Indonesia berada pada posisi ke-empat peringkat dunia yang penduduknya mencapai 283,49 juta jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat, terutama di negara-negara berkembang, menimbulkan berbagai permasalahan. Peningkatan jumlah penduduk ini memicu kebutuhan yang lebih besar akan pangan, sandang, dan papan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar tersebut, terjadi tekanan terhadap ruang yang ada, terutama untuk tempat tinggal.
Jumlah penduduk yang terus meningkat juga mendorong pesatnya pembangunan, baik dalam bentuk tempat tinggal maupun infrastruktur pendukung kehidupan. Pembangunan ini seolah berlomba memanfaatkan ruang yang terbatas, yang tidak dapat diperluas lagi. Situasi ini memunculkan masalah sosial, seperti menurunnya kualitas hidup.
Beberapa faktor yang memengaruhi kualitas hidup mencakup ketersediaan fasilitas kesejahteraan, tingkat kepadatan penduduk, penerapan norma dalam masyarakat, dan pola kehidupan yang dipegang oleh komunitas di suatu wilayah.
Kepadatan penduduk menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kualitas hidup karena semakin padatnya suatu area permukiman, semakin banyak masalah kompleks yang muncul. Selain itu, upaya meningkatkan kualitas penduduk di daerah dengan kepadatan tinggi menjadi sulit dilakukan dan berpotensi menimbulkan masalah baru, seperti keterbatasan lahan, keamanan, ekonomi, serta kerusakan lingkungan yang sangat mengkhawatirkan.
Mengacu terhadap data dari BPS, Jakarta barat memiliki luas wilayah sebesar 124,44 KM persegi. Dengan jumlah penduduknya mencapai 2.569.462 jiwa, Kota Administrasi Jakarta Barat adalah wilayah dataran rendah dengan ketinggian sekitar 7 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur No. 171 Tahun 2007, luas wilayah Kota Jakarta Barat adalah 129,54 km² atau sekitar 18,74% dari luas provinsi. Jakarta Barat terdiri dari 8 kecamatan dengan luas wilayah masing-masing sebagai berikut: Kecamatan Kembangan seluas 24,16 km²; Kecamatan Kebon Jeruk 17,98 km²; Kecamatan Palmerah 7,51 km²; Kecamatan Grogol Petamburan 9,99 km²; Kecamatan Tambora 5,40 km²; Kecamatan Tamansari 7,73 km²; Kecamatan Cengkareng 26,54 km²; dan Kecamatan Kalideres 30,23 km². Jakarta barat memiliki nilai kepadatan penduduk sebesar 19.142 jiwa/KM2.
Jika luas wilayah Jakarta barat adalah 129,54 km² dengan luas lahan terbuka atau tidak terbangun pada tahun 2021 seluas 21,935 km2 maka dapat diketahui luas lahan terbangun pada saat itu mencapai 107,605 Km2 dengan perubahan yang massif terjadi pada Kecamatan Kalideres, Kecamatan Cengkareng, Kecamatan Kembangan, Kecamatan Kebon Jeruk dan Kecamatan Palmerah.
Berdasarkan penelitian Heri Andreas seorang ahli geodesi universitas ITB, wilayah Jakarta utara sampai dengan Jakarta pusat memiliki ketinggian wilayah 1 sampai dengan 8 MDPL; berdasarkan penelitiannya itu, wilayah Jakarta barat dinobatkan sebagai wilayah dengan penurunan permukaan tertinggi kedua setelah Jakarta utara.
Penurunan tanah tidak hanya terjadi di Jakarta Utara, melainkan juga di seluruh wilayah DKI Jakarta. Di Jakarta Barat, penurunan tanah mencapai 15 cm per tahun, sementara di Jakarta Timur terjadi penurunan sekitar 10 cm per tahun. Di Jakarta Pusat, penurunan tanah tercatat sekitar 2 cm, dan di Jakarta Selatan penurunan tanah terjadi sekitar 1 cm per tahun. Salah satu faktor utama penyebab penurunan tanah ini adalah pengambilan air tanah yang berlebihan dari kedalaman 80 hingga 300 meter.
Pemompaan air tanah yang berlebihan menyebabkan permukaan tanah perlahan-lahan turun, sehingga bangunan dan rumah yang ada di atasnya ikut terpengaruh dan tenggelam. Menurut Heri Andreas, seorang peneliti dari ITB, salah satu penyebab pengambilan air tanah dalam di Jakarta adalah karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) hanya dapat memenuhi 40% dari total kebutuhan air bersih, termasuk air minum untuk warga Jakarta.
Berdasarkan peta yang dibuat oleh dinas Sumber Daya Air Provinsi Jakarta tahun 2014, wilayah Jakarta barat berada di zona sedang dengan rentang penurunan permukaan tanah sebesar 8 sampai dengan 12 cm tiap tahunnya.
Sejalan dengan yang dikatakan Heri Andreas, peningkatan lahan terbangun juga menjadi faktor penurunan permukaan tanah karena semakin meningkat lahan terbangun terutama dijadikan sebagai pemukiman, perminataan air bersih juga akan semakin meningkat dan beban yang diterima oleh permukaan tanah meningkat jauh di atas batas toleransi suatu permukaan tanah