Senin, Mei 6, 2024

Pendidikan Non-Dikotomik, Solusi Degradasi Moral

Hans Catur Swastika
Hans Catur Swastika
Penulis adalah seorang guru di salah satu sekolah swasta. penulis memulai sebagai guru sejak tahun 2017.

Dalam buku menggagas pendidikan nondikotomik yang ditulis oleh Abdurachman Mas’ud, masalah terbesar pendidikan di kalangan negara muslim ini mundur dikarenakan dikotomi ilmu yang diterapkan dalam tiap kurikulum yang dibentuk. Pemisahan antar ilmu ke-Agamaan dan sains sangat sering terjadi.

Padahal Agama dan sains seharusnya berada pada posisi yang selaras. Karna Agama dan sains adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan. Agama tidak akan mampu diterima akal sehat apabila ajarannya tidak sesuai denga fakta yang ada. Sementara tanpa adanya kontrol dari ajaran Agama. Sains akan menjadi salah arah dan justru menyesatkan.

Jika ditarik dalam sejarah, tercatat dark ages atau masa kegelapan yang terjadi justru karna terbatasnya pola pikir manusia dengan ketentuan-ketentuan, kultus peribadatan, serta paham dan ritual-ritual ke-Agamaan yang kebanyakan dimodifikasi oleh petinggi Agama pada masa itu.

Era renaisance atau era pencerahan dimulai ketika muncul beberapa tokoh yang berusaha menolak ketentuan yang telah di doktrin ke setiap lapisan masyarakat. Seperti Copernicus dengan teori heliosentris-nya yang bertentangan dengan paham ke-Agamaan yang meyakini bumi sebagai pusat tata surya atau geosentris.

Peristiwa renaisance ini lah yang menginspirasi paham-paham ateisme yang berkembang pada dewasa ini, Pemahaman buta akan sains memang bisa menyesatkan. Peristiwa diatas bisa dijadikan sebagai sebuah pembelajaran jika ketika Agama dan akal sehat manusia dipaksa berpisah tentu akan terjadi konflik antara pemikiran manusia yang sifat alaminya memang bebas, dengan konsep ke-Agamaan yang bersifat dogmatis dan mengikat.

Islam meng-ajarkan mengenai tingginya derajat ilmu, bahkan Allah sendiri menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu. Sementara orang-orang yang tidak berilmu justru Allah janjikan kesengsaraan. Bahkan ayat yang diturunkan sebagai wahyu pertama kepada rasul adalah perintah membaca. Membaca adalah kegiatan menggali informasi untuk menambah wawasan.

Dalam Islam juga diajarkan bahwa segala sesuatunya perlu dipahami dengan akal sehat dan pemikiran yang mendalam. Sampai pada akhirnya dalam mengkaji kitab Al-Qur’an dibutuhkan studi khususnya sendiri. Tidak lain dikarenakan Allah menurunkan al-qur’an dalam bahasa yang tinggi yang tidak mungkin manusia untuk menyusunnya. Allah sendiri menantang untuk tiap-tiap orang yang tidak percaya untuk menyusun kitab tandingannya. Namun setelah seribu tahun lamanya tidak ada manusia yang mampu menyusunnya bahkan untuk selamanya manusia tidak akan mampu.

Dalam menyampaikan wahyu, rasullullah juga menerapkan metode pendidikan yang sangat luar biasa. Sehingga, pengajaran dan pendidikan yang beliau ajarkan mampu merubah pola pikir masyarakat yang pada awalnya jahil, berubah menjadi masyarakat yang mampu mengusai dunia. Tentu metode ini disusun oleh Allah aza wajjalla kurikulumnya. Dan ini yang harusnya meyakinkan umat muslim bahwa ajaran yang mereka pelajari adalah benar. Al-Qur’an sebagai kita pedoman yang di wasiatkan oleh rasul sendiri adalah kitab yang sangat komplit. Semua pembahasan dibahas di dalam Al-Qur’an. Dan pembahasannya berlaku untuk setiap zaman. Ke-fleksibel-an ini merupakan salah satu dalil pembenaran bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah.

Mengembalikan sistem kehidupan atau spesifiknya pendidikan sesuai dengan ajaran qur’an dan sunnah adalah hal yang wajib hukumnya terutama untuk kaum muslim itu sendiri. Pengembalian ini tentu tidak semata-mata dilakukan begitu saja tanpa adanya pedoman. Penerapan tanpa adanya pedoman itu ibarat menyalakan mesin tapi tidak melalui tahapan yang ada pada buku manual peng-operasian mesin tersebut. Tentu kegiatan itu terasa sia-sia karna tujuan untuk menyalakann mesin akan terasa sangat sulit, atau bahkan mesin tersebut tidak menyala sama sekali. Maka perlu rasanya untuk mengikuti pedoman-pedoman yang sudah disusun agar mampu mencapai target dari suatu kegiatan yang sedang atau akan dilakukan.

Dalam menerapkan pendidikan juga diperlukan pedoman dalam pelaksanaannya. Pedoman ini dapat diambil dari buku-buku atau teori-teori yang telah disusun  oleh para pendahulu. Hanya saja, perlu diadakan penyesuaian-penyesuain dengan kondisi yang ada pada masa kini. “Dalam setiap masa ada orang-nya dan setiap orang ada masa-nya” ungkapan ini tentu mampu menggambarkan betapa perlunya penyesuaian model dan metode ajar yang akan dilakukan. Namun, secara garis besar  model pendidikan harus sama yaitu pendidikan non-dikotomik. Pembentukan sekolah-sekolah boarding yang ter-integrasi-kan dengan materi agama, diharapkan mampu  meningkatkan level akhlak  dan moral pada pelajar.

Dalam menerapkan pendidikan ini sudah banyak sekolah atau instansi yang menerapkannya tinggal bagaimana masyarakat ikut mendukungnya. Sebagai bentuknya adalah seperti pendirian sekolah pesantren yang modern dan mengajarkan ilmu-ilmu umum di luar kurikulum wajib mereka yaitu materi ajar ke-Agamaan. Pemerintah juga sudah memfasilitasinya dengan dukungan administrasi dan manajemen di bawah instansi-instansi terkait.

Selain dengan metode ajar di pesantren tadi, pemerintah juga sudah mulai menerapkan pembelajaran karaakter pada setiap kurikulum yang di-luncurkan. Dalam setiap kurikulum selalu ada penekanan terhadap bagaimana bentuk pelajar yang di-inginkan. Dimana pelajar diharapkan menjadi pribadi yang mampu maju di bidang sains dan teknologi, namun tetap memegang norma dan nilai yang ada dalam kehidupan sosialnya.

Sekarang tinggal bagaimana para masyarakat mengambil peran-nya saja. Pemerintah selaku instansi pengayom masyarakat telah menerapkan berbagai macam cara dan metode untuk tetap mempertahankan nilai dan norma yang ada. Baik dan buruknya generasi di masa depan tentu dipengaruhi generasi dewasa yang ada saat ini.

Anak-anak dan remaja adalah peniru yang amat mahir. Apa yang dilihatnya akan di-ingat dan diterapkan kelak di-masanya nanti. Maka dari itu perlu diingat bagi para dewasa kini untuk ikut memikirkan bagaimana solusi dari degradasi moral pada anak dan generasi masa depan.

Pemerintah dan pihak telah memberikan cara dan mari kita kawal agar cara yang ada dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Tentunya ini tugas kita semua, sebagai bangsa yang memegang teguh rasa persaudaraan sebangsa dan se-tanah air.

Hans Catur Swastika
Hans Catur Swastika
Penulis adalah seorang guru di salah satu sekolah swasta. penulis memulai sebagai guru sejak tahun 2017.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.