Belum genap satu minggu setelah kejadian kerusuhan di Mako Brimob, Depok, Rabu (9/5) lalu, warga Indonesia kembali ditakutkan oleh rangkaian aksi teror yang merenggut lebih dari 10 nyawa. “I see humans, but no humanity” mungkin pepatah tersebut dapat menggambarkan perasaan dari rakyat Indonesia saat ini.
Di saat rakyat Indonesia berusaha untuk melupakan apa yang terjadi pada bulan Mei tahun 1998 yang lalu, ternyata rangkaian aksi teror seolah kembali mengingatkan kita pada kengerian yang terjadi pada bulan Mei, 20 tahun yang lalu. Tidak cukup hanya kerusuhan yang terjadi di kota Depok, kini Surabaya dan Sidoarjo menjadi target bagi para pelaku teror tersebut.
Memilukan hati karena bukan hanya orang dewasa yang terlibat, namun balita yang mungkin belum memahami kerasnya hidup juga turut menjadi bagian dalam rangkaian aksi teror yang terjadi di Kota Surabaya ini.
Satu hal yang cukup menarik perhatian dari Netizen adalah kehadiran Presiden Indonesia, Jokowi untuk memberikan dukungan dan perhatian secara langsung bagi korban. Saya sendiri sangat kagum dan tersanjung melihat kepedulian Presiden Indonesia bagi rakyatnya. Dikabarkan, dirinya membatalkan dua Agenda sebelumnya yang mungkin sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Dilansir dari cnnindonesia.com, kedua agenda tersebut adalah peresmian pembukaan lokakarya Nasional anggota DPRD Partai Persatuan Pembangunan se-Indonesia Tahun 2018 di Ancol, Jakarta Utara dan Halaqoh Nasional Hubbul Wathon dan Deklarasi Gerakan Nasional Muballigh Bela Negara (GN-MBN), di Asrama Pondok Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, pada pukul 15.00 WIB.
Melihat berita tersebut, saya mencoba untuk melihat kolom komentar dari beberapa media yang memberitakan mengenai kehadiran Jokowi di tengah-tengah koraban itu. Banyak pujian dan juga apresiasi yang diberikan oleh Netizen kepada orang nomor satu di Indonesia ini. Namun, untuk aksi kemanusiaan seperti ini, dampak negatif juga muncul dalam benak beberapa masyarakat. Ujaran seperti kata “pencitraan” sudah menjadi hal yang biasa dilontarkan kepada tokoh-tokoh publik.
Saya sendiri sendiri merasa perbuatan yang dilakukan oleh Jokowi adalah sebuah hal hebat dalam dunia politik yang kadang terkesan menyeramkan. Tapi, diluar dari itu semua, apakah hal yang dilakukan beliau sudah cukup bagi Indonesia ?
Dua hari yang lalu (11/5), Koran Kompas mengeluarkan sebuah Headline yang cukup mengejutkan. Sebuah foto dengan background hitam dan tulisan “Saatnya Negara Tegas” sangat menjadi pukulan keras bagi pemerintahan Indonesia dalam menanggapi kasus terorisme di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, bukan kali pertama Indonesia melawan aksi teror yang terjadi, dan artinya bukan saatnya Indonesia selalu bersiap-siap dalam menghadapi aksi teror tersebut.
Jika dilihat dari kesiapan Undang-Undang Anti-Terorisme yang hingga kini belum rampung, cukup terlihat belum adanya kesiapan Indonesia dalam menindak secara tegas “Aksi Teror” di Indonesia. Belum lama setelah aksi teror tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun mengeluarkan statement yang dapat dinilai cukup menyerang badan-badan pembuat Undang-Undang di Indonesia.
Dilansir dari detik.com, Minggu (12/5) lalu, Tito secara terang-terangan meminta agar DPR mempercepat revisi UU Antiterorisme tersebut. Tujuan dari hal itu adalah agar Polri dapat menindak teroris dengan lebih cepat. Cukup masuk akal ketika kita melihat tidak adanya kejelasan hukum untuk memperkarakan teroris tersebut, bagaimana penegak hukum dapat memaksimalkan upayanya dalam menjaga keamanan Indonesia?
Kesiapan Menjelang Asian Games 2018
Tepat pada waktu bom bunuh diri terjadi di tiga titik yang berbeda di Surabaya, kota Jakarta sedang melakukan penyambutan untuk kegiatan Asian Games yang akan digelar di Indonesia kurang dari 100 hari lagi. Cukup contrast ketika melihat dua kota besar di Indonesia ini memiliki dua rasa yang berbeda di hari yang sama.
Disaat warga Jakarta disenangkan oleh beragam aksi parade dan juga pertunjukan di pusat kota Jakarta, yaitu Monas, Warga Surabaya sedang menggelar aksi lilin kebersamaan dan bahkan tidak dapat merasakan perasaan bahagia karena Indonesia akan kembali menjadi tuan rumah bagi Asian Games setelah bertahun-tahun sejak 1962.
Mungkin tidak hanya warga Surabaya saja yang ikut merasakan kepedihan itu, namun hal yang lebih tepat adalah ditengah kemeriahan penyambutan Asian Games tersebut, Rakyat Indonesia menyembunyikan kesedihan dan ketakuan akan aksi teror yang terjadi.
Coba kita pikirkan sebuah situasi terburuk apabila aksi teror tersebut terjadi pada saat pembukaan dari Asian Games 2018 di Jakarta nanti? Kita akan sulit untuk memprediksi apa yang akan dilakukan Pak Jokowi dihari tersebut pastinya. Jika kita kembali memperkarakan mengenai UU Antiterorisme tersebut, nampaknya masih banyak PR yang harus dilakukan oleh anggota Dewan di Indonesia.