Dunia saat ini memasuki masa politik yang didominasi oleh sistem demokrasi. Sistem demokrasi membuat seseorang yang mencalonkan dirinya menjadi pejabat negara harus memperoleh suara terbanyak. Salah satu cara yang digunakan untuk memperoleh suara sebanyak mungkin adalah dengan menggunakan politik identitas.
Politik identitas menurut Agnes Heller (Hellner, 1994:4) adalah suatu gerakan politik yang fokus pada perbedaan sebagai satu kategori politik utama. Seperti misalnya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, ras, agama, warna kulit, bahasa, atau kedaerahan.
Politik identitas sudah dipakai sejak dahulu kala. Misalnya adalah politik identitas yang membedakan antara warna kulit hitam dan putih. Ketika masa penjajahan, politik identitas dibedakan antara pribumi dengan orang eropa.
Berbagai identitas bisa dijadikan alat politik untuk menarik dukungan sebanyak-banyaknya demi tercapainya tujuan dari perpolitikan tersebut. Identitas adalah sesuatu yang dalam diri seseorang melekat di dalamnya status dan peran mereka.
Identitas sebagai seorang pribumi pada masa penjajahan mencerminkan status sebagai warga yang terjajah dan harus tunduk pada kelompok yang memiliki identitas orang Eropa. Identitas politik ini merembet ke ranah hukum pada masa penjajahan yaitu ketika orang Eropa mendapatkan keistimewaan di mata hukum sementara orang pribumi selalu mendapatkan penindasan kecuali memiliki uang yang banyak atau darah bangsawan.
Mengapa orang suka dengan politik identitas?
Margaret Wetherell menulis untuk untuk karya Couze Venn bahwa”identitas” membantu menentukan apa yang harus dijalani (Wetherell, 2008: 75). Politik identitas membuat kita bisa membedakan antara dirinya dengan orang lain. Adanya politik identitas membuat seseorang merasa dirinya kuat karena merasa bagian dari suatu kelompok dan menjelaskan perbedaan antara dia dengan yang lain.
Seseorang akan berusaha mengidentifikasi dirinya merupakan bagian dari kelompok mana. Ketika ia tidak menemukan identitas yang cocok dengan dirinya maka ia tidak akan mengelompokkan dirinya dengan kelompok yang tidak memiliki identitas politik. Dijelaskan oleh Goffman dan Mead bahwa identitas dan subjektivitas merupakan upaya untuk mempertimbangkan cara orang menegosiasikan kategori sosial identitas yang tersedia bagi mereka.
Seseorang atau kelompok mencari atau membuat politik identitas adalah untuk sama-sama menjelaskan siapa dirinya,asal muasalnya dan membentuk ikatan kebersamaan karena memiliki suatu kesamaan. Politik identitas digunakan untuk bisa menempatkan seseorang atau kelompok orang sebagai “other” karena merasa terdapat perbedaan. Ketika politik identitas sudah terlalu kuat akhirnya akan membuat suatu kelompok tersebut merasa lebih hebat dibandingkan kelompok yang lain.
Sebagai Contoh misalnya adalah ketika seseorang merantau ke negara lain, maka ketika ia berkumpul bersama orang-orang dari negara asalnya, atau kelompok yang memiliki kesamaan dengan identitas dirinya. Ia akan merasa aman dan terlindungi karena sudah menjadi bagian dari suatu kelompok. Ketika kelompok ini semakin besar dan bisa mempengaruhi suara maka identitas kelompok ini memiliki kekuatan politik dan terjadilah politik identitas untuk memenuhi kepentingan kelompok.
Bagaimana dampak buruk dari politik identitas?
Sikap intoleransi dan budaya kebencian bisa ditumbuhkan karena adanya konstruksi sosial mengenai identitas tertentu. Suatu kelompok yang bersikap intoleransi seringkali merasa bahwa dirinya berhak melakukan perilaku intoleran karena dirinya benar dan mendapatkan pengakuan hukum seperti yang pernah terjadi di sejarah penjajahan Indonesia atau saat ini. Karena merasa terdapat perbedaan yang tidak bisa di toleransi maka tercipta suatu sikap diskriminasi.
Hasil akhir dari sikap intoleran dan diskriminasi dari suatu kelompok berubah adalah produk hukum yang diskriminasi. Produk-produk hukum ini tidak adil dan cenderung memberatkan suatu kelompok dengan identitas tertentu. Akibat dari hal ini adalah timbulnya sikap kekerasan dan kebencian terhadap kelompok yang dianggap menyalahi aturan hukum dan memiliki identitas yang berbeda. Misalnya adalah diskriminasi terhadap imigran, kelompok menyimpang,atau lainnya.
Pada masa lalu, produk hukum kolomial kepada kaum pribumi sangat tidak adil sehingga para pahlawan negara Indonesia harus berusaha keras mendapatkan keadilan dari penjajah. Di benua Amerika, orang dengan kulit hitam tidak mendapatkan perlakuan yang adil bahkan ketika di pengadilan sekalipun.
Pada saat ini, beberapa golongan di Indonesia tidak mendapatkan perlakuan adil sehingga politik identitas digunakan untuk mendapatkan keadilan di mata hukum. Seperti perjuangan kelompok perempuan dengan menggunakan identitas politik sebagai perempuan untuk membuat produk-produk hukum yang berkeadilan bagi golongan perempuan. Begitu juga kaum buruh yang memperjuangkan kelompok buruh untuk keadilan.
Harus di garis bawahi di sini bahwa politik identitas itu sangat luas,bahkan pada profesi. Selama identitas bisa dijadikan politik, maka ia adalah politik identitas. Bagi Scott, kategori identitas yang kita gunakan adalah produk dari proses sosial yang terhubung dengan kekuasaan dan sistem ketidaksetaraan. Maka dari itu politik identitas sebaiknya tidak menyebabkan sikap intoleransi dan diskriminasi.
Daftar Pustaka
- Lawler, Steph. Identity : Sociological Perspectives. Second Edition. Cambridge, UK, Malden, MA: Polity, 2007.
- Liebes, Tamar, & Curran James. Media, Ritual and Identity. London and New York: 1998.