Rabu, April 17, 2024

Sebuah Prosa tentang Film “Che”

Harsa Permata
Harsa Permata
Alumni Filsafat Universitas Gadjah Mada, Dosen di berbagai universitas di Yogyakarta.

Dalam sebuah kontak senjata di hutan Bolivia, sekitar Desa La Higuera, Che Guevara yang terluka dan kehabisan peluru senapan, tetap melawan dengan pistol kecil yang dimilikinya.

Apa mau dikata, peluru pistol itu kemudian habis, dan Che ditangkap oleh Tentara Bolivia, yang dibantu CIA, lalu dibawalah ia ke sebuah gubuk.

Di sana ia diinterogasi. Walaupun demikian, gerilyawan revolusioner yang ideologis, seperti Che Guevara, tetap tak mau tunduk.

Sampai sang tentara interogator marah, setelah diludahi Che. Che marah karena si tentara interogator menarik jenggotnya, dan ingin mencukur jenggot dan kumis Che.

Kemudian Che ditinggal sendirian di dalam gubuk. Seorang Prajurit bernama Eduardo, datang. Dengan ramah, ia menawarkan rokok pada Che Guevara, setelah sebelumnya menyatakan sikap ketidaksetujuannya, pada perlakuan Tentara Bolivia, terhadap mayat-mayat gerilyawan kawan-kawan Che, yang diseret dan dilempar begitu saja seperti binatang. Lalu mulailah dialog itu.

Eduardo (Tentara Bolivia): “How is Cuba?” (Bagaimana Kuba?)

Che Guevara: “Cuba is progressing” (Kuba sedang bergerak maju)

Eduardo: “Do they have religion there?” (Apakah mereka punya agama di sana?)

Che Guevara: “Yes, there are religions” (Ya ada agama-agama)

Eduado: “I thought Communists didn’t believe in God” (Kupikir orang-orang komunis tak percaya Tuhan)

Che Guevara: “Well.., in Cuba there is no official religion, but many people believe in God” (Ya memang, di Kuba tak ada agama resmi, tetapi banyak orang yang percaya Tuhan)

Eduardo: “You don’t believe in anything?” (Kamu tak percaya pada apapun?)

Che: “Yes, I believe in mankind”, (Aku percaya pada umat manusia).

Si Tentara yang bernama Eduardo itu lalu ke luar gubuk, setelah Che meminta ia melepas ikatannya yang di tangan.

Berikutnya, seorang tentara yang berpangkat lebih tinggi, yang tak menyebutkan namanya, mengajak Che mengobrol.

Tentara Bolivia: “What made you think the Bolivians would be receptive to your ideas? We already had our revolution. Didn’t you hear about the land reform in 1952?” (Apa yang membuatmu berpikir, bahwa rakyat Bolivia akan menerima ide-idemu? Kami sudah selesai revolusi. Apakah kamu tak pernah mendengar tentang reformasi  agraria tahun 1952?)

Che Guevara: “Yes, and Barrientos sold out. Now you have a military dictatorship. Have you seen how your peasants live?” (Ya, dan Barrientos mengambil alih kekuasaan. Sekarang kalian di bawah dictator militer. Apakah kamu sudah melihat bagaimana kehidupan para petani penggarap/buruh tani?)

Tentara Bolivia: “If the peasants are so bad off, why did they turn you in?” (Jika kehidupan para buruh tani, sangat buruk, mengapa mereka menyerahkanmu untuk ditangkap?)

Che Guevara: “Maybe they believed your lies” (Mungkin mereka percaya kebohongan-kebohongan kalian)

Tentara Bolivia: “Or maybe, they never wanted you here” (Atau mungkin, mereka tak pernah menginginkanmu di sini)

Che Guevara: “Yes,maybe…, or maybe our failure will wake them up” (Ya, mungkin.., atau mungkin kegagalan kami akan membangunkan mereka)

Begitulah dua penggal dialog yang mengesankan itu. Che Guevara, sang revolusioner sejati, meninggalkan jabatan menteri yang didapatnya pasca revolusi Kuba.

Dia lebih memilih bergerilya di berbagai tempat, di Kongo, lalu Bolivia, yang menjadi tempat hidupnya berakhir.

Tiga butir peluru dari seorang prajurit tentara Bolivia, menghabisi nyawanya.

Jauh sekali kalau dibandingkan dengan para pejabat di sini.bAda yang minta jabatan jadi duta besar, di negara-negara yang aman, pasca direshufle dari jabatannya sebagai menteri.

Ada yang balik lagi menjadi ketua salah satu lembaga negara, setelah sebelumnya mengundurkan diri karena kasus tertentu.

Yang lebih memuakkan, adalah para mantan aktivis, yang sudah menikmati kekuasaan, ternyata mental-mentalnya tidak jauh beda dengan para pejabat era orde baru.

Dan penangkapan orang-orang, ternyata terjadi lagi. Mudah-mudahan tak disertai penculikan (lagi). Begitulah, Indonesia masih jauh. Entah kapan. Yang jelas, jalan revolusinya mungkin berbeda dengan Kuba. Kalau revolusi. Batam, Suatu Waktu

Harsa Permata
Harsa Permata
Alumni Filsafat Universitas Gadjah Mada, Dosen di berbagai universitas di Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.