Indonesia merupakan negara yang menyimpan berbagai macam keragaman mulai dari adat, bahasa, suku, budaya serta agama ada di dalamnya. Keragaman yang dimiliki Indonesia menjadi tantangan sendiri dalam upaya menyatukan masyaraktnya untuk mewujudkan negara yang adil dan sejahtera. Terlepas dari itu semua, ada beberapa konflik yang menyangkut perbedaan agama dalam hal keadilan dan kesetaraan diantaranya yaitu permasalahan hak waris di Indonesia.
Perkara waris sering kali menjadi sumber konflik di tengah masyarakat, terutama jika menyangkut ahli waris non-muslim. Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam, pembagian hak waris secara hukum islam menjadi acuan umum dalam berbagai kasus. Namun, bagaimana jika salah satu ahli waris berbeda agama? Situasi ini menimbulkan sengketa dalam keluarga dan tantangan tersendiri dalam penyelesaian hukum.
Dalam perspektif hukum Islam, ahli waris non-Muslim tidak berhak menerima warisan dari pewaris Muslim. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa waris-mewarisi hanya dapat terjadi antara dua pihak yang seagama. Dasar dari paham tersebut bersumber dari sebuah hadits Nabi SAW yang berbunyi “orang muslim tidak dapat mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak dapat mewarisi orang muslim”.
Meskipun demikian, dengan semakin beragamnya latar belakang agama dan budaya dalam keluarga Indonesia, masalah ini semakin sering muncul dan memerlukan solusi yang adil dan bijaksana, solusi yang dapat menjadi jembatan penghubung diantara jurang pemisah yang kerap kali dianggap ketidak adilan bagi orang-orang non-muslim. Maka dalam hal ini dibutuhkan solusi hukum yang tetap menjaga nilai-nilai persatuan dan keadilan tanpa menodai nilai-nilai keagamaan.
Daintara hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah ini adalah Hibah. Hibah adalah pemberian sesuatu kepada orang lain secara sukarela, tanpa mengharapkan balasan, dan dilakukan saat masih hidup. Dengan kata lain orang yang akan meninggal tetap dapat memberikan harta warisan kepada pewarisnya sekalipun berbeda agama, akan tetapi itu bukanlah berupa warisan melainkan hibah atau pemeberian.
Sedangkan dalam perkembangan hukum di Indonesia yang membahas hukum waris kepada pewaris yang berbeda agama atau non-muslim itu bisa ditempuh melalui wasiat wajibah. Wasiat wajibah adalah wasiat yang diwajibkan oleh undang-undang kepada ahli waris atau kerabat yang tidak mendapatkan bagian harta warisan. Wasiat wajibah diberikan karena adanya halangan syara (aturan agama), Wasiat Wajibah dapat diberikan tidak hanya kepada anak angkat sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KHI, namun juga dapat diberikan kepada ahli waris yang tidak beragama islam.
Diantara putusan mahkamah agung yang membahas tentang pemeberian warisan kepada ahli waris non-muslim adalah Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 368.K/AG/1995, putusan Mahkamah Agung RI Nomor 51.K/AG/1999, putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16.K/AG/2010, kemudian putusan Mahkamah Agung Nomor 721 K/Ag/ 2015 tanggal 19 November 2015. Pemberian wasiat wajibah kepada selain anak angkat dan orang tua angkat telah diterapkan oleh Mahkamah Agung secara konsisten sejaktahun 1998 hingga setidaknya tahun 2016, yaitu kepada anak dan istri yang tidak beragama Islam.
putusan-putusan Mahkamah Agung RI untuk memberikan wasiat wajibah pada keluarga atau ahli waris beda agama, menjadi yurisprudensi yang menengahi permasalahan hak waris keluarga yang non-muslim, yang mana hasilnya tetap menjaga keutuhan persaudaraan tanpa menodai aturan-aturan dasar agama.