Jumat, Maret 29, 2024

Peran ICW dalam Perwujudan Good Governance

Bima Abimayu
Bima Abimayu
Direktur Community of Criminal Law Study FH UAD 2021-2022

Tindak-tanduk Moeldoko belakangan ini sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) dan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) laksana sebuah gema yang meresahkan. Kabar eks Panglima TNI tersebut tidak hanya mencuat pada saat kudeta di Deli Serdang. Dewasa ini gema pemberitaan Moeldoko kembali terdengar atas somasi yang dilakukan oleh kuasa hukumnya (Otto Hasibuan) kepada Indonesia Corruption Watch (ICW).

Hasil studi yang dilakukan ICW dengan mempublikasi keterkaitan Moeldoko dengan produsen obat invermectin dan politisi dalam bisnis obat yang di promosikan KSP Moeldoko sebagai obat Covid-19. Pemberitaan a quo tentu memancing kemarahan rakyat yang makin hari kian ironi,  seolah tidak peduli dengan ribuan nyawa berpulang, apalagi perihal tangis kelaparan yang kini tengah dirasakan masyarakat dengan strata ekonomi menengah-kebawah.

Alih-alih tengah sibuk membantu Presiden dalam penanganan Covid-19 yang semakin carut-marut, Moeldoko justru sibuk meredam kegaduhan pemberitaannya dengan memberikan somasi kepada ICW.

Peran ICW dalam Perwujudan Good Governance

Governance secara tegas di jelaskan oleh United Nations Development Programe (UNDP) sebagai “the exercise of political economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”. Dengan demikian governance memiliki tiga hal yang berkaitan yaitu economic, political, dan administrative.

Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di suatu negara dan interaksi diantara pelaku ekonomi. Political governance berkaitan dengan proses formulasi kebijakan. Sedangkan administrative governance berkaitan dengan sistem implementasi kebijakan.

Dengan pemahaman governace tersebut, terdapat tiga pilar governace yang saling berinteraksi yakni negara/pemerintahan (state), dunia usaha (private sector) dan masyarakat (society). Sedang makna good dalam good governance berarti nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam pencapaian tujuan kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.

Serta good bermakna bahwa terdapat aspek fungsional pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (Rasul, 2009). Olehnya, ICW sebagai bagian dari civil society dalam konsepsi good governance (tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih), memegang peranan penting menajalankan fungsi check and balance antara the states dengan civil society.

Untuk mengetahui hadirnya good governance dalam suatu pemerintahan negara diperlukan batu uji berupa prinsip-prinsip  good governance, yakni: kepentingan umum; partisipasi masyarakat; akuntabilitas; tranparansi; desentralisasi; kemitraan; efektif dan efisen; wawasan ke depan; profesionalitas; dan demokrasi. Selain prinsip tersebut, sebagaimana tujuan dari good governance, maka civil society memiliki andil yang tak kalah penting. 

Dengan adanya peran pengawasan dari warga negara secara individu maupun kelompok yang telah terorganisir secara baik (civil society) perwujudan good governance dapat dimaksimalkan. Sehingga praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dapat diminimalisir, dan perwujudan good governance tidak hanya utopis semata.

Dalam konferensi pers virtual, Kamis (29/7) Otto Hasibuan mempertanyakan dan menyatakan “ICW dapat mandat dari siapa sehingga berwenang mengawasi pemerintah? Semua warga negara berhak melakukan pengawasan. Tetapi jangan dengan dalih pengawasan bisa melakukan fitnah dan pencemaran nama baik”.

Pertanyaan dan pernyataan Otto Hasibuan tentu keliru, dikarenakan ICW merupakan organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (Non Goverment Organization). ICW adalah bagian dari civil society yang tidak melakukan pengawasan layaknya oganisasi yang masuk kedalam  state actor lainnya yang harus mendapatkan mandat dari undang-undang dan UUD 1945 terlebih dahulu untuk melakukan pengawasan.

Rakyat adalah pemilik kedaulatan yang diberikan mandat oleh Pasal 2 UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.  Alangkah bijak apabila Otto Hasibuan kembali mempelajari distingsi antara government organization dengan non government organization.

Terkait pernyataan Otto Hasibuan, jika yang disampaikan berdasarkan fakta dan data maka itu bukanlah fitnah dan pencemaran nama baik. Hal tersebut berbeda dengan statement pribadi, yang dapat memenuhi kualifikasi delik Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hasil studi tersebut berdasarkan fakta dan data. Upaya bantahan yang seharusnya dilakukan berupa bantahan dengan fakta dan data tandingan.

Perlu diketahui hukum Pidana merupakan ultimum remedium. Jika hukum pidana dijadikan sebagai primum remedium dalam konteks seorang pejabat publik menggunakan instrumen hukum pidana dalam menolak sebuah hasil studi terhadapnya, semakin menunjukkan betapa buruknya etika pejabat publik saat ini. Tindakan ddemikian merupakan momok yang semakin memperlihatkan good governance masih sangat jauh dari bentuk ideal.

Langkah Perwujudan

Penting bagi pejabat publik memahami skala prioritas dalam mengemban tugasnya, dan penanganan covid-19 adalah prioritas utama saat ini. Jika merasa tudingan tidak benar, tidak perlu membungkam dengan instrumen hukum yang tidak pada tempatnya. Berikan kebebasan kepada civil society dalam menilai data dan fakta siapa yang kredibel untuk diterima.

Perilaku pejabat publik dengan cara menggunakan hukum pidana sebagai primum remedium hanya menimbulkan persepsi pesimistis dari civil society dalam mewujudkan good governance. Olehnya, untuk menyudahi persoalan a quo, terdapat beberapa ikhtiar yang dapat dilakukan. Pertama, penerapan good governance dalam ikhtiar menghapus praktik KKN harus dilakukan dengan strategi preventif dan strategi represif yang efektif dan seimbang.

Kedua, menggunakan instrumen hukum pada koridor yang tepat, dengan membantah kritik yang berangkat dari fakta, data dan metode ilmiah dengan memaparkan data dan fakta tandingan. Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip good governance, dengan cara mewajibkan uji kompetensi berkala dalam kurun waktu tertentu, agar prinsip  good governance tidak hanya dipahami secara redaksional, melainkan turut hadir dalam tindakan yang lahir pada setiap pilar good governance.

Agaknya penting untuk kembali mengeja dan memahami makna demokrasi dengan sederhana yang disuguhkan oleh Abraham Lincoln “democracy is government of the people, by the people, and for the people”.

 

Bima Abimayu
Bima Abimayu
Direktur Community of Criminal Law Study FH UAD 2021-2022
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.