempat, Amerika Serikat dengan Camp Lemoinner, Italia dengan Militare Nazionale di Suporto, Jepang dan yang paling baru adalah Tiongkok dengan People Liberation Army Support Base.

Pembangunan pangkalan militer Tiongkok di Djibouti tidak lepas dari kontroversi karena, Perancis melihat investasi Tiongkok sehingga dapat membangun pangkalan militer telah mengurangi kedaulatan negara Djibouti dan House of Representatve Amerika Serikat melihat bahwa pangkalan militer Tiongkok akan menjadi lebih banyak lagi di Afrika sehingga berpotensi menjadi ancaman.

Pemerintah Djibouti telah menganalisis beberapa pertimbangan segala pertimbangan dalam menerima tentara asing yang berasal dari negara-negara yang membawa kepentingan nasional mereka masing-masing. Kepentingan nasional negara yang membangun pangkalan akan memberikan dampak bagi Djibouti baik itu dampak positif maupun negatif, tetapi kemungkinan 80% Djibouti menerima dampak positifnya. Seperti yang kita ketahui dibalik ada kebijakan pemerintah pasti ada tujuannya.

Selama satu dekade terakhir, dan meskipun terdapat beberapa konflik antara rezim dan oposisi, Djibouti telah mengkonsolidasi stabilitas relatifnya di bawah pemerintahan Guelleh, yang berkuasa pada tahun 1999 dan terpilih kembali untuk masa jabatan keempat pada tahun 2016 Namun, terdapat 2 faktor dapat membahayakan stabilitas dan potensi ekonomi negara yang pertama adalah :

a. Ketidakstabilan di Ethiopia

Djibouti adalah pintu gerbang ke Ethiopia, negara dengan perekonomian yang dinamis namun terkurung daratan dengan 100 juta penduduk, dan nasib negara ini terkait langsung dengan negara tetangganya. Bentrokan antara komunitas Oromo dan Somalia, meningkatnya ketidaksetujuan masyarakat terhadap rezim, dan tanggapan keras pemerintah terhadap kritik publik dapat membahayakan “keajaiban ekonomi” Ethiopia dan melemahkan prospek pertumbuhan Djibouti.

b. Ancaman kedua terletak pada hubungan antara etnis Somalia (khususnya kelompok dominan Issa) dan Afar

Meskipun tidak mungkin terjadi selama periode pertumbuhan ekonomi dan reformasi politik, ketegangan antara kedua kelompok ini dapat muncul kembali ketika ekonomi memburuk atau meningkatnya represi negara.

Roni Arli
Roni Arli
Saya Roni Arli merupakan salah satu mahasiswa dari Universitas Teknologi Yogyakarta dari prodi Hubungan Internasional, dan salah satu anggota dari (LMND) Liga mahasiswa Nasional Demokrasi.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.