Minggu, Oktober 6, 2024

Pornografi: Masalah Pribadi atau Masalah Sosial?

Yaser Fahrizal Damar
Yaser Fahrizal Damar
Manusia biasa yang kebetulan pernah ngambil jurusan Jurnalistik di Fikom Unpad.

Apakah pornografi hanya sekedar hobi, kesenangan dan hak asasi manusia yang harus dihormati ataukah pornografi merupakan perilaku menyimpang, pelanggaran moral dan bahaya sosial yang harus dicegah?

Pornografi adalah gambar, tulisan, suara, atau bentuk lain yang menggambarkan perilaku seksual secara eksplisit dan bertujuan untuk membangkitkan hasrat seksual pada penontonnya. Pornografi dapat diakses melalui berbagai media, seperti buku, majalah, film, video, internet, dan lain-lain. Kini, pornografi juga bisa dilihat oleh siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, agama, atau status sosial.

Pornografi mungkin dipandang tidak berbahaya dan menyenangkan bagi individu yang mengkonsumsinya. Namun pornografi ternyata mempunyai dampak negatif yang sangat besar dan berbahaya bagi individu maupun masyarakat.

Bahaya Pornografi

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Simone Kühn bertajuk “Brain Structure and Functional Connectivity Associated with Pornography Consumption: The Brain on Porn.”, menonton pornografi dapat merusak otak, terutama otak bagian depan yang disebut prefrontal cortex (PFC). PFC adalah bagian otak yang mengatur memori, perhatian, emosi, dan pengambilan keputusan. Menonton pornografi dapat menyebabkan penurunan volume dan aktivitas PFC, sehingga menurunkan kemampuan kognitif, mengganggu fungsi eksekutif, dan meningkatkan impulsif.

Selain itu, menonton film porno juga dapat menimbulkan kecanduan, karena merangsang pelepasan dopamin, yaitu hormon yang memberikan perasaan senang dan puas. Kecanduan ini dapat menimbulkan toleransi yaitu kebutuhan untuk menonton pornografi lebih sering, lebih lama dan lebih sulit untuk mendapatkan sensasi yang sama.

Menurut penelitian yang dilakukan David N. Stewart, menonton pornografi dapat mengganggu hubungan antara pasangan, keluarga, dan teman. Menonton pornografi dapat menurunkan kepuasan seksual, keintiman, komitmen, dan kepercayaan antar pasangan, karena menimbulkan perbandingan, ekspektasi, dan ketidaksesuaian dengan kenyataan. Pecandu pornografi cenderung mengisolasi diri, mengurangi waktu dan tenaga untuk berinteraksi dengan orang lain, serta memiliki perasaan malu dan bersalah.

Menonton pornografi dapat menimbulkan kekerasan seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, seperti masturbasi berlebihan, seks bebas, seks tidak aman, dan seks komersial, yang dapat menimbulkan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, dan trauma psikologis.

Menonton pornografi juga dapat mengarah pada perilaku seksual agresif, seperti pemerkosaan, pelecehan, eksploitasi, dan perdagangan manusia, karena menumbuhkan sikap tidak menghargai, mendominasi, dan mengobjektifikasi orang lain, terutama perempuan dan anak.

Hak Asasi Manusia Vs Moralitas

Di satu sisi ada yang berpendapat bahwa pornografi merupakan salah satu bentuk hak atas kebebasan berekspresi yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara dan hukum. Mereka beranggapan bahwa pornografi merupakan hak pribadi yang tidak dapat diganggu gugat oleh negara atau masyarakat, sepanjang tidak melanggar hak atau kepentingan orang lain.

Mereka juga berpendapat bahwa pornografi merupakan sumber informasi atau pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan atau keterampilan seksual, serta sumber hiburan atau relaksasi yang dapat meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan mental.

Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa pornografi merupakan salah satu bentuk pelanggaran moralitas yang harus dibatasi atau dilarang oleh negara dan hukum. Mereka menganggap pornografi adalah perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma atau budaya masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama dan mempunyai nilai moral yang tinggi. Mereka juga menganggap pornografi merupakan sumber masalah atau bahaya yang dapat merusak otak, mengganggu hubungan, menimbulkan kekerasan seksual, dan merusak moral.

Hukum dan Realitas

Kontroversi pornografi lainnya adalah antara hukum dan kenyataan. Di satu sisi, terdapat undang-undang yang mengatur dan mengawasi pornografi, seperti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang mengancam pelaku pornografi dengan hukuman penjara dan denda. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif pornografi, serta menjaga kesusilaan, ketertiban, dan keamanan masyarakat.

Di sisi lain, terdapat kenyataan yang menunjukkan bahwa pornografi masih marak dan mudah diakses oleh masyarakat, khususnya melalui internet. Berdasarkan data dari SameWeb, sebuah perusahaan analisis web, Indonesia menduduki peringkat 10 dunia sebagai negara dengan pengunjung situs porno terbanyak pada tahun 2020. Kenyataan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian, ketidakpatuhan, dan ketidakberdayaan antara hukum dan masyarakat. menangani pornografi.

Agama vs budaya

Kontroversi pornografi berikutnya adalah antara agama dan budaya. Di satu sisi, ada agama yang melarang dan mengharamkan pornografi, seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Agama-agama tersebut menganggap pornografi adalah dosa, nafsu, atau sesuatu yang najis, yang dapat mengganggu hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri. Agama-agama ini juga mengajarkan nilai-nilai moral, seperti kesucian, kesetiaan, dan kasih sayang, yang harus dijunjung tinggi oleh umatnya.

Di sisi lain, ada budaya yang mengakomodasi dan mengapresiasi pornografi, seperti Jepang, Amerika, dan Eropa. Budaya-budaya ini menganggap pornografi sebagai seni, industri, atau gaya hidup, yang dapat mengekspresikan kreativitas, kebebasan, atau keberagaman manusia. Budaya-budaya ini juga menghargai hak asasi manusia, seperti hak atas kebebasan berekspresi, hak atas privasi, dan hak atas kesetaraan, yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara dan masyarakat.

Peran Negara dan Masyarakat

Negara harus berperan aktif dan responsif dalam mengatur dan mengawasi pornografi, dengan membuat dan menegakkan peraturan yang jelas, tegas dan adil, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan hak asasi manusia. Negara juga harus berperan proaktif dan preventif dalam mencegah dan memberantas pornografi, dengan meningkatkan pengawasan, penindakan dan sanksi, khususnya terhadap pelaku pornografi yang melibatkan anak, perempuan atau korban kekerasan seksual.

Negara juga harus berperan edukatif dan informatif dalam memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya mengenai dampak, hukum, dan solusi pornografi. Masyarakat harus berperan aktif dan responsif dalam memantau dan mengkritik pornografi, dengan menetapkan dan menjaga norma, etika, dan moral yang sesuai dengan nilai-nilai agama, budaya, dan kesusilaan.

Masyarakat juga harus berperan proaktif dan preventif dalam menghindari dan menolak pornografi, dengan meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kepedulian terutama terhadap dampak negatif pornografi terhadap individu dan masyarakat.

Yaser Fahrizal Damar
Yaser Fahrizal Damar
Manusia biasa yang kebetulan pernah ngambil jurusan Jurnalistik di Fikom Unpad.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.