Di tengah kesibukan dunia ini, mendapatkan penghasilan tanpa harus secara aktif mengerjakan sesuatu adalah cita-cita banyak orang. Tingginya pengetahuan tentang literasi finansial dan pentingnya passive income membawa trend baru bagi Masyarakat 5.0 untuk berjaga-jaga membeli aset aktif sebagai pegangan masa depan melalui investasi pada instrumen-instrumen keuangan.
Berkembangnya teknologi yang juga memudahkan jual-beli instrumen keuangan, termasuk saham melalui aplikasi-aplikasi investasi, seperti IPOT, Bibit, Stockbit, dan marketplace lainnya membawa kemudahan bagi generasi sekarang dalam meraih financial freedom-nya. Namun, banyak dari mereka yang belum bisa membedakan apakah asetnya diklasifikasikan sebagai Surat Berharga atau Surat yang Berharga. Lantas, bagaimana cara membedakannya?
Saham dapat dikatakan surat berharga karena bernilai ekonomis sehingga dapat dijadikan alat pembayaran, namun dikatakan surat berharga apabila dapat memenuhi unsur “mudah ditransaksikan”.
Sebab, didasarkan pada Uniform Commercial Code (UCC) Article 3-104, surat saham tertulis, ditandatangani oleh penerbit saham, berisi perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, tanpa syarat, dapat diuangkan, dibayar dengan jumlah tertentu, dapat dibayarkan berdasarkan permintaan karena tidak ada tenggat waktu kapan harus dicairkan, dan dibayarkan atas perintah penerima atau pembawa (Agus Sardjono, 2016: 137).
Namun, Penulis berpendapat bahwa hanya saham di bursa efek atau pasar modal saja, baik yang melalui aplikasi maupun tidak, yang yang dapat dikatakan sebagai surat berharga karena dapat terjual dengan bebas dan mudah peralihannya. Dalam hal menerapkan pendapat itu di Indonesia, kita harus memperhatikan kembali ketentuan dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) dalam membuktikan bahwa saham yang dimaksud sebagai surat berharga adalah saham yang berlaku dalam bentuk Perseroan Terbatas (“PT”) yang seperti apa.
Saham merupakan sertifikat tanda bukti kepemilikan sebagian modal atau aset dari suatu perusahaan (Tim Redaksi, 2022). Ketika saham diperjualbelikan, saham menjadi dokumen yang harus lekat dan tunduk pada syarat-syarat sah perjanjian karena adanya kebutuhan untuk membuat dokumen, yaitu akta jual-beli (Lize Maydner, 2021: 10).
Dengan itu, timbul hak dan kewajiban bagi perusahaan dan juga pembeli saham, terutama hak-hak para pemegang saham, seperti memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), mendapat dividen, dan hak lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ketika saham dibeli, sejatinya terdapat peralihan hak kepada pembeli atau pemegang saham, berlaku pula hak dan kewajiban dari perusahaan sebagai akibat dibelinya saham tersebut (Agus Riyanto, 2018). Maka dari itu, selain diperjanjikan, saham juga memenuhi unsur pembawa hak karena terdapat hak-hak yang melekat pada surat berharga saham itu.
Selanjutnya, saham sejatinya memang memiliki nilai seharga uang yang sering digunakan untuk kepentingan perdagangan, penagihan, pembayaran, dan penjaminan. Dengan itu, saham memenuhi unsur bernilai ekonomis karena merupakan alat pembayaran yang strategis.
Sebab, dengan adanya saham, transaksi menjadi lebih mudah, terutama bagi kepentingan tertentu yang membutuhkan uang dengan jumlah yang banyak. Selain itu, perhitungan nilai saham juga dipengaruhi oleh permintaan pasar dan juga ditentukan oleh pendapatan dari perusahaan itu sendiri (Eliza, 2013: 32). Saham juga telah diakui dan dilindungi keberadaannya sebagai suatu dokumen yang bernilai seharga uang yang diperjualbelikan di bursa efek sebagaimana tercantum dalam UU Pasar Modal.
Namun, tidak semua saham dapat dikatakan surat berharga karena terdapat saham yang sulit ditransaksikan, seperti halnya sertifikat saham atas nama. Adapun saham dapat dikategorikan sebagai surat berharga komersial karena perdagangan saham dewasa ini sangat mudah dengan adanya bursa efek yang dapat dialihkan secara elektronik dan tanpa kontak fisik (Savitri Islamiana Putri, 2023: 1490).
Oleh karena PT Terbuka diharuskan melakukan penawaran umum atas sahamnya kepada publik, terdapat kemungkinan yang sangat besar PT tersebut mendaftarkan sahamnya di bursa efek. Sementara, pada PT Tertutup, saham tidak ditawarkan kepada publik dan hanya saham atas nama sehingga transaksi sertifikat saham sangatlah sulit dan harus mengikuti tahapan-tahapan dalam ketentuan UUPT, salah satunya persetujuan RUPS sebagaimana tercantum dalam Pasal 57 ayat (1) huruf b UUPT (Bizlaw, 2021).
Maka dari itu, saham atas nama milik PT Tertutup yang ditawarkan di luar bursa efek termasuk ke dalam surat yang berharga karena peralihannya harus melalui cessie atau pengalihan hak atas kebendaan atas nama yang sesuai pada akta notaris. Sementara, saham yang diklasifikasikan sebagai surat berharga barulah saham yang ditawarkan secara bebas di bursa efek.
Kendati demikian, apabila kita melihat kembali pada aturan Pasal 48 UU PT, saham harus dituliskan atas nama pemiliknya dan PT dilarang untuk mengeluarkan saham atas tunjuk. Sementara, syarat formil dari surat berharga adalah peralihannya mudah yang ditandai dengan dituliskannya klausul atas pembawa ataupun atas tunjuk/perintah. Hal ini menunjukan bahwa sejatinya saham secara konsep dapat diklasifikasikan sebagai surat berharga, apabila negara mengaminkan konsep tersebut dalam aturannya.
Sayangnya, UU PT Indonesia menyatakan bahwa saham tidak dapat dituliskan klausul atas tunjuk yang mana membawa asumsi bahwa aturan yang serupa juga berlaku pada klausu atas pembawa. Walaupun keberadaan bursa efek memudahkan peralihan saham, saham di Indonesia tidak semata-mata dapat dikatakan sebagai surat berharga dalam konteks ini. Sebab, terdapat aturan yang memang melarangnya terjadi.
DAFTAR PUSTAKA:
Sardjono, Agus. et al. Pengantar Hukum Dagang. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Tim Redaksi. “Mengenal Apa Itu Saham, Jenis, Keuntungan dan Cara Membelinya.” CNBC Indonesia, 16 March 2022. Dapat diakses pada https://www.cnbcindonesia.com/mymoney/20220316113956-72-323220/mengenal-apa-itu-saham-jenis-keuntungan-dan-cara-membelinya. Diakses pada 5 November 2023.
Maydner, Lize. “Ketidakabsahan Pemindahan Hak atas Saham Akibat Transaksi Menggunakan Cek Kosong (Studi Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Register Pdt Register Perkara Nomor 51/PD a Nomor 51/PDT/2019/PT T/2019/PT.DKI.).” Indonesian Notary Vol. 3, No. 29 (2021).
Riyanto, Agus. “Hak-Hak Pemegang Saham di Indonesia.” Binus University, 17 Februari 2018. Dapat diakses pada https://business-law.binus.ac.id/2018/02/17/. Diakses pada 5 September 2023.
Eliza. “Hubungan Nilai Intrinsik Suatu Saham Terhadap Harga Pasar Saham Tersebut.” Jurnal Ekonomi Vol. 4, No. 1 (2013).
Putri, Savitri Islamiana. “Tinjauan Resi Gudang Sebagai Lembaga Jaminan.” Dharmasisya Jurnal Program Magister Hukum FHUI Vol. 2, No. 33 (2023).
Bizlaw. “Jual Beli Saham Perusahaan.” Bizlaw.com, 14 Juli 2021. Dapat diakses pada https://bizlaw.co.id/jual-beli-saham-perusahaan/. Diakses pada 5 September 2023.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas