Selasa, Mei 14, 2024

Sacred Communication Space Nelayan di Pulau Tifure

Sellon Salakory
Sellon Salakory
(Seorang Pendeta, Pegiat Sosial, Budaya dan Agama).

Eksistensi kebebasan laut

Laut memiliki eksistensi sendiri sebagai bagian dari ciptaan Allah. Kierkegaard dalam Gardiner menurutnya, eksistensi adalah proses yang dinamis, menjadi, atau mengada. Hal ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, exsistere berarti keluar dari, melampaui atau mengatasi (Gardiner, 1988).

Laut memiliki jiwa yang membuatnya hidup, sebagaimana menurut pandangan eksistensi berarti laut pun memiliki waktu untuk bertindak dinamis, tidak selamanya laut itu tenang, ada waktu dimana laut melampaui manusia. Dalam konteks kehidupan masyarakat pulau Tifure, laut menjadi tempat mata pencaharian, para nelayan di Pulau Tifure seringkali merasakan eksistensi laut yang dashyat. Beberapa pengalaman para nelayan pulau Tifure yang mengalami kecelakaan di Laut ketika sedang pergi mangael (memancing).

Menurut Singgih dalam Apituley laut bukanlah ciptaan Allah, karena laut secara fundamental tidak dapat di kendalikan apabila sedang melampaui batas, namun dari pemikiran ini dapat dilihat bahwa laut bukan tidak dapat dikendalikan, melainkan laut pun diberikan kehendak bebas oleh pencipta yaitu Allah.

Dalam kisah Alkitab ketika Yesus bersama para murid dirinya mampu menenangkan badai, bahkan Ia dapat berjalan diatas air laut. Kisah Alkitab tentang fenomena Yesus tersebut menunjukan bahwa laut mengenal penciptanya, dan Ia berkuasa atas ciptaan-Nya. Laut diberikan kebebasan seperti manusia, sebab sang pencipta maha pengasih yang inklusif, Ia memberikan kesempatan untuk ciptaanya mempertahankan hidup.

Mempertahankan hidup disini, dapat dilihat bahwa laut seringkali mendapat tindakan diskriminatif sebagai cipataan Allah, tindakan tersebut dilakukan oleh sesama ciptaan yaitu manusia, sehingga ketika laut melampaui diri-Nya, itulah kehendak dari Allah supaya memfilterisasi “Human Crime”. Sekaligus laut dapat memberi kesempatan kepada makhluk hidup lain (ikan dan terumbu karang) yang bergantung kepada-Nya untuk recovery.

Kejahatan manusia (Human Crime) antaralain isu yang menjadi perhatian, misalnya di pesisir dilakukan penggalian pasir dan kerikil yang mengakibatkan abrasi. Isu kejahatan manusia terhadap laut secara nasional sering terjadi terdapat beberapa wilayah di Indonesia, pengeboman ikan sehingga pemerintah Indonesia mengatur penegakan hukum dengan meledakkan atau menenggelamkan kapal yang tertangkap mencuri ikan. Aturan ini tertuang dalam Pasal 69 UU Nomor 45 Tahun 2009.

Sacred Communication Space Nelayan di Pulau Tifure

Sacred Communication Space ialah ruang sakral, dimana hanya aku/kamu (id) dan sang ilahi (other) saling berkomunikasi (sakral). Space sendiri berasal dari bahasa inggris artinya tempat atau ruang, tempat yang secara indrawi dapat dipandang dengan kasat mata seperti ruang ibadah dan lain-lain. Konsep Sacred Communication secara teologi terimplementasi dalam doa.

Ketika melakukan ritual doa, membutuhkan 1. tempat (space), 2. sikap doa, bahasa dan lain-lain, agar tindakan sakral tersebut aktif. Sacred Communication Space terdapat interaksi simbolik, “tubuh atau kedagingan dan jiwa yang ilahi” dengan sang ilahi. Dapat dilihat bahwa tubuh atau kedagingan menjadi tempat (space), supaya komunikasi itu menjadi sakral.

Seyogianya Sacred Communication Space memerlukan tempat yang utuh secara teologis dan sosiologis, karena komunikasi ini dilakukan antara aku/kamu (id) dengan Sang Ilahi (other). Maka dalam melakukan sacred communication space “hati menjadi ruang” untuk berkomunikasi bersama sang ilahi, sehingga kehidupan secara “pribadi” menjadi tempat prioritas.

Tingkat komunikasi dengan Sang iIahi bukan hanya sekedar bahasa dan tutur kata yang indah, namun yang utama yaitu hati yang tulus. Komunikasi ini tidak seperti berpidato, puisi dan lain-lain, melainkan membawa pergumulan hidup aku/kamu (id) dengan Sang Ilahi (other). Sang Ilahi ialah sosok yang memiliki kemampuan tinggi, Ia Mahatau, sehingga diri dan hati harus bersih sebelum berkomunikasi denganNya.

Seperti dalam bukunya Eliade tentang sakral dan profan, yang menceritakan budaya orang skandinavia yang berpindah tempat, untuk membangun satu wilayah tinggal baru, kelompok itu harus membersihkan wilayah yang baru supaya menjadi bersih (sakral) untuk di tempati (Eliade, 1959).

Begitupun sacred communication space, tubuh dan hati menjadi tempat yang harus bersih sebelum menjadi tempat untuk roh kudus tempati. Konsep ini dibangun ketika melaksanakan pendampingan pastoral dengan sekelompok nelayan di Pulau Tifure. dinamika nelayan Tifure ketika berada dilaut yaitu cuaca yang tidak menentu, sehingga banyak sekali kejadian beberapa nelayan lokal yang hanyut ketika berada di tengah laut.

Nelayan Tifure percaya bahwa ketika hendak pergi melaut, maka kehidupan keluarga harus rukun dan tidak selisih paham antarsesama tim nelayan. Seringkali problem yang dihadapi para nelayan yaitu pertengkaran bersama istri, tetangga dan orang tua. Dalam pandangan masyarakat ketika mereka bermasalah didalam keluarga, maka ketika mencari dilaut hasil tidak memuaskan.

“Perspektif ini menunjukan bahwa laut itu akan menjadi sakral, serta dibawah kendali manusia untuk mengelola hasil, ketika dirinya bersih dihadapan sang ilahi. Sebab laut secara teologi memiliki eksistensinya sendiri karena bagian dari ciptaan sang ilahi.” 

Dapat dilihat bahwa laut memiliki kehidupan sama seperti manusia, pandangan Durkheim (Durkheim, 2016)  tentang jiwa, menurutnya tanah, laut, pohon memiliki jiwa yang membuat mereka hidup. Misalnya tanah menumbuhkan pohon, laut terdapat begitu banyak spesies hewan, pohon dapat berbuah.

Berdasarkan pandangan Durkheim ini maka dapat dilihat semua ciptaan Allah memiliki kehidupan. Kejadian 1 manusia diberikan tanggung jawab untuk mengelola ciptaan, ikan dilaut dapat ditangkap untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Pengalaman nelayan Tifure yang dalam kehidupan mereka menjadikan laut tempat menggantungkan hidup. Pendapatan ekonomi bergantung pada hasil tangkapan mereka, sehingga apabila cuaca yang buruk mereka tidak bekerja di laut. Cuaca yang buruk di laut, dapat dilihat sebagai waktu recovery laut berdasarkan eksistensi dari Allah.

Sellon Salakory
Sellon Salakory
(Seorang Pendeta, Pegiat Sosial, Budaya dan Agama).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.