Minggu, Mei 5, 2024

Pendekatan Pendidikan Anak dalam Memahami Genosida Palestina

Nisrina Noor El Azkya
Nisrina Noor El Azkya
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semester 1 Manajemen Pendidikan.

Bulan Oktober kemarin, menjadi bulan yang paling gelap dan mematikan di Gaza, Palestina. Dimulai pada 7 Oktober 2023, Hamas menyerang Israel di bagian selatan dan tengah. Hamas menyatakan bahwa serangan ini merupakan pembelaan diri atas Israel yang sudah bertahun-tahun menindas warga Palestina.

Israel membalas serangan tersebut dengan membombardir Gaza tanpa henti hingga hari ini. Israel menyerang Gaza tanpa pengecualian. Pengungsian warga, sekolah, rumah ibadah, dan rumah sakit juga ikut menjadi sasaran mereka. Dikutip dari laman Al jazeera, lebih dari 4,100 anak-anak yang menjadi korban jiwa atas serangan ini. Angka fantastis tersebut menyatakan betapa tragisnya dampak dari konflik ini.

“Perang” tersebut memberikan dampak lebih besar kepada Palestina ketimbang Israel. Per 12 November 2023, jumlah warga Palestina yang meninggal dalam konflik ini sudah melampaui 11.200 orang, sekitar 9 kali lipat lebih banyak dari korban jiwa Israel. Dengan ini, Israel melanggar konvensi jenewa yang sudah di tanda tangani sebelumnya. Konvensi jenewa adalah bagian dari hukum internasional yang bertujuan untuk mengukur ukuran standar dalam memperhatikan korban perang.

Karena banyaknya jumlah korban, baik dewasa maupun anak-anak, banyak pihak yang menganggap tindakan Israel merupakan genosida terhadap warga Palestina. Mengutip dari KBBI, genosida adalah pembunuhan massal secara berencana terhadap suatu bangsa. Istilah genosida semakin familiar  sejak tragedi pembantaian kaum Yahudi oleh Adolf Hitler dan Nazi di Jerman.

Berdasarkan konvensi PBB pasal II tentang genosida menyatakan bahwa setiap tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan seluruh atau sebagian, suatu bangsa, etnis, suku, ras, dan agama seperti;

1.Membunuh anggota kelompok

2.Menyebabkan kerugian fisik atau mental yang serius terhadap suatu kelompok

3.Dengan sengaja menimbulkan kondisi kehidupan kelompok yang diperkirakan akan mengakibatkan memusnahkan fisik seluruhnya atau sebagian

4.Menerapkan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok

5.Memindahkan secara paksa anak satu kelompok ke kelompok lain

Serangan ini menarik perhatian dan empati seluruh dunia, hingga menjadi topik hangat di berbagai platform media sosial. Gambar dan video-video terkait konflik ini banyak bertebaran di media sosial yang bisa diakses oleh siapa pun. Banyak korban berjatuhan, dari prajurit dan pejuang Palestina, wanita dan anak-anak hingga bayi tidak luput menjadi sasaran bom dan rudal Israel. Tidak semua orang tua dapat mendampingi anaknya untuk bermain sosial media dan mengontrol apa yang di tonton oleh anaknya.

Saat ini beranda dan halaman media sosial juga dibanjiri dengan simbol buah semangka yang menggambarkan perlawanan Palestina terhadap Israel. Foto, video dan simbol semangka ini, anak-anak pasti bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di Palestina sana. Untuk itu perlu penjelasan yang bijak dan komprehensif dari orang dewasa atas realitas peperangan di Bumi Aqsha.

Guru dan pendidik harus mencermati kondisi seperti ini sebagai transformasi pengetahuan sejarah Palestina, Penjajahan di Palestina, Isu Genosida dan lain sebagainya. Oleh karena itu di sekolah guru setidaknya bisa mendampingi dan mengarahkan kepada peserta didik atas kompleksitas isu global ini. Bagaimana strategi pembelajaran yang tepat untuk mengedukasi anak-anak terkait Genosida di Palestina dengan pendekatan pendidikan anak?.

Anak sebagai subyek dan obyek belajar harus dapat menerima transformasi ilmu dan pengetahuan yang diberikan guru. Sehingga informasi yang diberikan guru tidak sia-sia. Ikhtiar yang dilakukan guru dapat melalui pendekatan pendidikan anak. Pendekatan pendidikan adalah sudut pandang terhadap suatu proses pembelajaran. Roy kellen mengemukakan pada bukunya yang berjudul effective teaching strategies bahwa ada 2 jenis pendekatan dalam pembelajaran di kelas yaitu, pembelajaran yang berorientasi pada guru dan pembelajaran yang berorientasi pada siswa.

Pertama, pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approaches). Yang dimaksud disini adalah peserta yang didik menjadi objek dalam belajar dan pendidik menjadi satu-satunya sumber belajar. Contohnya seperti mengajar metode ceramah.

Kedua, pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered approaches). Disini, guru dan siswa sama-sama menjadi subjek pembelajaran. Dengan pembelajaran ini, siswa mendapatkan kesempatan untuk menentukan apa dan bagaimana ia ingin belajar. Bukan berarti guru melepas siswa begitu saja, tetapi tetap membimbing dan mengawasi proses pembelajaran.

Berikut langkah-langkah pendekatan pendidikan dalam pemahaman anak terhadap genosida Palestina yang bisa dilakukan pendidik di dalam kelas;

Pertama, pemanfaatan sumber daya multimedia. pendidik dapat memutarkan video dokumenter sejarah Palestina yang sesuai dengan tingkatan usia peserta didik. Dengan ini, peserta didik mendapatkan gambaran visual dan memancing pemikiran kritis mereka.

 

Kedua, membuka forum diskusi. Peserta didik mengemukakan pertanyaan dan pandangan mereka terkait konflik ini. Guru menjawab dan tetap mengarahkan diskusi ini agar tetap sejalan dan tidak keluar jalur. Dalam diskusi, guru juga bisa menanamkan nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, toleransi, dan perdamaian dunia. Dalama rangka menumbuhkan rasa empati siswa, guru mengajak siswa dan orang tua untuk ikut berkontribusi untuk memberikan bantuan terhadap palestina

Ketiga, mengadakan studi kasus. Dengan pembelajaran yang interaktif ini, peserta didik dapat menganalisis, mempertanyakan, dan mengidentifikasi hal-hal terkait dengan konflik Palestina-Israel ini. Seperti, mengapa ada pemboikotan?, mengapa PBB tidak bergerak cepat?, siapa hamas?, apakah serangan balik ini sebanding?, dan lain-lain. Diharapkan dalam studi kasus ini, peserta didik langsung melihat dan menganalisis bagaimana fakta yang ada di lapangan.

Keempat, membuat proyek seni dari hasil diskusi. Dalam tahap ini dapat dilakukan PBL (project based-learning). Peserta didik membuat mind-mapping atau poster terkait Palestina. Dari sini, pendidik dapat mengetahui sejauh mana peserta didik menyimak dan memahami genosida di Palestina.

Kelima, review dan evaluasi holistik. Dalam tahap terakhir ini, pendidik menyimpulkan hasil diskusi dan mengevaluasi secara keseluruhan agar pemahaman yang sedang di bangun merata ke seluruh peserta didik.

Dengan langkah-langkah tersebut, pendidik dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendalam dan holistik sehingga peserta didik mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konflik Palestina sembari mengasah keterampilan berpikir kritis dan nilai-nilai kemanusiaan.

Nisrina Noor El Azkya
Nisrina Noor El Azkya
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semester 1 Manajemen Pendidikan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.