Partai Solidaritas Indonesia kembali bikin marah. Dalam perayaan ulang tahun mereka pekan lalu, Ketua PSI Giring Ganesha secara terbuka menyebut Indonesia jangan sampai memilih pemimpin rasis.
Di sepanjang pidatonya yang turut disaksikan Presiden Jokowi itu, Giring tidak menyebut nama. Tapi semua orang tahu, yang dimaksud sebagai pemimpin rasis adalah Anies Baswedan. Dan karena itulah, Giring dan PSI diserbu para fans Anies. Dari PKS, Gerindra sampai Rocky Gerung.
Lucunya, karena mereka tidak bisa membantah substansi Giring soal ancaman rasisme, yang keluar cuma penghinaan dan sumpah serapah. Apa yang disampaikan Giring dalam pidatonya memang luar biasa.
Dia bilang, generasi muda saat ini adalah orang-orang yang optimistis. Namun, hal tersebut akan terancam jika Indonesia dipimpin oleh sosok yang memiliki rekam jejak menggunakan isu suku, ras, dan antargolongan (SARA) untuk menjadi pemimpin.
“Kemajuan kita akan terancam jika kelak orang yang menggantikan Pak Jokowi adalah sosok yang mempunyai rekam jejak menggunakan isu SARA dan menghalalkan segala cara untuk menang dalam pilkada,” kata Giring
Kata Giring lagi, PSI tidak akan berkompromi dengan sosok yang menggunakan agama untuk menjatuhkan lawan politiknya.
“PSI menarik garis tegas, tidak berkompromi dengan orang yang menghalalkan segala cara termasuk dengan memperalat agama, main mata bergandeng tangan dengan kelompok intoleran menggunakan ayat untuk menjatuhkan lawan politik,” kata Giring.
Ini adalah pernyataan tegas seorang pemimpin muda dari partai anak muda yang marah dengan rasisme dan politisasi agama.
Namun, tentu saja sikap tegas semacam ini membangkitkan ketakutan para pecinta Anies. Selama ini yang lazim dibicarakan soal Anies adalah tentang program dan kebijakannya selama jadi gubernur di Jakarta.
Tapi kalau itu sih, debat pada akhirnya akan bergantung pada sudut pandang masing-masing tentang keunggulan dan kelemahan program Anies.
Hampir tak ada yang mengingatkan bahwa salah satu cacat utama Anies adalah dia rasis. Rakyat seperti dibuat lupa bahwa kemenangan Anies menjadi gubernur dulu tercapai karena dia menggunakan sentimen dan kebencian berbasis ras dan agama.
Pendukung Anies menghancurkan Ahok dengan fitnah yang keji serta kebencian terhadap Tionghoa dan Kristen. Dan mereka mendewakan Anies dengan alasan agama. Inilah yang sekarang diingatkan kembali oleh Giring.
Giring seperti menunjuk hidung Anies dan bilang, “Kami tidak akan pernah lupa apa yang kamu lakukan pada tahun 2017!” Inlah yang membuat kelojotan Anies fans club.
Masalahnya mereka sebenarnya tidak tahu harus menjawab apa. Mereka sadar bahwa Anies rasis, tapi mereka tidak bisa mendiskusikannya di depan publik.
Karena itu, untuk membungkam PSI, mereka cuma bisa meracau dan menghina-hina. Serangan datang dari Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Ahmad Yani.
Menurut Ahmad, Giring cuma cari sensasi. Giring hanya ingin cari panggung agar diberitakan, katanya. Lantas ada penasehat Fraksi Gerindra DPRD DKI, Mohamad Taufik.
Dia bilang dia memaklumi pernyataan Giring karena Ketua PSI itu sedang membuat konten untuk media sosial. Ia juga menyebut Giring memang tidak pernah capek mencari kesalahan Anies. Taufik lantas meminta agar Giring diajarkan cara berpolitik yang baik.
Ucapan mantan dosen filsafat UI, Rocky gerung kurang lebih serupa. Menurut Rocky, Giring cuma cari sensasi dan mencoba menghalangi Anies.
Kemudian katanya, kalau PSI menganggap Anies tidak becus, seharusnya PSI mengusung calonnya sendiri. Dan kalau PSI tak punya nama, Rocky Gerung siap menjadi capres dari PSI. Begitulah logika Rocky Gerung.
Satu lagi orang yang marah-marah adalah Komisaris Ancol, Geisz Chalifah. Geisz ini memang orang yang berutang budi pada Anies dan selalu siap pang badan ketika Anies diserang.
Menurut Geisz, PSI selama ini tidak punya prestasi apapun selain hobi mengkritik Anies Baswedan.Geisz meminta PSI mengkritik Anies Baswedan secara substansial. Tak cukup di situ, Geisz mengatakan bahwa dia tak perlu bersikap objektif pada PSI karena PSI hanyalah kumpulan para pecundang.
Ada juga pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga. Jamiluddin menyebut kritik PSI sebagai ‘abnormal’.
Menurutnya, PSI mengeritik Anies bukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja Anies sebagai gubernur DKI Jakarta. Apa yang dilakukan PSI, kata Jamiluddin, sudah mengarah pada upaya menguliti Anies secara personal.
Menurut Jamiluddin, PSI terus menerus menyerang Anies karena PSI sampai sekarang belum dapat menerima kekalahan jagoan mereka, Ahok, dari Anies pada Pilgub 2017.
“Akibatnya, PSI terkesan selalu mencari celah untuk mencari kesalahan Anies. Apa saja yang dilakukan Anies dalam membangun Jakarta tidak ada benarnya di mata PSI,” kata Jamiluddin.
Karena itu Jamiluddin menyarankan kritik PSI yang abnormal itu sebaiknya dianggap angin lalu saja.
“Biarkan mereka terus mengkritik hingga hilang kendali sehingga mereka akan menerima efek bumerangnya,” ujar Jamiluddin lagi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, bahkan menuduh Giring mengadu domba bangsa. Menurut Dedi, pidato Giring menunjukkan bahwa PSI tidak memiliki gagasan dan ide politik yang dapat ditawarkan pada publik, sehingga memilih jalur kontroversi dan menebar kebencian secara politik.
Kata Dedi lagi, PSI menyerang Anies, karena Anies dianggap sebagai capres potensial. Karena itu, menurutnya, strategi PSI ini berbahaya, karena selain picik juga menimbulkan adu domba.
Kalau Anda perhatikan kembali pernyataan-pernyataan yang baru saja saya angkat, Anda akan menemukan bahwa tak ada satupun yang masuk ke dalam substansi masalah.
Mereka hanya menyebut bahwa Giring sedang mencari sensasi, cari panggung, membuat konten untuk media sosial, menguliti Anies secara personal, menghalangi Anies jadi capres, abnormal, dan mengadu domba bangsa.
Geisz malah bilang PSI pecundang. Rocky malah bilang, dia bersedia dicalonkan jadi capres dari PSI. Tapi tidak ada satupun yang menjawab kecaman utama dari Giring, yakni rasisme. Ada dua kemungkinan mengapa ini terjadi.
Pertama, mereka memang menganggap isu rasisme tidak penting. Namun nampaknya ini penjelasan yang lemah karena yang bicara bukanlah orang bodoh.
Kebencian atas dasar ras dan agama adalah gejala yang menghantui banyak negara, termasuk Indonesia. Karena itu hampir tidak mungkin para pengkritik PSI ini tidak sadar.
Karena itu, yang lebih masuk akal adalah kemungkinan kedua. Kemungkinan kedua adalah mereka berusaha mengalihkan perhatian dari isu utama.
Mereka tidak ingin publik menyadari betapa jahatnya Anies dan betapa nyatanya ancaman rasisme. Karena itu yang diangkat adalah soal Giring cari sensasi dan semacamnya, atau dengan penghinaan receh bahwa PSI pecundang.
Mereka ingin mendelegitimasi PSI agar publik tidak memandang serius peringatan PSI. PSI dibuat receh agar orang tak mendengar pesan sesungguhnya dari PSI, yakni tentang ancaman rasisme.
Saya bahkan menduga mereka adalah orang-orang yang memang akan kembali mengangkat sentimen ras dan agama untuk tujuan politik mereka. Karena itu, peringatan dari PSI dibuat ‘anyep’.
Kembali saya katakan, peringatan Giring dan PSI ini luar biasa. Salah satu faktor yang menyebabkan kita perlu khawatir kalau Anies menjadi pemimpin Indonesia adalah bukan saja soal ketidakcakapannya memimpin, potensi korupsinya, namun juga adalah pilihan pragmatisnya untuk memanfaatkan kebencian ras dan agama untuk tujuan politiknya.
Itu akan menghancurkan Indonesia. Saya setuju dengan Giring. Jangan biarkan Indonesia dipimpin oleh Presiden Rasis.
Ayo terus gunakan akal sehat. Karena hanya kalau kita gunakan akal sehat, Indonesia akan selamat!