Minggu, April 28, 2024

Pesta Demokrasi 2024: Pilih Pemimpin yang Peduli Krisis Iklim

Michelle Jefelyn Hardinata
Michelle Jefelyn Hardinata
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Tertarik dengan isu hak asasi manusia dan lingkungan.

Tahun 2024 tepatnya pada bulan Februari adalah pesta demokrasi yang dinanti-nantikan oleh masyarakat Indonesia. Sebagai negara demokrasi, Indonesia setiap 5 tahun sekali melaksanakan pemilu yang terdiri dari Pemilu Legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan pemilihan Presiden-Wakil Presiden.

Momentum pesta demokrasi 2024 ini menjadi suatu hal yang penting untuk menentukan masa depan Indonesia di lima tahun yang akan datang. Dapat dikatakan bahwa pemilu ini merupakan suatu hal yang sakral dan akan menjadi fatal bila kita salah menentukan pemimpin negara kita. Kita akan semakin tertinggal, mengalami kemunduran dan semakin jauh dari negara sejahtera bilamana kita tidak memilih pemimpin yang peduli terhadap bangsa dan negara terkhusus terkait persoalan krisis iklim yang sedang melanda bumi.

Perubahan iklim yang melanda bumi kian hari terasa semakin buruk dan memberi dampak yang serius diseluruh belahan dunia. Di tahun 2023 Indonesia telah merasakan dampak yang nyata dari krisis iklim seperti cuaca ekstrem, kebakaran hutan dan lahan di pulau Kalimantan dan Sumatera, kerugian oleh karena gagal panen dibeberapa daerah, kekeringan berkepanjangan, kualitas udara yang buruk sehingga intensitas penularan penyakit dapat mengancam kesehatan manusia dengan mudah.

Sebagai masyarakat yang tinggal di negara demokrasi seperti Indonesia, sudah seharusnya kita memilih pemimpin yang mempunyai komitmen dalam menangani krisis iklim yang ada demi tercapainya keadilan ekologi-sosial di Indonesia. Bila krisis iklim dibiarkan dan dianggap seolah-olah hal yang belum genting, maka Indonesia akan menjadi semakin rentan dengan dampak iklim yang ada dan hak asasi manusia yang terciderai digenerasi kita sampai ke generasi yang akan datang.

HAM yang Dapat Terancam

Berbicara mengenai hak asasi manusia, terdapat beberapa hak asasi manusia yang terancam krisis iklim seperti: 1) Hak untuk hidup, dapat terancam karena berbagai penyakit dan cuaca ekstrem yang menimbulkan bencana alam; 2) hak atas kesehatan, dapat terancam karena stunting, meningkatnya penyakit tular-vektor dan beberapa penyakit yang diakibatkan oleh cuaca ekstrem; 3) hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dapat terancam karena turunnya kualitas lingkungan hidup yang membuat pertumbuhan flora terganggu dan mengancam habitat fauna serta beberapa bencana hidrometerologi.

Bila calon pemimpin yakni calon presiden dan wakil presiden diam saja terhadap krisis iklim lalu tidak mengkampanyekan untuk berkomitmen kuat memberikan solusi terhadap permasalahan krisis iklim yang terjadi, sama saja calon presiden dan wakil presiden sudah berencana untuk melakukan pembunuhan terhadap HAM masyarakat Indonesia secara perlahan tapi pasti.

“Bumi, udara, tanah dan air bukanlah warisan dari nenek moyang kita melainkan pinjaman dari anak cucu kita. Jadi kita harus menyerahkan kepada mereka setidaknya seperti yang diserahkan kepada kita.”

-Mahatma Gandhi

Pentingnya Komitmen Kuat

Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani bertindak nyata. Tindakan nyata tersebut dapat kita lihat terlebih dahulu dalam kampanye mereka, debat mereka, visi dan misi mereka, apakah menaruh perhatian terhadap iklim dan keadilan ekologi-sosial masyarakat Indonesia atau malah mengesampingkan dan menutup mata.

Komitmen bukan hanya komitmen semata, kita harus melihat apakah tujuan mereka para calon pemimpin menangani krisis iklim ini telah menghadirkan gebrakan solusi yang realistis dan dapat dijalankan oleh negara kita? Bukankah kata-kata manis selama kampanye adalah mereka yang membuat masyarakat menaruh harapan tinggi dengan membalut harapan tersebut dengan kata-kata yang menarik tetapi sebenarnya tidak realistis untuk dijalankan.

Kita harus kritis dan memilih pemimpin yang tidak memanfaatkan sumber daya alam secara berlebihan dan tidak menutup mata pada krisis iklim yang mengkhawatirkan dunia. Indonesia butuh kebijakan iklim, peraturan hukum yang di buat khusus untuk perubahan iklim. Peraturan hukum ini juga sebagai tindakan nyata Indonesia yang telah menandatangani Paris Agreement tahun 2015 dan komitmen Indonesia untuk mendukung Net Zero Emission 2060, serta beberapa gebrakan solutif lainnya.

Marilah kita pilih pemimpin yang peduli dengan krisis iklim, peduli terhadap kelestarian lingkungan demi keberlangsungan makhluk hidup yang berkeadilan sosial, serta tercapainya Net Zero Emission di tahun 2060, bukan malah memilih calon pelanggar HAM anak-cucu kita.

Michelle Jefelyn Hardinata
Michelle Jefelyn Hardinata
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Tertarik dengan isu hak asasi manusia dan lingkungan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.