Sabtu, April 20, 2024

Prinsip Business Judgement Rule Bagi Direksi Perusahaan

Roberto Leiwakabessy
Roberto Leiwakabessy
Advokat & Auditor Hukum

Beberapa waktu lalu setelah melalui serangkaian proses pemeriksaan di pengadilan, akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda 1 (satu) miliar rupiah subside 4 bulan kurungan kepada Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero).

Ia dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi terkait investasi PT Pertamina (Persero) di Blok Minyak Basker Manta Gummy (BMG) di Australia. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukum 15 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan.

Menariknya, dalam sidang pembacaan putusan perkara tersebut, Hakim Anwar (Hakim Anggota) memberikan Dissenting Opinion (pendapat berbeda). Menurutnya, Karen Agustiawan dianggap tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum baik pada Dakwaan Primer maupun Dakwaan Subsider.

Pada pertimbangan hukumnya Hakim Anwar menyatakan bahwa langkah yang diambil Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu telah sesuai dengan prinsip Business Judgement Rule, lebih dari itu keputusan tersebut merupakan keputusan bisnis yang diambil bersama-sama dengan Direksi lainnya secara kolektif kolegial.

Direksi sebagai Organ Perusahaan

Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas), Direksi merupakan salah satu organ penting dalam perusahaan selain Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Direksi memiliki tugas untuk menjalankan perseroan, mengkontrol perseroan termasuk diantaranya adalah mengambil keputusan bisnis yang akan berdampak pada aktivitas Perseroan kedepannya.

Pasal 1 angka 5 UU Perseroan Terbatas menyatakan: “Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”

Selanjutnya pada Pasal 92 ayat (1) & (2) UU Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Direksi bertanggung jawab menjalankan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan/ atau Anggaran Dasar.

Pasal 97 ayat (3) UU Perseroan Terbatas menegaskan bahwa anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bilamana bersalah atau lalai menjalankan tugas pengurusan dengan itikad baik serta penuh tanggung jawab.

Dengan demikian Direksi memiliki peran strategis serta resiko yang tinggi dalam menjalankan serta mengambil setiap keputusan perusahaan, untuk itu perlu ketelitian dan kehati-hatian dalam setiap keputusan.

Apabila Direksi gegabah dalam mengambil keputusan sehingga berakibat perusahaan mengalami kerugian maka tak menutup kemungkinan baik Direksi, Komisaris dan jajarannya dapat ditarik untuk mempertanggung jawabkan keputusan yang diambil tersebut baik gugatan secara perdata hingga tuntutan pidana.

Prinsip Business Judgement Rule

Prinsip Business Judgment Rule adalah suatu prinsip hukum yang berasal dari system common law dan merupakan derivative dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat. Konsep ini mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik.

Black’s Law Dictionary menyebutkan, Business Judgment Rule is rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made with due care and goof faith.

Prinsip tersebut dapat dilihat di Pasal 97 ayat (5) UU Perseroan Terbatas memberikan kebebasan kepada Direksi atas kerugian perusahaan jika:

  • Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  • Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  • Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
  • Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Lebih dari itu, khusus untuk Perusahaan Publik (Tbk) secara spesifik dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur bahwa Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Emiten atau Perusahaan Publik jika:

  • Kerugian terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  • Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, penuh tanggungjawab, kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Emiten/ Perusahaan Publik;
  • Tidak memiliki benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung; dan
  • Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian.

Business Judgment Rule memberikan dorongan kepada Direksi agar berani mengambil keputusan, serta mengambil resiko dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya mengurus Perseroan.

Tidak takut dan tidak berhati-hati secara berlebihan terhadap ancaman yang mengakibatkan Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan yang mungkin timbul akibat dari tindakan maupun keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi tersebut sepanjang tindakan tersebut dilakukan dengan penuh kehati-hatian (prudent) dan iktikad baik (good will) untuk kepentingan Perseroan.

Namun, jika dihadapkan kepada fakta yang terjadi dalam tatanan praktis terkait tindak pidana korupsi, perlindungan kepentingan hukum Direksi, berdasarkan doktrin Business Judgement Rule tersebut, cenderung diabaikan dan tidak diterapkan.

Aparat penegak hukum hampir-hampir tidak mampu membedakan dua asas penting dalam sistem hukum Indonesia menyangkut kedudukan negara, terutama terhadap status kekayaan negara dalam suatu perseroan khususnya BUMN dan perseroan yang telah menjadi Perusahaan Publik (Tbk).

Roberto Leiwakabessy
Roberto Leiwakabessy
Advokat & Auditor Hukum
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.