Selasa, April 23, 2024

Pancasila, Negara, dan Islam

Hasbi Ardhani
Hasbi Ardhani
Seorang pembelajar. Konsentrasi di Hukum, Sosial dan Politik. Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Gerung, Lombok Barat.

“Pancasila merupakan hadiah terbesar umat Islam bagi kemerdekaan dan persatuan Indonesia”. Alamsjah Ratoe Perwiranegara (Menteri Agama Republik Indonesia 1978-1983)

Sesuatu yang menarik ketika kita bicara tentang Pancasila, negara dan Islam. Ketiga hal tersebut memiliki kemiripan di antaranya ialah pada tingkatan sama – sama memposisikan nilai – nilai yang sudah terumuskan sebagai standar nilai.

Negara dalam perspektif Islam menyandarkan diri kepada nilai – nilai yang terkandung dalam Al – Qur’an dan Hadits. Sementara itu, Pancasila menjadikan nilai – nilai yang ada di dalamnya sebagai ukuran nilai. Sehingga konsep ini memiliki unsur similaritas yang berpadu pada pengakuan adanya standar nilai yang sudah terumuskan dalam naskah tertulis. Di samping itu, Pancasila dan Islam, menempatkan manusia, Tuhan, agama dan negara dalam hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain (lebih lanjut baca : Muhammad Tahrir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip- Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Pada Masa Kini, 2010).

Konsep kepemimpinan dalam Islam memberikan kekebasan kepada individu dengan didasarkan pada syari’ah, dalam aspek “hablum minallah” dan aspek “hablum minannas”. Di dalam Islam, setidaknya terdapat sembilan prinsip penyelenggaraan, yaitu (1) Prinsip kekuasaan sebagai amanah, (2) Prinsip musyawarah, (3) Prinsip keadilan, (4) Prinsip persamaan, (5) Prinsip pengakuan dan perlindungan HAM, (6) Prinsip peradilan bebas, (7) Prinsip perdamaian, (8) Prinsip kesejahteraan dan (9) Prinsip ketaatan rakyat.

Pemimpin dalam Islam bisa terlahir darimana pun, yang terpenting adalah sifatnya yang egaliter. Adanya kesamaan hak  antar  warga negara, tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan. Konsep kepemimpinan dalam Islam yang menurut Tahrir Azhary, nota bene dilandasi dengan diundangkannya Piagam Madinah (Madinah Constitution) oleh Rasulullah Muhammad SAW pada tahun 622 M.

Dengan konsep kepemimpinan dalam Islam di medan perjuangan politik di Indonesia, secara otomatis akan terbangun dialog antara unsur yang berbeda. Artinya, paradigma kepemimpinan Islam pada hakikatnya perjuangan politik Islam Indonesia meniscayakan bahwa segala unsur dalam keanekaragaman harus bersifat inklusif, membuka diri dan berdialog. Sehingga terinternalisasinya nilai- nilai ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Nafsu di dalam dunia politik bisa diperjuangkan secara terbuka, legal dan ideal sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku. Disertai dengan pertimbangan berbagai unsur dan aspek kebhinnekaan yang menjadi kekayaan Indonesia, tanpa harus bertentangan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1845 serta tidak perlu merongrong keutuhan dan wibawa NKRI, yang telah menjadi harga mati.

Fakta Kebhinekaan Indonesia

Prinsip nasionalisme Indonesia berhasil membentuk dan meneguhkan NKRI dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai ideologi dijadikan sebagai fondasi sekaligus pengikat untuk mewujudkan cita dan harap bersama di dalam perbedaan. Di Indonesia, kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhineka Tunggal Ika (berbeda – beda namun tetap satu jua) adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan sebagai perekat kebangsaan.

Di samping itu, nasionalisme yang melulu  dibangun  pada janji sebuah kehidupan bersama yang lebih baik itu, mudah lapuk karena kemajemukan itu sendiri menawarkan ketegangan yang inheren. Terlebih dewasa ini marak terjadi politik aliran dan politik sektarian, termasuk maraknya trend politik kelompok Islam.

Maka dalam gagasan pokok semacam inilah, politik Islam di Indonesia harus mampu menginterpretasikan akar nasionalisme Indonesia. Sehingga hal itu menjadi dasar bagi sebuah kesadaran kolektif untuk mengembangkan dan membangun sebuah pendekatan yang memungkinkan keragaman etnik dan kultural itu justru menjadi kekuatan bangsa ini untuk melanjutkan pencapaian cita – citanya. Pada akhirnya nanti perpolitikan Islam di Indonesia dijadikan sebagai sentrum perdamaian dunia di tengah perbedaan.

Islam sebagai agama, tidaklah menghendaki sesuatu kecuali kebaikan bersama, sebagaimana dicontohkah oleh Rasulullah S.a.w dan sahabat – sahabat beliau. Besarnya kebaikan itu tidak harus disesuaikan dengan kepentingan golongan sendiri saja, sebab akhirnya agama Islam disebut sebagai rahmat Allah bagi seluruh alam dan umat manusia. Takaran kebaikan itu ialah kebaikan umum, dan meliputi pula sesama makhluk hidup lain dalam lingkungan yang lebih luas. Ajaran – ajaran universal Islam menyediakan pandangan etika dan moralitas untuk melandasi pilihan dan keputusan dalam tindakan hidup, termasuk dalam bidang sosial politik.

Islam adalah salah satu agama terbesar di dunia dan menjadi agama dengan ummat terbanyak di Indonesia. Islam memiliki sejarah dan budaya politik yang kuat. Perjalanan politik Islam di Indonesia berawal dari para pendiri bangsa dengan semangat persatuan di tengah perbedaan. Politik Islam di Indonesia harus bersifat fleksibel, terbuka dan dapat mengikuti perubahan serta perkembangan yang semakin cepat.

Islam di Indonesia harus mampu menjadi contoh bagi Islam di negara lain, karena perdamaian mampu tercipta di tengah banyaknya perbedaan. Besarnya populasi Islam harus dijadikan semangat dan perjuangan dengan sifat inklusif dan toleransi, hingga menjadi sentrum perdamaian dunia.

Hasbi Ardhani
Hasbi Ardhani
Seorang pembelajar. Konsentrasi di Hukum, Sosial dan Politik. Anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan Gerung, Lombok Barat.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.