Sabtu, April 20, 2024

Representasi Islam dalam Film Series Netflix ‘Elite’

Irvan Faturahman
Irvan Faturahman
Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi jurusan Broadcasting

Film series Netflix “Elite” menceritakan tentang kehidupan remaja dengan konflik-konflik yang beragam seputar pergaulan bebas, etnis, dan agama. Film series ini terdiri dari tiga season dan dua puluh empat episode. Diperankan oleh Maria Pedraza, Itzan Escamilla, Miguel Barnadeau, Miguel Herran, Jaime Lorente, Danna Paola, Ester Exposito, Mina El Hammani, Omar Ayuso, Aron Piper, Alvaro Rico, Claudia Salas, Georgina Amoros, Jorge Lopez, Sergio Momo, dan Leiti Sene.

Dalam bukunya yang berjudul “Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar”, Adi Pranajaya mengungkapkan bahwa Film dapat disebut sebagai media komunikasi  yang  unik  dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahnya langsung melalui gambaran-gambaran visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas ragamnya. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana Film Series Netflix ‘Elite’ merepresentasikan Islam dengan visualisasi karakter Muslim didalamnya.

Cerita dalam film ini berawal dari sekolah swasta eksklusif di Spanyol yang berisi para siswa ultra-rich, dimana tiga orang kelas bawah yang mendapat beasiswa terdaftar sebagai siswa baru mengganggu status quo, diantara mereka ada seorang gadis Muslim-Palestina. Film ini berisikan adegan seks, narkoba, alkohol, merokok, kata-kata kasar, pergaulan remaja bebas, dan aktivitas ilegal lainnya.

Singkatnya, dalam film ini salah satu siswa kaya yang manja berseteru dengan siswa baru kemudian muncul kasus kematian salah satu teman sekelas mereka. Elite sangat terpolarisasi pada stereotip Islam dimana menampilkan seorang gadis Muslim, Nadia yang diperankan oleh Mina El Hammani yang melepas hijabnya untuk seorang pria; dilema seorang saudara laki-laki, Omar yang diperankan oleh Omar Ayuso pengedar narkoba yang gay; dan Malick yang diperankan oleh Leiti Sene, seorang karakter Muslim homoseksual.

Berawal dari Nadia, ia merupakan siswi Muslim-Palestina baru yang pendiam, ambisius, dan tidak ingin berteman dengan orang lain. Hal ini memberi asumsi dan mendukung stereotip bahwa semua wanita muslim yang berhijab memiliki sikap pendiam dan cenderung membela dirinya sendiri.

Dilema Nadia berawal dari penentangan pihak sekolah terhadap penggunaan hijab sebagai aksesoris atau simbol religius. Dilema Nadia ini mewakili isu nyata yang muncul di Eropa. Kemudian Nadia memilih untuk melepas hijabnya di sekolah. Masalah selanjutnya yaitu secara tidak sengaja Nadia melihat Guzman dan Lucrecia sedang berhubungan seks di sekolah, kemudian Guzman dan Lucrecia bertaruh untuk melihat apakah Guzman dapat mempermalukan Nadia dengan merayunya.

Akhirnya Guzman dan Nadia memiliki perasaan satu sama lain dan Nadia mulai melakukan perilaku yang berlawanan seperti tidak memakai hijab, meminum alkohol, dan berhubungan seks. Adegan ini seperti memberikan pesan bahwa setelah melepas hijabnya, Nadia bebas. Serta adegan tersebut menyiratkan dengan melakukan hal-hal negatif tersebut Nadia mendapatkan kebahagiaan yang selama ini dia inginkan.

Dalam beberapa adegan juga digambarkan representasi Islamophobia seperti saat Nadia dipanggil dengan sebutan “Miss Palestine” dan “Taliban” serta saat salah satu karakter yang mengatakan “pasti sulit untuk berpikir dengan hijab yang melilit di sekeliling kepalamu” ke Nadia yang menggunakan hijab.

Saudara laki-laki Nadia, Omar, seorang pengedar narkoba yang homoseksual mulai jatuh cinta dengan Ander. Islam menjadi suatu dilema serta penghalang besar dalam hidupnya. Dalam season 3 muncul Malick yang mulai mengencani Nadia yang masih memiliki perasaan pada Guzman. Orang tua Nadia menyetujui ia berkencan dengan Malick. Tidak lama Nadia mengetahui bahwa diam-diam Malick telah berhubungan dengan kakaknya, Omar. Hubungan Malick dan Nadia berakhir tetapi keduanya tetap berteman. Season berakhir dengan Nadia masih ingin bersama Guzman serta Omar meninggalkan Malick dan memilih tetap bersama dengan Ander.

Dalam film ini setiap peran Muslim memiliki tantangan kehidupannya tersendiri. Selain Islamophobia dan diskriminasi etnis, film ini juga mengeksplorasi krisis identitas yang dialami pada karakter remaja di sekolah tersebut. Faktanya, penulis film ‘Elite’ tidak ada satupun yang Muslim hal ini menunjukkan bahwa penulis mungkin saja menggunakan stereotip yang sudah ada sebelumnya tanpa adanya pemahaman utuh terhadap Islam. Sehingga, karakteristik Muslim dalam film ini direpresentasikan justru memperkuat stereotip yang tidak benar bahkan membuatnya menjadi lebih buruk. Hal ini sangat disayangkan, ketika seseorang memiliki pengaruh besar seperti menulis series film populer tentang Muslim, namun imajinasinya terhambat, seakan-akan penulis tidak melakukan riset yang akurat dan justru menjadi suatu penghinaan terhadap Muslim.

Film ‘Elite’ juga menggambarkan bahwa semua Muslim merupakan anak-anak yang tertindas dan perlu pemberontakan di hidupnya agar mereka dapat bahagia. Penggambaran wanita yang menggunakan hijab dalam film ini digambarkan sebagai ‘penindasan’ dan tidak bahagia sampai ia bertemu dengan seorang laki-laki yang membuatnya merasakan kebebasan. Film ini juga menggambarkan bahwa semua Muslim memiliki orang tua dengan pola asuh yang konservatif, hal ini tidak benar adanya karena ada banyak orang tua Muslim yang santai di luar sana yang memiliki hubungan yang sehat dengan anaknya.

Representasi wanita Muslim di film digambarkan sebagai wanita dengan keterpaksaan untuk menggunakan hijab. Padahal percaya atau tidak, banyak wanita Muslim di luar sana menjalani kehidupan terbaik mereka bahkan kebanyakan wanita Muslim tidak menyandarkan seluruh identitas dan kemandirian mereka pada hijab. Menurut Mariam Khan dalam artikelnya yang berjudul “TV needs to stopempoweringMuslim women by removing their hijabs” (2019), penggambaran Islam dengan cara seperti ini akan membuat Muslim dianggap tertindas seiring dengan meningkatnya Islamophobia di negara Barat, hal ini justru menitikberatkan wanita muslim dari stereotip yang menahannya.

Representasi Islam dalam film ini akan membuat non-Muslim membentuk gagasan terhadap Islam yang tidak seharusnya serta mendukung prasangka negatif yang dimuat dalam film. Series ‘Elite’ mendapatkan rating yang bagus dan saya pribadi menikmatinya namun dari karakter Muslim yang menerapkan pemahaman Islam dalam kehidupan keluarga Nadia, Omar, dan Malick dalam sehari-hari tidaklah benar. Seharusnya alur cerita yang dibuat penulis tidak mendukung apalagi makin memupuk stereotip Islam yang buruk, sebaliknya karakter Muslim dalam film dapat diinterpretasikan lebih baik sesuai pemahaman aslinya sebagai penghormatan terhadap Agama Islam itu sendiri.

Irvan Faturahman
Irvan Faturahman
Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi jurusan Broadcasting
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.