Minggu, November 10, 2024

Perang Dagang Negara Adikuasa dan Kemiskinan Indonesia

Leo Bisma
Leo Bisma
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
- Advertisement -

Bloomberg, media dengan cakupan global mengenai pemberitaan dan analisis bisnis, baru-baru ini meluncurkan sebuah artikel berjudul “Trump Wanted a Trade War. Here’s What One Looks Like”. Secara keseluruhan artikel ini  membahas tentang kebijakan ekonomi suatu negara, khususnya tarif impor dan investasi atau dalam istilah-nya, Trade War.

Lalu apa pemicu yang membuat bahasan Trade War ini kembali muncul kepermukaan, dan media-media ekonomi kenamaan seperti CBC, Marketwatch turut berpartisipasi membahasnya? Ialah lantaran sikap terbaru seorang pemimpin negara superpower yang mencuri perhatian, Donald J Trump.

Hanya dalam kurun waktu dua minggu, Presiden AS Donald Trump menetapkan serangkaian kebijakan tarif terhadap sejumlah negara, memblokir pengakuisisian perusahaan AS dan mencari pembatasan baru pada investasi Cina di masa depan.

Para ahli ekonomi  memperkirakan dunia telah di ambang perang dagang habis-habisan, yang menampilkan aksi saling balas kebijakan, persaingan dagang yang memanas, dan pekerjaan berat untuk Organisasi Perdagangan Dunia yang mungkin tidak siap untuk mendinginkan situasi.

Jika provokasi perdagangan oleh Trump tidak terkontrol, bukan tidak mungkin, belasan transaksi perdagangan dan kesempatan bisnis yang telah dinegosiasikan selama beberapa dekade terakhir dapat musnah. Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat membuat pasar saham di seluruh dunia terguncang.

Perang dagang resmi dimulai hari ini. Kamis (22/3) lalu, Trump secara resmi meneken memorandum eksekutif yang berisi tarif USD 60 miliar terhadap impor dari negara ekonomi dunia, China. Seakan gayung yang bersambut, negeri tirai bambu bereaksi dengan mengenakan bea masuk tinggi untuk setiap produk Amerika yang masuk kenegaranya.

Kebijakan Proteksionis oleh Trump mengakibatkan turunnya jumlah produk di negara Paman Sam, walhasil kebutuhan masyarakatnya yang tidak menurun akan memaksa harga-harga komoditas untuk naik seiring dengan kelangkaan barang. Perdagangan antar AS dan China yang semula normal, terancam akan anjlok akibat penetapan bea masuk yang tinggi oleh kedua negara. Perang dagang diantara dua raksasa ekonomi dunia tentunya memiliki dampak signifikan pada ekonomi negara lain, tak terkecuali Indonesia.

Lalu bagaimana Trade War dapat berimbas pada Indonesia? Hemat Kata, Produk-produk China yang gagal masuk Amerika lantaran bea masuk yang tinggi mulai mencari tempat tujuan baru. Yakni pasar negara-negara di Asia termasuk Indonesia.

Walhasil pasar Indonesia yang kini telah dibanjiri produk China bukan tidak mungkin akan mendapat ekspansi besar-besaran dari negeri tirai bambu tersebut. Indonesia yang terdiri dari 250 juta lebih penduduk dengan kebutuhan beragam dan belum menetapkan kebijakan yang terperinci mengenai proteksionisme, akan menjadi sasaran empuk bagi china untuk memasarkan produknya.

Tak lupa pula,  bea masuk ke AS yang tinggi berdampak pada jumlah Ekspor Indonesia akan menurun. Angka impor Indonesia yang menukik keatas jauh meninggalkan jumlah ekspor tentu saja akan mengacaukan keseimbangan perekonomian. Nilai mata uang Rupiah akan melemah. Tentunya nilai rupiah yang  tertekan akan mengganggu pada bisnis lokal di Indonesia.

- Advertisement -

Lalu dibalik perang dagang, pertanyaannya adalah siapa yang diuntungkan? Jawabannya adalah tak seorang pun. Berkaca pada sejarah. Ketika Presiden George W Bush menaikkan tarif baja pada 2002, produk domestik bruto AS turun $ 30,4 juta. Menurut USITC (Komisi Perdagangan Internasional AS), Kebijakan ini menghilangkan 200.000 pekerjaan, sekitar 13.000 di antaranya dalam pembuatan baja mentah (Bloomberg).

Diselidiki, latar belakang tindakan Trump yakni berupaya membalas perlakuan China yang ia anggap sebagai pencurian kekayaan intelektual Amerika selama puluhan tahun. Trump yang aktif berkicau pada akun pribadinya itu bahkan menyatakan bahwa perang perdagangan “Baik, dan mudah dimenangkan”.

Dapat disimpulkan, Perang dagang antara AS dan China merupakan trigger bagi kekacauan ekonomi dunia. Stabilitas terganggu karena perubahan nilai mata uang yang signifikan. Nilai Dollar yang naik ditambah jumlah impor Indonesia melebihi ekspor menyebabkan inflasi mata uang Rupiah, Harga barang-barang pun meroket.

Lanjutannya kemudian biaya hidup akan semakin naik dengan cepat, dan kemampuan investasi oleh masyarakat Indonesia terus menurun. Lalu bagaimana ujungnya? Langgengnya kemiskinan di Indonesia.

Leo Bisma
Leo Bisma
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.