Jumat, April 26, 2024

Penyembah Presiden Itu Kanker dalam Demokrasi

Yopi Makdori
Yopi Makdori
Pengagum orang-orang yang berilmu | Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman | Lingkar Cendekia

Bisingnya Pemilu 2019 sungguh-sungguh memekakan gendang telingaku. Masing-masing pihak berlaku bak para bigot yang cap itu kerap mereka tempelkan ke para radikalis agama.

Mereka membabi-buta membela junjungannya tanpa melihat dari sudut pandang objektivitas. Tak jarang mereka mengaku berada di barisa kaum  bestari, tapi lakunya jauh dari itu.

(Calon) Presiden yang mestinya hanya sebagai penentu arah kebijakan suatu negara, menjadi bergeser ke arah sesembahan baru. Mungkin tuhan tidak lagi memuaskan bagi mereka, atau tuhan tidak bisa memberikan yang mereka mau?

Kanker Bigot dalam Demokrasi

Para kaum bigot penyembah (Calon) presiden ini lambat laun menggrogoti demokrasi yang katanya mereka junjung tinggi. Setiap kritik yang mengarah ke junjungannya dipersepsiakan sekan peluru yang dengan tajam menghunuh kepala sesemabahannya itu. Maka tidak heren jika pengikut kedua pihak bersikap layaknya tameng di dunia digital untuk melindungi kepala junjunganya dari peluru-peluru dari pihak lawan.

Cara mereka memandang dunia dengan oposisi biner memunculkan sikap antagonisme terhadap pihak-pihak di luar mereka. Masing-masing pihak mengklaim junjunganya paling suci.

Sikap seperti ini lambat laun menggrogoti pondasi demokrasi yang katanya masing-masing pihak selalu junjung. Demokrasi menghendaki adanya kritik bahkan tanggung jawab utama warga negera bukanlah memilih pemimpin, melainkan mengawal laku seorang pemimpin.

Dalam demokrasi membuka selebar-lebarnya ruang perdebatan, tanpa ada batasan spektrum dalam perdebatan itu. Pemerintah bukanlah sumber kebenaran tunggal, pun demikian dengan oposisi.

Demokrasi itu menuntut para penganutnya bersikap ilmiah bukan dogmatis. Penganutnya mesti dengan lapang dada mengakui setiap kebenaran yang muncul dari manapun, meskipun itu datang dari (maaf) dubur ayam.

Namun jika hal itu tidak ada dalam jiwa penganutnya, dan justru membela matia-matian junjungannya, maka benar kita sedang terkena kanker.

Takut Informasi Baru

Akar dari ini semua lagi-lagi sikap dogmatis para kaum penyembah (Calon) presiden ini. Mereka akan menghabisi (Calon) presiden lawan dengan cara membabi-buta dan menempatkan sesembahan mereka di altar sucinya. Menurutnya, apapun yang datang dari (Calon) presiden mereka adalah sebuah kebenaran tunggal.

Jika dilihat dari sudut pandang yang benar, kritik bukanlah sebuah noda yang akan merusak sesembahan mereka. Mestinye mereka melihat kritik sebagai cara untuk memandang laku sesembahannya dari sudut pandang yang lebih bervariasi.

Maka benar apa yang ditemukan oleh para ilmuwan psikologi bahwa manusia cenderung memiliki sikap mental yang menolak informasi baru yang dirasa akan membuat kita merasa tidak nyaman.

Hal ini bisa dicontohkan tatkala seseorang merasa risau kala melihat saldo di rekningnya setelah ia membayar tagihan tertentu. Contoh lainnya ialah kala seseorang takut ke dokter kala ia sudah mengetahui gejala-gejala penyakit berat dan gejala-gejala tersebut cocok seperti yang ia rasakan.

Hal serupa berlaku kepada para penyembah (Calon) presiden ini. Mereka mencari tahu apa yang ingin mereka dengar, dan mengabaikan fakta yang dirasa mengganggu sesembahan mereka.

Terakhir, kembalilah ke jalan yang benar. Sembahlah tuhan yang haq. Bertaubatlah para Cebong dan Kampret.

Yopi Makdori
Yopi Makdori
Pengagum orang-orang yang berilmu | Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman | Lingkar Cendekia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.