Kamis, Maret 28, 2024

Nasib Pengangguran Berseragam

Andika Putra
Andika Putra
Asal Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Menulis adalah cara alternatif memerdekakan pikiran.

Menjadi pegawai negeri adalah gengsi tersendiri bagi sebagian besar masyarakat di daerah saya Kabupaten Sinjai. Masyarakat yang mengenakan pakaian dinas akan mendapatkan perlakuan dan penghargaan yang berbeda dengan masyarakat yang lainnya meskipun hanya berstatus sebagai tenaga “HONORER” atau tenaga “SUKARELA”.

Beberapa orang tua bahkan secara sadar dan sengaja mendorong anak-anaknya untuk menjadi tenaga honorer atau tenaga sukarela di kantor dinas pemerintahan dengan harapan kelak akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil (ASN).

Lagi pula, siapa sih yang tidak tergiur menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dengan jaminan finansial jangka panjang? Bahkan, saya pun tergiur dengan hal itu walau saat ini orientasi hidup saya sudah mulai berubah.

“Salahsatu jalan agar menjadi PNS adalah dengan mengabdikan diri secara sukarela di instansi pemerintahan”

Pernyataan itu sering kali saya dengarkan dariorang-orang yang ada di sekeliling saya. Mungkin saja betul kelak akan diangkat menjadi PNS setelah puluhan tahun mengabdikan diri. Namun faktanya saat ini, banyak sukarela hanya mampu mengelus dada lantaran harapan itu tidak menemui titik temu. Ketika usia mereka yang sudah seharusnya memasuki masa pensiun, tetapi status mereka masih tetap sama sebagai “HONORER” atau “SUKARELA”.

Lantas, apakah kamu masih akan tetap di tempat itu?

Dibeberapa daerah di negeri ini termasuk di daerah saya sendiri Kabupaten Sinjai. Banyak anak bangsa yang memiliki potensi dengan kecerdasannya namun karena akibat dari kurangnya lapangan pekerjaan sehingga mereka harus terjerembab dalam instansi pemerintahan dengan status yang tidak jelas (SUKARELA). Mohon maaf, saya bahkan sering mengatakan bahwa “sukarela adalah pengangguran yang berseragam”.

Maaf yah Mbah, sengaja saya ngomong “kurangnya lapangan pekerjaan” masih ingat nggak sih Mbah janji kampanye dulu “menciptakan ribuan lapangan pekerjaan yang ternyata saat ini hanya untuk aseng saja.

Yang menjadi problem saat ini adalah status sukarela yang kerap disalah artikan oleh sebagian orang yang katanya sukarela adalah suka dan rela di perintah oleh mereka yang merasa memiliki otoritas di wilayah kerjanya. Tapi, Harus dipahami bahwa sukarela merupakan pegawai dadakan yang secara sukarela memberikan sumbangsi pemikiran dan waktu untuk membantu memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa harus mereka diwajibkan, dibebankan tugas dan tanggung jawab.

Gitu kan, Mbah?

Beberapa instansi pemerintah saat ini bahkan telah mewajibkan tenaga sukarela melakukan check lock pagi dan sore. Layaknya seorang PNS, terlambat melakukan check lock dianggap telat datang kekantor lalu pemotongan TPP (Tunjangan Penghasilan Pegawai) dilakukan.

Lain halnya dengan tenaga sukarela, ketika telat melakukan check lock dianggap terlambat dan mendapatkan amarah. “hal ini dilakukan untuk mendisiplinkan sukarela” tujuan itu memang sangat bagus tapi untuk apa mendisiplinkan sukarela jika yang PNS saja masih belum mampu disiplin. Masih banyak PNS yang mangkir dari jam kerja dan tugasnya dengan alasan sudah diselesaikan (SUKARELA).

Lucu nggak sih, Mbah? Bangun pagi-pagi ke kantor dan pulang setelah anak ayam kembali ke kandangnya lalu akhir bulan, nangis lagi gara-gara gaji tidak kunjung bertambah.

“harusnya bawahan kalian (PNS) yang disiplinkan bukan malah sebaliknya. Sukarela wajib disiplin. Sebab yang digaji oleh negara dan yang telah disumpah untuk menjadi pelayan masyarakat adalah PNS bukan Honorer/Sukarela”iya kan, Mbah?.

Seorang teman yang kerap disapa Dika, pernah merasakan getirnya menjadi sukarela disalah satu instansi pemerintahan mengatakan bahwa “Tenaga sukarela disetiap kantor dinas pemerintahan tidak memiliki payung hukum yang jelas dan kuat sehingga mereka rentang dan cenderung dieksploitasi oleh beberapa oknum PNS yang merasa memiliki otoritas di kantornya”Sukarela memang kerap kali dieksploitasi oleh beberapa oknum yang merasa memiliki otoritas di lingkungan kerjanya.

Mereka dibebankan tugas dan tanggung jawab yang pada dasarnya merupakan tanggung jawab para PNS (Pegawai Negeri Sipil). Maka jelas, logika pasti memberontak ketika mengalami hal tersebut.

Iya iyalah, pernah nggak sih, Mbah, lihat PNS keluyuran ke pasar atau ke warkop di jam kerjanya? Kalau lihat PNS kayak gitu, ketok aja kepalanya, Mbah.

Masalah lain yang kerap dihadapi oleh para tenaga sukarela adalah mereka tidak memiliki status jelas, mulai dari penghasilan yang sangat rendah (Rp 220.000,- per bulan) hingga peluang diangkat menjadi PNS. Bisa dibayangkan dengan gaji Rp.220.000/bulan, apa yang bisa mereka lakukan sebagai tenaga sukarela? Jika hanya mengandalkan nominal tersebut sudah pasti tidak akan mencukupi kebutuhan mereka.

Namun, pada kenyataannya tenaga sukarela tetap sangat dibutuhkan baik di lingkungan kerjanya maupun di lingkungan masyarakat sebab mereka tetap memiliki peran yang sangat vital di masyarakat. Contoh, penyuluh peternakan dan penyuluh agama sangat dibutuhkan perannya di masyarakat yang sampai saat ini banyak diantara mereka yang statusnya sebagai tenaga Honorer/Sukarela.

Akan tetapi, kembali kepada tujuannya. Mereka datang secara sukarela mengabdikan diri melayani masyarakat dengan tujuan dasar untuk mencari pekerjaan yang orientasinya meningkatkan kesejahteraan ekonomi yang sudah sepantasnya diapresiasi oleh berbagai pihak sebab dengan adanya tenaga sukarela memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap tugas dan tanggung jawab ASN sebagai abdi negara yang telah disumpah sebagai pelayan masyarakat. PNS dengan SUKARELA hanya persoalan status.

Mereka merupakan mitra kerja. PNS membutuhkan bantuan sukarela, sementara sukarela membutuhkan pekerjaan sehingga mereka dapat saling menghargai dan dan tidak mengucilkan satu sama lain hanya persoalan status. Dalam hal ini, PNS pun harus lebih paham dengan statusnya sebagai ASN yang berkewajiban memberikan pelayanan maksimal terhadap masyarakat dan tidak menjadi raja lalu mendiskreditkan yang lainnya (SUKARELA).

Saya hanya ingin mengingatkan bahwa sebagaimana amanat UU No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara pasal 23 bagian f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, prilaku, ucapan, dan tidakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan. Jadi, jangan suka bolos lagi yah dan bertanggung jawablah dalam tugas yang diemban.

Andika Putra
Andika Putra
Asal Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Menulis adalah cara alternatif memerdekakan pikiran.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.