Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan: Meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa; Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa yang pertisipatif; Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.
Mengingat luasnya ruang lingkup implementasi UU Desa, Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pendampingan, dapat melimpahkan sebagaian kewenangannya kepada tenaga ahli profesional dan pihak ketiga (Pasal 112, ayat 4 UU Desa dan Pasal 128, ayat 2 PP 43).
Tenaga ahli profesional dimaksud adalah pendamping desa, tenaga teknik dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (Pasal 5 Permendesa No. 3/2015), termasuk diantaranya adalah Pendamping Lokal Desa (Pasal 129, ayat 1 (a) PP No. 47 Tahun 2015).
Dengan demikian, PLD yang akan berhubungan langsung secara intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju implementasi UU Desa secara optimal.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus meningkatkan peningkatan kapasitas pendamping desa. Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo mengatakan pendampingan desa terus dilakukan pemerintah dalam upaya percepatan pembangunan di desa-desa.
Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping profesional (TA,PDP,PDTI,PLD). Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1) pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional.
Atas upaya Kemendes tersebut, tentu saya sebagai bagian dari Pendamping sangat mengapresiasinya. Namun, upaya tersebut apakah cukup untuk menjawab apa yang dibutuhkan oleh Pendamping Desa?
Saya kira belum cukup, karena kegiatan tersebut tanpa bermaksud mengecilkan upaya kemendes selama ini, masih bersipat parsial belum menyentuh pada hak-hak mereka selaku tenaga pendamping profesional, yaitu mendapatkan sertifikasi kompetensi sebagai pemberdaya masyarakat yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, jaminan status ketenagakerjaan, jaminan perlindungan dan keselamatan kerja, dan tentunya jaminan peningkatan kesejahteraan.
Ketentuan pasal 27 ayat 1 Permendesa Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa, menyebutkan bahwa ”Tenaga pendamping profesional harus memiliki sertifikasi kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi”.
Sertfikasi profesi, baik tenaga pendamping profesional secara prinsip memang untuk kebaikan bagi individu pendamping maupun pengguna jasa mereka (Pemerintah dan Masyarakat).
Bagi individu pendamping, sertifikasi ini memberikan pengakuan atas kegiatan yang ditekuninya sekaligus memberi peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak sesuai dengan keahlian profesi mereka.
Sementara bagi pengguna jasa mereka, sertfikasi ini memberikan kepastian akan kualitas jasa yang mereka dapatkan. Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Mengutif pernyataan Staf Khusus Menteri Desa, Risharyudi Triwibowo, dalam website sahabatdesanusantara.com (https://sahabatdesanusantara.com/home/2019/06/22/masbowo-sertifikasi-profesi-pendamping-desa-jangan-ditunda-tunda-lagi/) beliau berpendapat bahwa sertifikasi profesi untuk Tenaga Pendamping Profesional atau Pendamping Desa sudah tidak boleh ditunda-tunda lagi, mengingat keputusan menteri tenaga kerja tentang SKKNI tersebut sudah ditetapkan beberapa tahun lalu”.
“Sertifikasi untuk Pendamping Desa (red: Tenaga Pendamping Profesional) harus segera dilaksanakan, jangan tunda-tunda lagi, regulasinya juga sudah ada sejal beberapa tahun tahun lalu” kata Mas Bowo, sapaan akrab Risharyudi Triwibowo saat berkunjung ke kediaman Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dzakiri (21/6).
Bahkan Mas Bowo menyampaikan bahwa dengan adanya sertifikasi profesi terhadap pendamping desa ini memungkinkan adanya tunjangan-tunjangan susuai dengan profesionalitas para pedamping desa. “Bagi pendamping desa yang sudah bersertifikat, sangat memungkinkan kedepannya mereka juga akan ada tunjangan-tunjangan sesuai level kompetensinya.” Katanya.
Oleh sebab itu untuk menjawab pertanyaan Pentingkah Sertifikasi Bagi Pendamping Profesional? maka jelas jawabannya adalah sangat penting. Dan saya percaya pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Kemendes sudah merancangnya kearah sana, tinggal menunggu waktu untuk eksekusi saja. Semoga cepat terealisasi !!!