Fenomena irasional kembali menimpa dunia pemuda kita, setelah kondisi sosial lain yang berkaitan tentang kepemudaahn dan kehidupan pemuda yang belum usai. Kita dihadapkan kembali dengan peristiwa yang diluar nalar dari akal manusia normal.Kebringasan dalam hidup pemuda yang melakukan secara sadar, tren baru mabuk air rebusan pembalut wanita.
Kemudian, yang disayangkan peristiwa ini bukan hanya terjadi di satu orang atau wilayah tertentu, akan tetapi sudah memasuki kota besar seperti Jakarta. Fenomena baru ini secara sadar telah menghentakkan publik kita, yang benar-benar mengusik nalar kewarasan manusia normal, yang disayangkan peristiwa seperti ini masih terjadi di zaman yang modern seperti sekarang.
Setelah kejadian bertubi-tubi peristiwa kematian akibat minuman oplosan tidak menjadi pelajaran sebagian kalangan, peristiwa yang terjadi diluar nalar manusia normal yang secara sadar meminum oplosan dari berbagai jenis zat adiktif kimia yang dijadikan satu dalam minuman.
Kondisi ini secara naluriah telah memutar balik kita terhadap apa yang terjadi, suatu kondisi peristiwa diluar nalar manusia normal, yang seharusnya bahan-bahan yang semestinya dihindari, dijadikan campuran buat mabuk.
Kemudian yang paling tragis, banyak kejadian yang dilakukan oleh kalangan pemuda yang masih menginjak usia sekolah. Peristiwa yang bukan hanya membuat kondisi sosial kita yang rubuh, dunia pendidikan kita juga dipertanyakan akan peran selama ini. Pertama, kenapa anak usia pelajar melakukan perilaku diluar nalar manusia yang mendapatkan pendidikan di bangku sekolah. Kedua, kemana selama ini peran keluarga pemuda tersebut. Sehingga nilai yang sejatinya didapatkan dari keluarga tidak dirasakan mereka.
Siapa yang Salah?
Kondisi dari tren mabuk baru, pemuda meminum air rebusan pembalut wanita secara psikologis dan sosilogis kondisi pemuda tersebut terganggu. Secara psikologis sendiri fase pemuda menjadi hal yang fase untuk menonjolkan proses pengakuan atau identitas diri.
Bahwasanya fase tersebut, usia pemuda merupakan masa dimana mereka secara batin mencari sebuah eksistensi diri untuk kedepan menjadi sebuah jatidiri. Hal inilah sering tidak diperhatikan oleh keluarga sebagai elemen utama dalam proses pendidikan anak. Sikap acuh terhadap fase pemuda bisa jadi ketidaktahuan atau mungkin kelalain orangtua dalam memperhatikan arah perkembangan anak.
Kondisi lain dari secara sosiologis, kehidupan pemuda merupakan fase gerbang utama individu mengenal kehidupan sekitar mereka. Sosial mereka akan mempengaruhi dalam perkembangan ini. Ketika usia pemuda, mereka menceburkan diri dengan cara bergaul dengan kehidupan sekitar dan di situlah terjadi perilaku meniru (imitasi) terhadap kondisi sosial mereka. Regresi sosial masyarakat terkini yang tak terlalu perhatian terhadap kondisi sekitar mereka, secara tak sadar membuat para pemuda ini berjalan secara sendiri dengan mencari siapa dan bagaimana dia mencontoh yang menurut mereka menjadi dominan dalam masyarakat.
Peran keluarga dan masyarakatlah yang paling disalahkan disini, bukan institusi pendidikan atau lembaga pembelajaran lain. Ketika masyarakat menuntut lembaga sejatinya juga diiringi dengan kehidupan dalam lingkup mereka baik di keluarga dan masyarakat
Bonus Demografi: Peluang atau Ancaman
Ditengah informasi mengherankan yang dilakukan oleh kalangan pemuda yang mabuk air rebusan pembalut wanita, kita sedikit prihatin tentang kondisi ini yang itu berbarengan dengan kondisi demografi kita yang saat ini sedang menghadapi bonus yang terjadi antara generasi produktif yakni pemuda.
Generasi yang sedang mengalami guncangan batin untuk senantiasa produktif dalam kehidupanya, membuat pemuda mengalami berbagai geliat dari ambisi yang tercampur dengan kecanggihan media sosial. Kreativitas anak muda yang selama ini mendominasi dunia online menjadi gebrakan bahwa kita sudah mengalami arah kemajuan dalam pembentukan generasi muda yang kreatif dan inovatif.
Akan tetapi, kejadian oknum pemuda yang mabuk air rebusan pembalut wanit sedikit mencoreng dunia kepemudaan kita. Ternyata kita masih menghadapi perilaku dari ancaman yang begitu nyata terhadap arah perkembangan kepemudaan kita ini. Sebuah kondisi irasional yang kemudian kita kecam secara berbarengan, namun selain kecaman apa yang bisa kita selesaikan dari segala penyimpangan yang tengah terjadi oleh kalangan pemuda kita.
Selain membicang dampak dari kondisi dari masalah diatas, kita juga ingin membentuk sebuah lilin penerang yang bisa sebagai antitesis dari permasalahan kepemudaan yang tak kunjung selesai. Mewacanakan pendidikan karakter tanpa sebuah konsep secara komprehensif hanya akan menjadi hal yang utopis, perbincangan karakter sebagai solusi unggul dalam pendidikan selama ini hanya mengefek kepada kalangan tertentu saja, yang kemudian hanya akan menjadi jurang dalam polarisasi dalam ranah moral anak.
Peran Kita
Jurang permasalahan pemuda kita sudah semakin kompleks, dari hal perilaku penyimpangan sosial yang sering dilakukan pemuda kita ditambah dengan permasalahan ini. Hal yang kita harus lakukan tidak lain ialah melibatkan peran semua kalangan dari masyarakat, orangtua, guru, dan regulasi dalam hal ini pemerintah. Selama ini proses pencegahan belum begitu maksimal dalam meminimalisir segala perilaku penyimpangan pemuda kita.
Aksi penyimpangan yang dilakukan oleh kalangan pemuda, merupakan regresi sosial kita dalam bernegara. Ketimpangan dari arah pembangunan yang hanya menekankan aspek fisik (infrastruktur) daripada aspek manusia (pendidikan). Kondisi ini harus menjadi perhatian kita bersama, bagaimana suatu peristiwa yang dapat menghambat keberlangsungan penerus bangsa kita. Ketika kuantitas pemuda secara langsung mengalami lonjakan, juga harus diimbangi dengan pencapaian kualitas dari generasi muda itu sendiri agar bisa bersaing dengan bangsa lain.
Ditambah secara sadar kita sudah memasuki era revolusi industri 4.0, otomasi dan peran teknologi informasi sudah menggurita disegala lapisan kehidupan manusia. Percepatan pembangunan dasar dari persiapan kondisi sumber daya manusia agar bisa menyikapi kondisi tersebut dengan terobosan inovasi dibidang teknologi yang menjadi kunci, agar tidak tertinggal dengan bangsa lain. Di tengah gencaran peristiwa irasional ini, yang bisa kita lakukan yakni saling bahu membahu, bagaimana prinsip kolaboratif setiap lapisan masyarakat bisa mempersiapkan diri ditengah kondisi dari dunia yang serba cepat.