Kamis, Maret 28, 2024

Pancasila dan Tinjauan Perpu Ormas terhadap Isu Radikalisme

Elisa Eka Andriyani
Elisa Eka Andriyani
Mahasiswa Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Radikalisme pada dasarnya telah ada dan mendarah daging di masyarakat sejak dahulu terutama dalam menanggapi beberapa isu. Terdapat beberapa kelompok yang diindikasi menganut paham radikalisme, salah satu cara mengetahuinya dengan melihat beberapa pandangan ekstrem organisasi tersebut.

Pada umumnya organisasi radikalisme terkenal akan keinginan mendapatkan dukungan lebih banyak orang melalui beberapa penganut paham ini. Adanya dorongan ini yang menyebabkan terkadang organisasi radikalisme menggunakan cara yang ekstrim dalam menggaret anggotanya.

Pancasila berperan penting dalam menghalau doktrin radikalisme, sehingga nilai nilai Pancasila harus dijaga agar tetap hidup di masyarakat. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam penyusunan aturan-aturan tentang pelaksanaan Pancasila memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai pancasila. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam eksekutor kebijakan pemerintah sehingga kedua aktor tersebut tentunya harus menjadi satu blok agar dapat menjadi fundamental dalam perwujudan nilai-nilai Pancasila.

Isu radikalisme, bagaimanapun tidak serta merta bisa dianggap remeh, karena publik belum mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang isu tersebut. Pemahaman radikalisme telah merambah berbagai pelosok tanah air. Pada dasarnya, pertanyaan radikalisme  hanya bergema kuat di kalangan tertentu.

Akibatnya, bisa terjadi kesalahpahaman, terutama mengingat ekstremisme selama ini diasosiasikan dengan ideologi Islam. Konstruksi sosial dikaitkan dengan persepsi orang tentang realitas sosial. Oleh karena itu, kesadaran merupakan bagian terpenting dalam konstruksi masyarakat. Marx  menjelaskan beberapa konsep kunci, salah satunya adalah kesadaran manusia (Bungin: 2008).

Isu radikalisme bukanlah suatu hal yang dapat dianggap remeh, hal ini di karenakan publik belum mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang isu tersebut. Adanya paham radikalisme telah menjamur hingga ke berbagai pelosok tanah air. Kurangnya informasi menyebabkan isu radikalisme hanya bergema kuat di kalangan tertentu sehingga menyebabkan mudahnya terjadi kesalahpahaman. Konstruksi sosial dikaitkan dengan persepsi orang tentang realitas sosial. Oleh karena itu, kesadaran merupakan bagian terpenting dalam konstruksi masyarakat. Marx  menjelaskan beberapa konsep kunci, salah satunya adalah kesadaran manusia (Bungin: 2008).

Nasionalisme juga merupakan hal penting dalam menjaga kedaulatan suatu negara, hal ini disebabkan apabila kesadaran nasional suatu negara memudar maka negara tersebut akan mudah terpengaruhi oleh faham ekstrim. Memudarnya nilai nasionalisme tidak luput dari pengaruh era globalisasi dan modernisasi yang  membuat setiap individu harus mampu mengikuti arus perubahan yang cepat disusul dengan budaya- budaya baru yang mengancam budaya bangsa.

Pengesahan Perppu ormas  sendiri merupakan respon terhadap maraknya ormas yang dipandang menyimpang dan suboptimal, karena UU ormas  sendiri tidak menganut asas Contrarius Actus, karena harus melalui jalur peradilan. upaya hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (1) UU Ormas. Seperti diketahui, Pasal 70  Perppu ormas sendiri sudah dihapus.

Implikasi dari pembubaran pasal tersebut adalah tidak ada lagi proses hukum untuk menindak orang ormas yang terbukti tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan munculnya instansi pemerintah yang terinformasi. Terdapat tuntutan dari masyarakat agar segera membubarkan/membekukan ormas yang dianggap radikal atau melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan tujuan negara.

Maraknya ormas yang dipandang menyimpang serta suboptiomal saat ini menyebabkan pemerintah melakukan pengesahan Perpu ormas. Hal ini dilakukan karena UU ormas dirasa tidak menganut asas Contrarius Actus dimana harus melalui jalur peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (1) UU Ormas.

Seperti diketahui bahwa Pasal 70 Perpu ormas telah dihapuskan untuk merombak system peraturan ormas. Implikasi dari pembubaran pasal tersebut adalah tidak ada lagi proses hukum untuk menindak orang ormas yang terbukti tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang serta munculnya instansi pemerintah yang terinformasi. Terdapat tuntutan dari masyarakat agar segera membubarkan/membekukan Ormas yang dianggap ideologis atau melakukan kegiatannya yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan tujuan negara.

Hal inilah yang menjadi penyebab divergensi persepsi masyarakat terhadap beberapa peraturan Perppu ormas. Beberapa pihak mendukung ketentuan dalam Perppu Ormas dengan alasan bahwa ormas yang bertentangan dengan ideologi negara harus dibubarkan dengan mekanisme yang lebih efektif untuk menjaga keutuhan Pancasila dan NKRI. Sementara itu, para penentang Perpu Ormas berpendapat bahwa pemerintah dapat secara sepihak menindak Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila tanpa melalui mekanisme peradilan. Selain itu, pendapat lain yang muncul adalah ketidakjelasan batas-batas ideologis organisasi masyarakat sipil yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam beberapa koalisi berpendapat tidak mendukung berdasarkan beberapa alasan. Seperti menurut persepsi Koalisi Masyarakat Sipil LSM yang menolak Perpu Ormas, pembentukan Perpu secara efektif dapat membahayakan kehidupan negara dan Rule of Law itu sendiri termasuk di dalamnya.

Hal ini terjadi karena tidak ada celah hukum bagi pemerintah untuk ingin membubarkan ormas yang bertentangan dengan Pancasila. Selain itu dirasa dasar penilaian Ormas yang bertentangan dengan Pancasila namun skalanya masih belum jelas, ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap anggota Ormas pegawai yang bertentangan dengan Pancasila sangat tidak mengenal kompromi dan tidak mengikuti prinsip due process, asas praduga tak bersalah dan checks and balances.

Persepsi PPHPI (Pusat Penelitian Hukum dan Politik Indonesia) bahwa pembentukan Perpu Ormas menyebabkan pembubaran ormas tanpa melalui mekanisme yudisial, yang melemahkan proses penerapan undang-undang.

Selain itu, masih banyak persepsi yang berbeda dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) berdasarkan lembar data yang ada. Namun demikian, berdasarkan beberapa komentar yang disampaikan oleh sejumlah LSM yang tergabung dalam beberapa koalisi tentang pandangan mereka yang tidak setuju dengan keberadaan ormas Perpu karena  bertentangan dengan sistem dan prinsip aturan hukum itu sendiri, termasuk kebebasan berserikat dan berorganisasi.

Perbedaan persepsi tentang keberadaan Perpu ormas ternyata justru mengarah pada kebebasan berserikat, berkumpul dan berekspresi yang  telah terhapus dengan adanya Perppu Ormas. Namun di sisi lain pemerintah merasa perlu untuk melaksanakan Perpu Ormas karena mekanisme pembubaran ormas dalam undang-undang Ormas tidak memihak, mengingat sekarang ada ormas yang secara terbuka menuruti pendapat yang bertentangan.

Mereka harus dibatasi oleh mekanisme yang jelas sehingga proses hukum selalu dihormati dan pemerintah dapat menghindari tindakan. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul, yaitu pengajuan uji materi ke MK atas UU Ormas dalam Prolgneas 2018 sebagaimana dibahas dalam rapat paripurna DPR.

Elisa Eka Andriyani
Elisa Eka Andriyani
Mahasiswa Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.