September tahun lalu masyarakat Sumatera Barat dihebohkan dengan surat gubernur minta sumbangan (kontribusi). Berbagai respon dan aksi demonstrasi terjadi terkait dengan terbitnya surat gubernur ini. Sejumlah anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat pun merespon keresahan masyarakat sumbar dengan mengusulkan penyelidikan terkait surat gubernur minta sumbangan (kontribusi).
Polemik yang muncul di masyarakat selama berbulan-bulan ini berakhir tanpa kejelasan. Masyarakat dibuat terkejut oleh anggota fraksi dan partai politik yang mencabut usulan penggunaan hak angket DPRD sehingga tidak lagi memenuhi syarat formil.
Kandasnya hak angket tersebut masyarakat patut curiga. Masyarakat berhak menggugat kebijakan DPRD Sumatera Barat menghentikan penyelidikan terkait surat gubernur meminta sumbangan tersebut. Kemana anggota fraksi, partai politik yang dulu mengajukan hak angket ? Apa sebenarnya yang terjadi ? Maaf dan dengan segala hormat. Tentu kami berharap ini bukan hanya “Angek-angek cirik ayam”.
Jawablah wahai wakil rakyat sumatera barat! Karena penyelidikan yang akan dilakukan DPRD dengan menggunakan hak angket ini sudah di jalan yang lurus. Ini merupakan pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam hal ini Gubernur Sumatera Barat.
Andaikan Ada Fraksi PSI
Idealnya penggunaan hak angket yang sudah diusulkan DPRD dalam paripurna ini harus tetap dilanjutkan untuk menjawab pertanyaan publik terkait dengan kasus surat gubernur tersebut. Masyarakat bertanya-tanya apakah benar secara administrasi pemerintahan, gubernur sebagai kepala daerah melanggar larangan yang diperintahkan UU kepadanya. UU Pemerintahan Daerah, UU Keuangan Daerah dan UU Administrasi Pemerintahan.
Tapi, mengapa DPRD menganggap tidak ada persoalan dengan surat itu dan mencabut usulan penyelidikan terkait kasus ini? Masyarakat berhak mengetahui alasan dari tindakan gubernur ketika menerbitkan surat permintaan sumbangan tersebut.
Selain itu penghentian penggunaan hak angket DPRD ini menyisakan sejumlah pertanyaan.
Apakah Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat secara berjamaah telah membenarkan Gubernur Sumatera Barat menerbitkan surat ini. Melanggar larangannya sebagai gubernur yang diatur dalam Pasal 76 UU No.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah? Ataukah terbitnya surat tersebut juga melanggar UU No.12 tahun 2019 tentang keuangan daerah yang melarang pemerintah daerah melakukan pungutan di luar yang diatur undang-undang? Begitu juga apakah terbitnya surat gubernur tersebut juga melanggar pelaksanaan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan?
Tidak adanya kejelasan hasil dari pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap kebijakan pemerintah daerah merupakan pengingkaran aspirasi. Kandasnya hak angket DPRD Sumbar menjadi preseden buruk bagi kinerja DPRD dan demokrasi di sumatera barat.
Tujuan hak angket ini tentu tidak untuk menjatuhkan gubernur Sumatera Barat dari jabatannya. Tapi untuk menunjukan kepada publik bahwa ada fungsi pengawasan yang berjalan dalam rangka checks and balances kekuasaan gubernur yang dilakukan oleh DPRD.
Penggunaan hak angket ini adalah untuk memberi klarifikasi kepada masyarakat terkait apa yang mereka sangkakan kepada gubernur. Apakah surat permintaan sumbangan yang dibuat tersebut dapat dbenarkan dan tidak ada persoalan?
Andaikan ada Fraksi PSI di DPRD Provinsi Sumatera Barat, tentulah PSI akan terus memperjuangkan hak angket tersebut untuk terus dilanjutkan. Karena PSI tidak akan pernah berkompromi terhadap penyalah gunaan wewenang dan kekuasaan.
Kalau begini cara DPRD, ini sama halnya sedang mengghosting masyarakat sumatera barat. Tidak hanya Gubernur, yang mungkin saja akan diragukan publik ke depan. Tapi juga para anggota DPRD Sumbar yang menjabat saat ini. Masyarakat berhak menggugat dan menggantinya nanti.