Dalam sejarah panjang perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme, tokoh yang memperjuangkan keadilan rakyat dan melawan ketertindasan kelas salah satunya ialah Samin Soerosentiko. Di zaman Belanda, nama Samin sering kali muncul sebagai sosok yang nyeleneh, pembangkang, dan orang yang enggan membayar pajak. Namun dibalik fakta tersebut, gerakan Samin bukan hanya sekedar bentuk ketidakpatuhannya kepada sistem, justru ajaran Samin menawarkan jalan hidup alternatif sebuah filosofi hidup yang kaya akan makna. Sebagaimana hal ini diungkapkan dalam buku ” Dunia Samin ” Karya Bapak Soesilo Ananta Toer.
Buku ” Dunia Samin ” Merupakan karya dari Bapak Soesilo Ananta Toer yang merupakan adik kandung dari bapak legendaris sastra yakni Bapak Pramoedya Ananta Toer. Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1963 dan ditulis dengan rentang waktu lebih dari dua puluh tahun. Dalam penulisan buku ini, Soesilo Toer membaginya ke dalam tiga seri dari tiga zaman yang berbeda yakni buku Dunia Samin 1 ditulis sebelum bapak Soesilo Toer berangkat ke Uni Soviet pada tahun 1962 dengan nama buku Suka Duka Si Pandir. Kemudian Dunia Samin II ditulis ketika sang penulis, Soesilo Toer menempuh pendidikan di Uni Soviet. Sementara Dunia Samin III baru ditulis setelah sang penulis keluar dari penjara Orde Baru.
Tulisan yang penuh energik dan lelucon ini mampu menggugah pembaca terhadap gambaran ketimpangan sosial dan kerakusan ekonomi yang terjadi pada saat kolonial Belanda. Buku ini menggambarkan pemikiran dan perilaku Samin dalam menilai perjuangan dengan bentuk paling sederhana: menjadi manusia seutuhnya.
Kehadiran buku ini bukanlah untuk melecehkan, menghina bahkan merendahkan tokoh Samin dan para pengikutnya yang terkenal dengan sedulur Sikep, justru muatan dalam buku ini merehabilitasi nama Samin serta pengikutnya yang menurut sebagian kalangan masih dianggap sebagai penjahat, orang aneh, pemberontak, pengemplang pajak, blandong hutan dan sebagainya.
Dibalik realitas pahit tersebut, Saminisme merupakan ajaran yang patut di teladani oleh bangsa Indonesia, terutama soal pelestarian alam, kaum Samin selama ini adalah pelaku di garis depan dalam persoalan lingkungan hidup, karena mereka menganggap diri sebagai anak alam, demikian juga ajaran lain yang cenderung terhadap kearifan kearifan lokal.
Buku ini mengajak kita untuk berpikir ulang tentang arti “melawan”, tentang siapa yang sesungguhnya “terbelakang”, dan bagaimana nilai-nilai lokal bisa menjadi pondasi bagi peradaban yang lebih adil.
Kelebihan buku ini terletak pada pengalaman tokoh Samin terhadap kesederhanaan dalam kehidupannya dan kecerdasan akal pikiran. Selain itu keberanian bapak Soesilo Ananta Toer dalam mengangkat topik yang dianggap tabu oleh masyarakat, dibenci oleh oknum kekuasaan karena sikapnya yang enggan membayar pajak. Kekuatan buku ini mengangkat narasi yang cukup kuat dengan gaya kepenulisan humoris sehingga dapat dengan mudah dibaca dan dicerna oleh lintas generasi baik anak anak maupun orang dewasa.
Demikian, buku ini sangat penting dan wajib dibaca siapa saja yang peduli terhadap isu ketidakadilan sosial, pelestarian lingkungan hidup, dan nilai kesederhanaan. Karena makna isi dari buku Dunia Samin ini merupakan jendela ke dunia yang lebih tenang. Dan semua sudah termuat dengan gemblang dalam buku ini.
Melawan Ketidakadilan Kultural
Dari dulu hingga sekarang, ketidakadilan sering kali menyelimuti aspek sosial. Orang orang dikalangan menengah kebawah sering kali mengalami diskriminasi atau ketertindasan oleh pihak penguasa. Otoritarianisme semacam ini juga ditemui oleh Samin semasa hidup, salah satunya yang dilakukan oleh para tengkulak terhadap petani kecil di kendeng.
Ketidakdilan diwarnai oleh para tengkulak dengan menipu petani desa agar hasil padinya bisa dibeli ketika panen nanti, hal ini disebut dengan sistem ijon. Siasat yang dilakukan tengkulak sangat licik karena apabila hasil tanaman siap panen dan persediaan makan warga mulai menipis, maka tengkulak akan menjual sembakonya dengan harga yang sangat tinggi. Dari sistem tersebut para tengkulak akan memilki kekayaan yang melimpah. Hal ini menyebabkan segi ekonomi para warga yang mayoritas seorang petani mengalami kesulitan dan hidup sengsara.
Untuk melawan ketertindasan tersebut Samin melakukan negoisasi dan penyuluhan kesadaran terhadap para petani, dan para petanipun sepakat dengan tidak menjual padinya kepada tengkulak. Pemberantasan sistem ijon merupakan usaha Samin dan kawan kawan untuk melawan ketertindasan dan ketidakadilan sosial bagi petani kecil di desanya.
Petani yang sejak pagi sampai senja memeras keringat, berhujan hujan, tidak kebagian apa apa. Makin tahun mereka kian melarat. Mereka kehabisan harta benda disebabkan oleh jeratan para tengkulak, mereka juga kehabisan tenaga kalau tenaga pun sudah tidak punya, laku apalagi yang dapat mereka jual? Tidak ada. Apakah itu adil?. Buat menuntut keadilan itulah muncul Samin, Samin berhasil membangkitkan semangat kaum tani, ketidakadilan harus dibendung, kemiskinan harus diberantas! (Hal 65).
Mengedepankan Kepentingan Rakyat
Dari jasa jasanya selama ini yang membantu persoalan warga, Samin ditunjuk dan diberi kepercayaan untuk menjadi kepada desa. Bagi Samin menerima jabatan bukanlah berarti pengangkatan menjadi orang kaya baru. Menurutnya menerima tugas berarti menerima beban berat. Berbeda dengan orang orang dizaman sekarang yang memperalat jabatan demi harta kekayaan, tindakan korupsi semakin meraja lela, Disini Samin merupakan representatif demokartis yang sejati. Ia lebih mementingkan kehidupan rakyatnya daripada dirinya sendiri.
Bagaimana harus senang sendirian kalau disekitarnya orang orang bergulat dengan kemelaratan, berjuang buat sesuap nasi? Mereka harus dibebaskan dari kemelaratan, keadilan harus ditegakkan buat meraka, semua persoalan harus diselesaikan. Namun menyelesaikan semua persoalan itu tidak mudah, butuh waktu, butuh kerja dan perjuangan terus menerus. Barulah orang bisa bilang tentang kemuliaan. Kemuliaan semua orang ingin, namun sekarang… Ketika perut sebagian besar orang masih kosong, kemuliaan itu tidak ada artinya. (Hal 66)
Dari hal ini, ia merasa berkewajiban mengubah segala ketidakadilan yang terjadi di desanya. Pekerjaan Samin tidak seperti dulu lagi, kalau pekerjaannya di ladang telah selesai, Ia lanjutkan dengan berkeliling kampung, ia melihat lihat segala kekuarangan di kampung itu, sehingga setiap pulang ada saja yang mengganggu pikirannya, kekurangan dan keburukan kampung itu harus diatasi.
Demikian apa yang dilakukan oleh Samin perlahan lahan membuahkan hasil. Keadaan kampung lambat laun telah berubah. Makin lama kaum petani kian jarang yang mau menjual padi kepada kaum tengkulak. Warga lebih senang dengan menjualnya kepada koperasi desa yang dinilainya tidak merugikan sama sekali, karena koperasi selalu menjualnya dengan harga yang pantas. Dengan cara itulah kepincangan dan kekurangan kampung makin lama kian berkurang.
Tak sampai itu, persoalan tidak hanya tentang tengkulak, melainkan sengketa tanah kuburan yang sudah penuh. Permasalahan serius setiap ada kematian di kampung karena tidak ada lagi tempat untuk mayat yang hendak ditamankan. Untuk mengatasi hal ini Samin menyerahkan sebagian tanahnya di pinggir desa. Sebagai ganti ia menerima tanah di perkarangan lain.
Tindakan seperi itu yang seharusnya patut dicontoh dan diapresiasi sebagai pejabat desa. Sama sekali Samin tidak memperdulikan kepentingan dirinya bahkan sepenuhnya lakukan demi kemaslahatan rakyat. Sangat sedikit dizaman sekarang menemukan pejabat yang tidak haus kekuasaan seperti Samin.
Dengan hadirnya berbagai konflik tersebut, membuat kisah Samin semakin menarik, dari sana kita juga mendapatkan sisi kebijaksanaan Samin dalam menghadapi permasalahan desa. Bahkan beberapa kutipan perkataan Samin yang patut kita renungkan dan relevan dengan kehidupan sekarang.
Aku selalu dengar orang rapat, baca koran di tembok pasar, dan mendengar dari pembicaraan orang-orang yang telah tinggi pengetahuannya yang menginginkan kehidupan kaum tani dan kaum buruh diperbaiki. Jangan Cuma jadi kelas yang ditunggangi sejak lahir sampai mati. Itulah perlunya persatuan. Perlu organisasi.” (hlm 95)
Membaca karya Dunia Samin dapat mengispirasi kita untuk menjadi seseorang yang mau berubah lebih baik dan maju. Selain itu ajaran Samin juga memberikan pelajaran moral dan bermakna dari sebuah kehidupan.
Judul : Dunia Samin
Penulis : Soesilo Toer
penerbit : Pataba Press
Cetakan : ketiga
Tahun Terbit : 2018
Tempat Terbit : Yogyakarta
ISBN : 978-602-73893-3-5
Tebal : xxvi + 290 halaman
Ukuran : 14 x 21 cm