Selasa, Desember 3, 2024

Rekoalisi Bernama Rekonsiliasi

Fadhlan Aldhifan
Fadhlan Aldhifan
Mahasiswa Pascasarjana Biasa
- Advertisement -

Serangkaian panjang proses Pemilihan Umum Serentak di Indonesia tahun 2019 yang menguras seluruh perhatian publik setahun belakangan sudah hampir mencapai titik penghujung. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjadi dasar hukum kemudian melahirkan berbagai macam konsekuensi politis dan teknis atas jalannya kontestasi elektoral edisi 2019 ini.

Mekanisme pemilu serentak mengharuskan seluruh partai politik menentukan sikapnya ke dalam salah satu dari dua koalisi yang pada akhirnya terbentuk untuk memperebutkan kursi kekuasaan eksekutif. Hal ini sedikit banyak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap polarisasi yang terjadi mulai dari tingkat elite partai politik hingga massa secara umum.

Indonesia seakan terbagi ke dalam dua kubu yang merasa paling tahu cara terbaik dalam membangun negara di periode yang akan datang. Situasi demikian terjadi sepanjang masa kampanye, pemungutan suara, rekapitulasi, hingga proses penyelesaian sengketa perselisihan hasil Pemilu.

Pembacaan putusan persengketaan hasil Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat menandai bahwa tidak ada lagi perselisihan yang perlu diperdebatkan dalam memandang jalannya pesta demokrasi lima tahunan ini.

Berdasarkan rekapitulasi suara sah nasional, KPU mengumumkan bahwa pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin memenangkan pemilihan dengan 55,50% atau 85.607.362 suara. Sementara itu, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh 44,50% atau sebesar 68.650.239 suara sah nasional.

Sejak selang beberapa hari pasca pemungutan suara hingga menjelang penetapan hasil Pemilu oleh KPU, wacana inisiatif rekonsiliasi yang mempertemukan kedua belah elite koalisi mulai berhembus kencang.

Dalam KBBI, rekonsiliasi dimaknai sebagai upaya atau perbuatan guna memulihkan hubungan ke keadaan semula dan menyelesaikan perbedaan. Namun dalam perkembangannya, rekonsiliasi dalam konteks ini justru terkesan diwarnai dengan berbagai lobi dan tawar-menawar pos menteri atau jabatan strategis serupa.

Hal ini tercermin dari bagaimana pendapat dari Mahfud MD yang menyarankan agar kesepakatan rekonsiliasi dapat saling menguntungkan atau win-win solution. Kesepakatan tersebut ditambahkan olehnya dapat berupa power sharing antara kubu yang menang dan kalah dalam Pilpres.

Satu-persatu partai politik yang berada dalam Koalisi Adil Makmur mulai berpikir untuk mempertimbangkan opsi tersebut dengan menyertakannya ke dalam agenda utama rapat kerja internal partai.

Dalam hemat penulis, definisi dan opsi rekonsiliasi yang diajukan oleh Mahfud MD cenderung melebar serta mengarah untuk menegasikan keberadaan oposisi dalam negara demokrasi.

- Advertisement -

Di satu sisi, rekonsiliasi merupakan sebuah langkah yang sejatinya dinanti untuk mengakhiri polarisasi yang terjadi selama beberapa bulan silam. Selain itu stabilitas sosial dan politik sebagai buah dari rekonsiliasi juga diharapkan mampu menghadirkan percepatan laju pembangunan nasional.

Namun di sisi lain rekonsiliasi yang dimaknai berbeda dan berlebihan justru berpotensi mencederai proses demokratisasi yang sedang dibangun setelah 20 tahun reformasi. Upaya pembagian kekuasaan secara merata atas nama rekonsiliasi pasca pemilihan umum bisa saja mengganggu fungsi checks and balances di kemudian hari.

Dalam kehidupan berdemokrasi, oposisi memiliki beberapa fungsi utama sebagaimana dikutip dari Firman Noor (2016). Pertama, sebagai penyeimbang kekuasaan. Fungsi ini secara substantif dimaknai sebagai kekuatan di luar pemerintah yang keberadaanya guna memberikan alternatif sikap untuk menjaga keseimbangan agar kebijakan pemerintah tidak menjauh dari kepentingan publik.

Kedua, menjaga agar alternatif kebijakan dapat disuarakan. Ketiga, sebagai stimulus persaingan yang sehat di antara elite politik dan pemerintahan. Keberadaan oposisi akan membuat penguasa senantiasa menyadari bahwa ada pihak lain yang dapat memberikan opsi kebijakan yang lebih baik sehingga berpotensi mengganggu citra positif pemerintah di mata publik. Secara sederhana, oposisi yang sehat merupakan bagian dan cerminan daripada demokrasi yang kokoh (Dahl, 1971).

Dalam konteks Pilpres 2019 di Indonesia, tugas koalisi oposisi dalam rangka menawarkan alternatif program kerja untuk memajukan negara lewat mekanisme elektoral seharusnya sudah berakhir seiring dengan penetapan resmi KPU.

Namun oposisi masih memiliki jalan panjang dan mengemban tugas yang tidak ringan untuk menyuarakan 68 juta lebih suara pemilih opsi-opsi program kerja yang telah ditawarkan selama masa kampanye. Perjuangan untuk menghadirkan prinsip dan nilai demokrasi di tengah masyarakat memang bukan suatu perkara mudah.

Berbagai bentuk polarisasi dan konflik yang tercipta sebagai akibat dari rivalitas kontestasi demokrasi sudah harus diselesaikan. Elite politik sebagai aktor utama yang berperan dalam situasi ini sepatutnya proaktif menginisiasi upaya rekonsiliasi.

Publik juga tentu dapat menilai apakah rekonsiliasi yang sedang dibangun didasari atas kebaikan bersama atau sekadar kedok untuk mempertemukan kepentingan masing-masing elite politik tanpa memperhatikan suara masyarakat di akar rumput. Untuk menyelamatkan demokrasi, kita tidak hanya butuh rekonsiliasi tetapi juga butuh oposisi.

Referensi 

Dahl, Robert. (1971). Poliarchy: participation and opposition. New Haven, CT, and London: Yale University Press.

Noor, Firman. (2016). ‘Oposisi Dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi Sebagai Bagian Penguatan Demokrasi di Indonesia’. Jurnal Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016. 

CNN Indonesia. (2019). Jokowi-Ma’ruf Resmi Jadi Presiden dan Wapres Terpilih. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190630142159-32-407716/jokowi-maruf-resmi-jadi-presiden-dan-wapres-terpilih pada 30 Juni 2019 pukul 21.46 WIB.

CNN Indonesia. (2019). Rekonsiliasi via Bagi-Bagi Kursi, Bak Anak Kecil dan Permen. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190620142904-32-404982/rekonsiliasi-via-bagi-bagi-kursi-bak-anak-kecil-dan-permen pada 30 Juni 2019 pukul 21.58 WIB.

Fadhlan Aldhifan
Fadhlan Aldhifan
Mahasiswa Pascasarjana Biasa
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.