Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang masih berpegang teguh pada ideologi Soekarno dan dikenal sebagai partai wong cilik, mungkin tampak ganjil jika mereka benar-benar memutuskan untuk mendukung Anies Baswedan. Meskipun ini mungkin terdengar aneh, di politik Indonesia sering kali hal-hal yang tampaknya mustahil bisa terjadi.
Salah satu alasan mengapa PDI-P mungkin mendukung Anies adalah strategi untuk menguasai Jakarta. Dalam sistem politik oligarki, memiliki gubernur Jakarta sangat penting karena memberikan akses ke kekuasaan tingkat provinsi, kontrol atas sumber daya dan kebijakan daerah, serta memperkuat jaringan politik. Hal ini juga bisa menjadi dasar untuk ambisi politik yang lebih besar, seperti pemilihan presiden mendatang.
PDI-P, mungkin harus mengabaikan insiden pilkada Jakarta 2017, di mana isu keagamaan digunakan untuk menyingkirkan kandidat mereka. Dengan mengabaikan isu ini, PDI-P tampaknya lebih mengutamakan kekuasaan di Jakarta daripada mempertahankan ideologi mereka. Idealnya, dukungan untuk Anies Baswedan seharusnya berasal dari partai-partai yang memiliki ideologi yang sama. Ketika PDI-P, yang dikenal dengan nasionalisme-sekuler, mendukung Anies, hal ini dapat dianggap sebagai pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip ideologis mereka.
Namun, dalam politik Indonesia, ideologi sering kali dikalahkan oleh pragmatisme. Keputusan politik umumnya didasarkan pada kalkulasi kekuasaan dan kepentingan jangka pendek, bukan pada komitmen ideologis. Partai-partai politik sering kali lebih fokus pada meraih kekuasaan daripada memperjuangkan nilai-nilai jangka panjang.
Dalam politik, terlebih di ekosistem multipartai Indonesia, pragmatisme sering mendominasi. Bagi PDIP, mendukung Anies mungkin menjadi pilihan paling rasional dan pragmatis untuk merebut kembali pengaruh di Jakarta, wilayah yang kerap dinilai cerminan serta simbol politik nasional.
Fleksibilitas dalam politik mungkin penting, tetapi jika terlalu ekstrem, tanpa komitmen pada prinsip, dapat berujung pada oportunisme. Jika PDI-P mendukung Anies hanya untuk keuntungan jangka pendek, ini menunjukkan pragmatisme yang melampaui batas, dan menimbulkan pertanyaan apakah politisi boleh mengabaikan ideologi dan merugikan konstituen mereka.
Pragmatisme yang ekstrem ini mungkin muncul sebagai respons terhadap tekanan politik yang tak terhindarkan, namun juga bisa mengindikasikan bahwa sistem politik kita hanya berisi kepentingan sesaat. Pertanyaan tentang relevansi ideologi dalam politik modern muncul, tetapi dalam praktik politik oligarki, kekuasaan dan sumber daya hanya berada di tangan segelintir elite, dan partai-partai sering kali harus berkompromi tanpa mempertanggungjawabkan tindakan mereka kepada konstituen.
Partai demokrasi indonesia perjuangan mungkin melihat dukungan terhadap Anies sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan dan relevansi mereka setelah merasa terpinggirkan pasca-pilpres. Anies, yang juga merasa ditinggalkan oleh pendukung awalnya, melihat PDI-P sebagai kesempatan untuk kembali maju dalam pilkada Jakarta. Ini adalah pertemuan dua pihak yang sama-sama merasa dikhianati dan terpinggirkan, dan kepentingan mereka bertemu dalam kontestasi Jakarta. Bagi PDI-P, mendukung Anies adalah langkah pragmatis untuk menunjukkan kekuatan politik mereka, meskipun harus mengabaikan sejarah dan prinsip ideologis.
Di sisi lain, Anies dapat memanfaatkan dukungan PDI-P untuk melanjutkan karier politiknya, baik sebagai calon gubernur Jakarta maupun kandidat presiden di masa depan. Jika PDI-P tidak mendukung Anies, mereka bisa terlihat lemah karena kesulitan menemukan calon gubernur yang kuat, serta kehilangan daya saing dan dukungan dari konstituen setia mereka.
Meskipun dukungan untuk Anies bisa menjadi langkah pragmatis, PDI-P mungkin harus mempertimbangkan pengorbanan strategis ini sebagai cara untuk menjaga integritas dan membangun kembali kekuatan partai. Dengan mempertahankan prinsip ideologis mereka, PDI-P dapat memperkuat posisi moral dan kepercayaan dari basis pendukungnya, memberikan keuntungan jangka panjang meskipun langkah ini mungkin menyulitkan dalam jangka pendek.
Mengorbankan kekuasaan dalam satu kontestasi mungkin terlihat sebagai kekalahan, tetapi bisa menjadi langkah untuk menjaga kredibilitas dan membangun kekuatan untuk masa depan. PDI-P dapat menggunakan waktu ini untuk memperkuat kaderisasi, merumuskan strategi yang sesuai dengan ideologi, dan memperkuat hubungan dengan konstituen.
Dalam politik, kemenangan jangka pendek tidak selalu sejalan dengan keberhasilan jangka panjang, dan mempertahankan prinsip lebih bermartabat daripada melakukan langkah oportunistik untuk meraih kemenangan sementara.