Anak SMA terutama yang sudah menginjak bangku kelas 12 sebaiknya mulai menyusun plan life after SMA. Mereka sudah seharusnya menentukan apa yang akan dilakukan setelah selesai menunaikan kewajiban belajar sesuai standar di Indonesia yaitu selama 12 tahun. Terutama bagi yang memutuskan untuk melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya atau berkuliah.
Biasanya, mereka akan dihadapkan dengan permasalahan kebingungan dalam memilih untuk idealis atau realistis ketika menentukan jurusan kuliah. Kalau ada di posisi ini apa yang akan anda pilih? Idealis atau realistis? Sebelum memilih, anda perlu mengetahui apa itu idealis dan realistis. Hal ini sangat penting untuk menghindari kejadian salah memutuskan jurusan.
Tercatat 87 persen mahasiswa di Indonesia merasa salah jurusan seperti yang dikatakan Irene Guntur, ahli Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF). Agar dapat meminimalisir kejadian tersebut diperlukan persiapan yang matang sebelum memilih jurusan.
Karena perasaan akan salah jurusan ini dapat mengakibatkan dampak kurang baik bagi mahasiswanya. Persiapan itu dapat dimulai dengan mengetahui apa yang mendasari pemilihan jurusan tersebut, idealis atau realistis? Idealis dapat didefinisakan sebagai sifat seseorang yang berpegang teguh pada prinsip atau ide yang dianutnya. Sedangkan realistis dapat didefinisikan sebagai cara berpikir yang penuh perhitungan dengan menyesuaikan kemampuan dan keadaan nyata. Keduanya memiliki konsekuensinya masing-masing.
Idealis dalam memilih jurusan artinya siap menerima segala konsekuensi yang akan diterima
Sesuai definisinya, idealis pada kondisi tersebut artinya seseorang itu memilih jurusan dengan berpegang teguh pada prinsip dan keinginan yang mendalam dari diri. Perlu diperhatikan saat memilih idealis yaitu apakah jurusan tersebut sudah sesuai dengan passion yang dimiliki.
Sebaiknya jangan terlalu berpegang teguh pada keputusan yang sifatnya hanya sekedar ikut-ikut saja dan tidak disesuaikan dengan kemampuan diri sendiri. Karena anak SMA yang idealis cenderung memilih jurusan dengan passing grade yang tinggi dan tidak peduli akan resiko kemungkinan kecil untuk lolos.
Pada kondisi tersebut sudah seharusnya siap menerima semua konsekuensi yang akan diputuskan baik penerimaan atau konsekuensi buruk yaitu penolakan. Serta sudah seharusnya siap untuk memberikan effort lebih dibandingkan orang lain untuk mengusahakan keinginan yang mendalam tersebut. Mengingat setiap orang yang idealis cenderung memilih jurusan dengan passing grade yang tinggi dan pesaing yang banyak. Tidak menjadi masalah jika memilih idealis asalkan jurusan yang dipilih didasari keinginan dan kemampuan diri yang kuat.
“It’s Important to make a dream and a dream reality”- Marie Curie (penting untuk membuat impian hidup dan impian menjadi kenyataan).
Seperti quotes yang diungkapkan oleh ahli kimia tersebut, sebaiknya kita tidak takut untuk mimpi setinggi mungkin dan mencoba menggapainya. Kita boleh saja mengusahakan segala cara untuk dapat menggapai apa yang benar-benar kita inginkan, bukan sekedar ikut-ikut saja.
Keinginan yang kuat bisa menjadi afirmasi positif untuk dapat survive dalam jurusan yang dipilih. Tetapi, semua itu akan menjadi sia-sia jika pemilihan jurusan tersebut hanya didasarkan pada sikap ikut-ikut yang bukan merupakan keinginan dari diri sendiri. Karena bisa jadi orang yang hanya ikut-ikut itu tidak mengetahui seluk-beluk jurusan yang dipilih dan menyebabkan dampak buruk seperti: masalah akademik, psikologis, maupun gangguan relasional dengan orang lain.
Lalu bagaimana dengan realistis?
Banyak yang salah mengartikan bahwa realistis adalah memilih jurusan dengan passing grade terendah untuk mencari aman. Opini seperti itu sebenarnya salah besar, realistis merupakan proses atau cara berfikir kita dalam menyesuaikan keputusan yang akan dipilih dengan keadaan dan kemampuan yang dimiliki.
Realistis bukan hanya sekedar memilih jurusan dengan passing grade terendah, sama halnya dengan idealis saat seseorang mencoba realistis pastinya tetap harus menyesuaikan passion yang dimiliki. Apabila seseorang terlalu pesimis, kemudian memutuskan untuk memilih jurusan yang tidak diinginkan atau asal asalan dan beranggapan hal tersebut merupakan pemikiran realistis bisa menyebabkan berbagai permasalahan seperti perasaan salah jurusan.
Perasaan salah jurusan tersebut dapat berujung kehilangan motivasi, tidak dapat mengikuti mata kuliah, tidak bisa mendalami ilmu yang diberikan karena merasa bukan passionnya, dan juga menjadi lebih pesimis sehingga bisa memicu drop out atau bahkan ancaman kesehatan mental.
Lalu, bagaimana kondisi yang tepat untuk memilih realistis? Anda dapat memilih realistis ketika sudah mengetahui resiko yang akan terjadi ketika memilih jurusan dengan pemikiran idealis. Resiko tersebut dapat berupa penolakan maupun ketidakmampuan mengikuti perkuliahan.
Untuk itu, realistis dapat dilakukan dengan tetap mempertimbangkan berbagai aspek minat bakat agar perjalanan yang jauh itu (selama 4 tahun) akan terasa lebih ringan karena sesuai dengan passion dan keinginan. Lagi-lagi keinginan sangat berpengaruh karena dampaknya memberikan pengaruh positif untuk mau dan mampu menjalani perkuliahan dan juga explore lebih jauh dalam jurusan yang dipilih.
Idealis maupun realistis sebenarnya memiliki kesaamaan karena keduanya tetap harus menyesuaikan passion yang dimiliki. Seseorang dapat memilih idealis ketika dia mau mengusahkan dan mampu menjalaninya. Namun apabila kondisi keduanya tidak memungkinkan, realistis sangat diperlukan tetapi tetap mempertimbangkan passion yang dimiliki. Agar kemungkinan merasa salah jurusan dapat dihindarkan.