Jumat, April 19, 2024

Perempuan dan Problematika Kecantikan

Dedi Sulaiman Rawi
Dedi Sulaiman Rawi
Seorang lulusan Magister Sosiologi Universitas Airlangga yang sedang berjuang untuk kembali menjadi mahasiswa.

Pernah dengar istilah beauty privilege? Iya, istilah yang dewasa ini sering digunakan atau ditujukan kepada seseorang yang dianggap memperoleh keuntungan karena memiliki fisik yang menarik berdasarkan standar kecantikan yang disepakati banyak orang.

Dalam percakapan sehari-hari kita mungkin sering dengar ungkapan semacam ini. “Kamu sih enak punya wajah cantik, nggak bakal sulit dapat kerja. Itu dosen ngasih nilai bagus karena kamu cantik. Jadi orang cantik tuh enak ya, mau ngapain aja gampang“.

Beauty privilege ini memang seringkali dikaitkan dengan peluang keberhasilan seseorang dalam banyak hal. Ada banyak riset yang menunjukkan bahwa penampilan memiliki pengaruh terhadap kesuksesan karir. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Dario Maestripieri dkk.

Dalam penelitian mereka “Explaining financial and prosocial biases in favor of attractive people: Interdisciplinary perspectives from economics, social psychology, and evolutionary psychology” (2016), orang-orang yang berpenampilan menarik berpeluang untuk mendapatkan kesempatan kerja lebih besar daripada orang dengan penampilan biasa saja.

Pada beberapa kasus di Indonesia bentuk fisik memang memudahkan seseorang untuk mencapai tujuannya. Itu fakta yang masih sering kita temui. Tidak sedikit perusahaan yang mensyaratkan tinggi badan, bentuk tubuh, bahkan warna kulit. Padahal syarat-syarat tersebut tidak ada korelasi terhadap perkerjaan yang akan mereka kerjakan. Itu berarti bahwa perempuan yang lain sebenarnya juga mampu melakukan pekerjaan tersebut meskipun tidak memenuhi syarat-syarat fisik sebagaimana yang ditetapkan oleh perusahaan.

Kita tahu, tugas utama seorang SPG (Sales Promotion Girl) adalah menawarkan dan menjual produk, tapi hanya perempuan yang dianggap memiliki tampilan fisik menarik yang diterima bekerja sebagai SPG.

Seorang perempuan dengan kemampuan yang baik tentang  keuangan atau perbankan tetap tidak diterima bekerja di perusahaan perbankan dengan alasan yang sama, yakni tampilan fisik yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan.

Kasus semacam ini terjadi karena perusahaan menjadikan tubuh perempuan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan penjualan produk atau jasa. Dalam banyak literatur tindakan ini disebut komodifikasi tubuh perempuan. Sebuah tindakan yang dalam arti sederhana ialah mengubah fungsi tubuh perempuan. menjadi barang atau alat yang memiliki nilai ekonomi.

Pandangan semacam ini berdampak cukup serius terhadap banyak perempuan. Seringkali perempuan yang menganggap dirinya biasa saja semakin kehilangan rasa percaya diri, merasa pesimis terhadap masa depan. Kita bisa sepakat bahwa menjaga penampilan itu penting sebagai salah satu bentuk penghargaan terhadap diri.

Tapi, apa benar seseorang bisa berhasil hanya dengan bermodal fisik yang menarik? Apakah bentuk fisik satu-satunya faktor penentu keberhasilan?

Thomas J. Stanley mengatakan terdapat beberapa faktor penentu kesuksesan antara lain; integritas, disiplin, kerja keras, kecintaan terhadap pekerjaan, kemampuan menjual ide, dan jiwa kepemimpinan.

Dari beberapa faktor di atas rasanya terlalu berlebihan jika kecantikan dijadikan sebagai penentu keberhasilan. Seorang yang dianggap cantik juga perlu mengasah kemampuan, kecerdasan, dan skill yang dibutuhkan. Di beberapa negara seperti Amerika bahkan seorang kandidat dianjurkan untuk tidak mencantumkan foto pada curriculum vitae saat mengirim lamaran kerja. Ini menunjukkan bahwa bentuk fisik bukan faktor utama seseorang memperoleh pekerjaan.

Menjadi cantik dan menarik, salahkah?

Menjadi cantik atau menarik tentu tidak salah. Persoalannya bukan terletak pada orang yang memiliki fisik yang cantik. Tapi bagaimana orang lain melihatnya dan reaksi yang muncul akibat persepsi yang ada di kepala mereka.

Perempuan cantik di Afrika tentu tak akan mendapatkan penilaian yang sama ketika berada di Eropa, begitupula sebaliknya. Mengapa? Karena Orang Afrika dengan Orang Eropa memiliki persepsi yang berbeda tentang apa yang disebut cantik.

Ada banyak hal yang dapat memengaruhi persepsi seseorang terhadap definisi cantik. Kultur dan kebiasaan yang berlaku di tempat di mana kita tinggal seringkali memiliki pengaruh kuat dalam membentuk persepsi. Dan, yang tak kalah penting adalah propaganda iklan hingga kontes kecantikan yang selama ini kita tonton. Hampir semua iklan produk terutama produk kecantikan selalu menampilkan seorang perempuan dengan bentuk tubuh, tinggi badan, dan warna kulit tertentu. Ketika sebuah iklan ditampilkan secara terus menerus, maka lambat laun akan memengaruhi persepsi kita bahwa cantik itu seperti yang ada dalam sebuah iklan. Merek pakaian dalam semacam Victoria Secret misalnya, mereka selalu menampilkan bintang iklan seorang perempuan dengan tubuh ramping dan memiliki kulit yang mulus. Seolah ingin mengatakan bahwa itulah bentuk ideal seorang perempuan. Sehingga tak sedikit perempuan yang terobsesi untuk terlihat seperti model iklan tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh kontes kecantikan. Ada begitu banyak kontes kecantikan di dunia saat ini. Sebut saja Miss World, Miss Universe, dan kontes lain sejenisnya. Tapi, apa benar itu yang disebut cantik? Apa semua dari kita sepakat cantik versi kontes tersebut? Saya yakin reaksi dan penilaian kita akan beragam. Mungkin saja bagi kita ini cantik, tapi belum tentu bagi mereka. Karena sebenarnya apa yang ditampilkan iklan dan kontes kecantikan tersebut merupakan bisnis belaka. Mereka secara sadar menjadikan tubuh perempuan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

Lagi pula kecantikan memang sulit diukur dengan cara apapun. Tidak ada alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecantikan seseorang. Karena kecantikan memang realitas subjektif pada masing-masing orang. Konsep cantik itu hanya ada pada pikiran. Seseorang disebut cantik ketika memiliki kepercayaan diri yang tinggi, seseorang yang lain cantik karena bersifat hangat dan murah senyum, bahkan seseorang disebut cantik karena sering memberi makan kucing jalanan. Cantik itu memiliki definisi yang tak terbatas. Kita tak akan pernah bisa meyakinkan orang lain bahwa pasangan kita yang paling cantik, begitupun bahkan jika semua orang mengatakan biasa saja, pasangan yang kita cintai tetap akan jadi yang paling cantik. Atas dasar ini saya meyakini semestinya tak ada lagi perempuan yang merasa insecure apalagi sampai benci terhadap bentuk tubuhnya. Karena setiap perempuan cantik dengan segala keunikan yang dimiliki.

Dedi Sulaiman Rawi
Dedi Sulaiman Rawi
Seorang lulusan Magister Sosiologi Universitas Airlangga yang sedang berjuang untuk kembali menjadi mahasiswa.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.