Sabtu, April 20, 2024

Sains: Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan

Ghaniey Arrasyid
Ghaniey Arrasyid
M Ghaniey Al Rasyid | Penulis Lepas dan Pengkliping yang tinggal di Surakarta.

Sejarah umat manusia penuh dengan benturan. Pertumpahan darah hingga pengembangan sains menjadi ujung tombak umat manusia mengulasi beberapa rahasia dunia terkadang merenggut peradaban manusia. Tak pelak, segala bentuk usaha tenaga menguras rasionalitas,modal hingga martabat untuk menancapkan bendera sebagai tanda kekuasaan.

Perpaduan antara kekuasaan dan pengetahuan, menciptakan sebuah kolaborasi unik, sehingga terpadu gerakankeselarasan antar kedua aspek tersebut. Francis Bacon (1620), dalambukunya The New Instrument, menyatakan bahwasannya pengetahuan adalah kuasa.

Lebih jauh lagi, pergulatan pemikiran umat manusia menumbuhkan manusia berkembang lebih cepat. Berbuku-bukupertanyaan menjadi kumpulan gagasan dari rasa ingin tahu umat manusia. Sampai hari ini, terus berjalan, dan mengalami rekonstruksi tak pernah berhenti.

Penaklukan menjadi sebuah kunciuntuk memuaskan rasa ingin tahu dalam diri mereka. Penjelajahan antar pulau,pembuktiaan isi bumi, hingga pertarungan antar imperium untuk berhadapan, agar membuktikan, siapakah yang paling kuat, dianatara penguasa tengah bersaing.

Penyampaian Bacon mampu mempengaruhi sub sektor  baik dari hulu hingga hilir ruang hidup manusia.Beberapa imperium kekuasaan, memahaminya sebagai sebuah peluang untukmelakukakn praktik-praktik imperialisme dengan menyumbangkan modal danbalatentara untuk kebutuhan penelitian sebagai pasokan sumber pengetahuan.

Hal tersebut dibuktikan dengan penjelajahan bangsa Eropa untuk melaksanakan ekspedisi, di beberapa titikdunia. Tokoh-tokoh seperti Vasco da Gama, Amerigo Vespuci dan Copernicuss,bertarung dengan kerasnya ombang-ambing lautan untuk memuaskan rasa ingin tahuyang berlanjut pada penaklukan untuk pengetahuan.

Tak hanya itu, di sektor benua Asia, tokoh seperti Laksaman Cheng Ho pun, memerintah serdadunya untuk bisaberlayar kebeberapa pulau, seperti Indonesia, India, hingga benua Afrika.Manusia terus melakukan proses internalisasi untuk menyingkap sejarah dunia.Pengetahuan pun jadi pemantik penemuan dan pencapaian umat manusia sampai hariini.

Menterengnya bangsa eropa padaabad ke-18, diperkuat oleh hubungan antara kumpulan militer, industri sains dankeajaiban teknologi. Bila saja dibandingkan oleh pendudukan Australia dan Afrikapada waktu itu, komponen kekuatan seperti bedil dan kompas, langkah bangsaEropa lebih cepat dibandingkan mereka.

Bahkan ketika terbunuhnya Frans Ferdinand di awal abad ke 19, memantik sebuah pertumpahan darah hebat dengandiawali showing of power. Perang dan kehancuran tidak bisadihindarkan. Teknologi yang terus berkembang untuk tujuan kekuasaan menjadibasis benting kepercayaan umat manusia memperjuangkan kebebasan dan kebanggaangolongan.

Begitu juga, ketika Nazi German tertekan oleh serangan bangsa Rusia dan serangan udara inggris, ketika perangdunia ke-2 berhelat. Harapan pada pengetahuan menjadi peranan penting Nazi German untuk percaya pada sebuah teknologi agar dapat memenangkan perang, akantetapi tak kuat menandingi teknologi para lawan-lawannya.

Sains dan Pertumpahan darah

Berakhirnya perang dunia ke-2, muncul kekuatan besar sebagai pemenangan perang untuk mempengaruhi negara di pelosok dunia. Pertarungan dua ideologi telah melebur dengan ditandani oleh runtuhnya dominasi komunis di dunia dengan pertanda kebijakan Glassnot dan Perestoricka dari Gorbachev.

Sebelum itu, ada sebuah perhelatan menarik berkaitan dengan teknologi dan penguasaan. Ekspedisi luar angkasa terlebih dahulu di gagas oleh Uni Soviet. Hal tersebut ditanggapi oleh Amerika secara ambisius dan melahirkan space race antara bangsa Uni Soviet dengan Amerika untuk mempengaruhi dan bargaining dengan bangsa-basngsa lain di Asia atas teknologi dan pengetahuan mereka.

Pengembangan dan pemberdayaan untuk sains dan teknologi, terus dikebut. Kebutuhan militer pun tak luput dari pengaruh sains dan teknologi. Penemuan baru itu membuat para mayor dan jenderal tersenyum untuk bisa –minimal- dipamerkan ke negara lain, sebagai sebuah tanda kekuatan.

Tak hanya itu, perlombaan senjata mutakhir demi kebutuhan pertahanan dan keamanan negara tak bisa jauh dari pengaruh sains dan teknologi. Para pemikir di berikan ruang untuk mencurahkan apa yang ada dalam pikrian mereka, untuk dijadikan pengembangan bagi kekuatan bangsanya.

Openheimer mengucapkan kata maaf kala, hasil buah pikirannya ternyata membumi hanguskan Nagasaki dan Hiroshima. Kata maaf itu, nampaknya tak membuat jera, kala penelitian baru mengenai benturan antar peradaban dipaksa agar masyarakat waspada dan melengkapi kemponen militer mereka untuk bertarung dan resiko terjadi pertumpahan darah.

Tokoh sekaliber Amartya Sen, melalui tulisannya begitu menohok, menganggap benturan peradaban bersifat soliter dan solipsis. Pengaruh pemikiran secara soliter dan solipisis ini menjadikan kejumudan, dan beresiko kepada pemahaman tunggal atas warga dunia. Nada sumbang atas rasial tertentu dibenturkan, ketika pemahaman soliter dan solipsis ini, subur tanpa ada penelaahan secara lebih dalam.

Namun, perkiraan Samuel P. Huntington itu, nampaknya diamini oleh beberapa negara. Segala bentuk tuduhan negatif dilontarkan dengan dalih dapat mempengaruhi kestabilan kelompok mereka. Persekongkolan antar negara dibentuk, menciptakan oase perang dingin baru dengan lirik-lirikan negatif beresiko bagi kestabilan global.

Perang Dingin Baru

Baru-baru ini dua poros telah terberntuk, untuk kepentingan minilateral dari beberapa negara yang telah menjadi mitra mereka. AUKUS dan QUAD, keduanya bergerakan dalam kerja sama bidang militer. Gebrakan untuk bisa bekerja sama mendatangakan kapal selam bertenaga nuklir itu, membuat ketar-ketar beberapa negara.

Indo-pasifik terus memanas. Tiongkok memperebutkan kawasan tersebut sebagai klaim peninggalan dari nenek moyang mereka. Kehebatan Tiongkok secara penguasaan teknologi dan output sumber dayanya tidak bisa dianggap remeh. Kekuatan militer dan bahkan beberapa kali di informasikan menciptakan alat bantu kebutuhan perang, dengan daya rusak lumayan membuat negara sebelah gigit jari.

Teknologi senjata adalah jati diri negara untuk bersanding dan berhadapan dengan negara-negara lain. Melalui kemampuan memperdayakan para saintis, teknologi senjata untuk kebutuhan militer akan berkembang begitu masif, dari konvensional menjadi terbarukan. Rudal Hipersonik misalnya, buatan Tiongkok yang membuat Amerika Serikat menggigit dagunya.

Nubuat Frankenstein pernah dikutip oleh Yuval Noah Harari dalam Sapiens-nya, kala seorang ilmuwan menciptakan makhluk buatan lepas kendali dan beresiko menimbulkan sebuah kekacauan. Rasio manusia akan terus mengasah rasa ingin tahunya itu, dan terus berkembang sampai menghantam batas diri mereka.

Quingley(1961) menyampaikan bahwasannya peradaban akan tumbuh dikarenakan oleh sebuahekspansi melalui aspek militeristik, agama dan politik. Pergulatan di Indo Pasifik itu, jadi sebuah pertanda mengenai perjumpaan dan persaingan kekuatan militer untuk bisa menguasai satu dengan lainnya. Begitulah Carl Sagan memberi judul bukunya “Sains Penerang Kegelapan,” yang seharusnya dibubuhi tanda tanya. Sekian.

Ghaniey Arrasyid
Ghaniey Arrasyid
M Ghaniey Al Rasyid | Penulis Lepas dan Pengkliping yang tinggal di Surakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.