Minggu, November 24, 2024

Resesi Versus Konsumsi Kelas Menengah

Mukhammad Haykal Shokat Ali
Mukhammad Haykal Shokat Ali
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Jember Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia
- Advertisement -

Menjelang akhir kuartal III (Q3) 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum menunjukkan akan lepas dari posisi minus. Hal tersebut bahkan telah diprediksi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Agustus 2020 bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 0% hingga minus 2%.

Prediksi senada juga disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terkontraksi sebesar 2%. Prediksi kontraksi pertumbuhan ekonomi kuartal III tersebut disebabkan faktor-faktor pendukung pertumbuhan ekonomi masih belum pulih akibat penyebaran Pandemi COVID-19.

Apabila prediksi tersebut benar terjadi dimana akhir kuartal III perekonomian Indonesia suidah tidak lama lagi, maka Indonesia telah sah jatuh dalam jurang resesi. Hal tersebut disebabkan perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan minus sebanyak 2 kuartal atau lebih dalam 1 tahun.

Berdasarkan keadaan tersebut, Menteri Keuangan telah merevisi outlook perekonomian Indonesia tahun 2020 dari semula minus 0,4% hingga 2,3% menjadi minus 1,1% hingga 0,2%. Beberapa lembaga Internasional juga melakukan revisi terhadap prediksi perekonomian Indonesia seperti Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) atau ADB melakukan revisi dari 2,5% menjadi minus 1%. Kemudian Internatinal Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,5% direvisi menjadi minus 0,3%.

Penopang 

Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga Indonesia menyumbang 57,85% dari PDB dimana di dominasi oleh masyarakat kelas menengah.

Menurut Bank Dunia, kelas masyarakat Indonesia diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu masyarakat miskin, rentan, menuju menengah, menengah, dan atas. Menurut data Bank Dunia pada tahun 2016, jumlah masing-masing populasinya adalah miskin sebesar 11%, rentan sebesar 24%, menuju menengah sebesar 44,5%, menengah sebesar 20%, dan atas sebesar 0,5%.

Seturut dengan data tersebut, Bank Dunia menyampaikan bahwa penduduk kelas menuju menengah dan kelas menengah yang paling mendominasi perekonomian Indonesia disebabkan jumlahnya paling besar sehingga memiliki tingkat konsumsi paling tinggi. Jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia menurut Kementerian Keuangan pada tahun 2019 sebesar 50 juta penduduk sedangkan masyarakat menuju menengah sebesar 120 juta penduduk.

Dengan kisaran pengeluaran sebesar Rp 532.000 hingga Rp 1.200.000 per bulan untuk kelas menuju menengah dan Rp 1.200.000 hingga Rp 6.000.000 per bulan untuk kelas menengah, dominasi kedua kelas masyarakat tersebut menyumbang hingga 47% konsumsi rumah tangga nasional. Jumlah tersebut bahkan melampaui jumlah ketiga kelas masyarakat lainya apabila disatukan.

Namun, dengan besarnya kontribusi kedua kelas masyarakat tersebut terhadap konsumsi rumah tangga nasional, Indonesia masih tetap berada dalam ancaman resesi yang salah satunya disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga nasional mengalami minus 5,51% terhadap tahun sebelumnya (year on year).

Hal tersebut dikarenakan masyarakat dalam kedua kelas tersebut lebih memperhitungkan pengeluaran dalam situasi ekonomi yang tidak pasti di masa Pandemi. Sedangkan agar negara dapat mengalami pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga sebagai salah satu penyumbang PDB perlu lebih di tingkatkan.

- Advertisement -

Perubahan Pola Konsumsi 

Pola konsumsi masyarakat kelas menuju menengah dan kelas menengah menjadi penyumbang terbesar terhadap konsumsi rumah tangga nasional disebabkan oleh kemampuan daya beli dan jumlah populasinya yang besar. Kemampuan membeli kebutuhan sekunder dan tersier jika terakumulasi tidak dapat dipenuhi oleh kelas masyarakat di bawahnya.

Namun pada masa Pandemi ini, menurut Indeks Pembelian Barang Tahan Lama Bank Indonesia, terjadi penurunan yang cukup dalam yaitu sebesar 69,24% pada bulan Agustus 2020. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketidakpastian pendapatan/penghasilan, potensi pemutusan hubungan kerja, dan peningkatan tabungan.

Ketidakpastian terhadap penghasilan disebabkan situasi pandemi yang masih belum tampak akan berakhir. Masyarakat dalam kedua kelas tersebut dalam situasi ini mengkhawatirkan penghasilan yang dapat berkurang atau bahkan hilang sewaktu-waktu akibat terjadi gelombang PHK pada berbagai sektor pekerjaan.

Alih-alih membelanjakan penghasilan kepada barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier, masyarakat pada kedua kelas tersebut menngunakan daya belinya untuk memenuhi kebutuhan primernya. Kekhawatiran akan PHK dapat menimpa, didorong oleh realitas PHK yang telah terjadi selama penyebaran Pandemi. Pengurangan pegawai yang dilakukan oleh berbagai sektor pekerjaan melahirkan PHK dalam jumlah yang tidak kecil.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, pada tiga bulan pertama penyebaran Pandemi COVID-19 di Indonesia (Maret 2020) telah terjadi gelombang PHK dan pegawai yang di rumahkan sebesar 3.000.000 pekerja. Data tersebut diperkuat oleh pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bahwa angka pengangguran selama Pandemi telah mencapai 7.000.000 pekerja yang membuat angka pengangguran total menjadi 16.500.000 orang.

Atas keadaan yang terjadi tersebut, masyarakat dalam kedua kelas tersebut menjadi lebih cenderung untuk mengelola keuanganya untuk kebutuhan yang bersifat pokok dan kemudian menyimpan lainya. Kebiasaan menabung oleh masyarakat tersebut menjadi meningkat seiring dengan ketidakpastian waktu berakhirnya penyebaran Pandemi.

Hal ini terbukti dari terjadinya deflasi sebesar 0,10% pada Juli 2020 yang disebabkan terjadi peningkatan nilai tabungan menurut data M 1 (data Bank Indonesia yaitu uang beredar yang meliputi uang kartal atau uang kertas dan uang logam yang dimiliki masyarakat dan uang giral atau giro berdenominasi rupiah) uang beredar Bank Indonesia sebesar 8,9% (YoY).

Mencegah Resesi

Pencegahan terhadap jatuhnya perekonomian Indonesia pada jurang resesi adalah dengan meningkatkan daya beli masyarakat dan realisasi anggaran Pemerintah. Berbagai program pemerintah yang memberikan bantuan terhadap masyarakat rentan dan miskin dinilai cukup tepat dan perlu untuk terus ditingkatkan mengingat bahwa masyarakat kelas tersebut cenderung langsung membelanjakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari akibat pendapatanya yang terdampak parah oleh Pandemi.

Kemudian, Pemerintah perlu menciptakan keyakinan dan kepercayaan terhadap masyarakat kelas menuju menengah dan kelas menengah untuk dapat melakukan spending keuanganya sehingga dapat kembali mendongkrak PDB dari sektor konsumsi masyarakat nasional. Dari segi Pemerintah sendiri, perlu disegerakan realisasi anggaran yang telah di miliki dan juga realisasi atas program-program yang dibuat dalam rangka pemulihan ekonomi Nasional untuk meningkatkan sumbangan terhadap PDB Indonesia.

Mukhammad Haykal Shokat Ali
Mukhammad Haykal Shokat Ali
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Jember Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.