Senin, Oktober 13, 2025

Michelle: Konsisten Menyuarakan Free Palestine lewat Masakan

Pensiun: Antara Janji dan Protes

Madilog

Muhammad Farhan
Muhammad Farhan
Saat ini kegiatan sehari-hari menjadi penulis lepas. Beberapa artikel saya dapat dilihat di website Geotimes.id, Harakatuna.com, Tsaqafah.id, Jaringan Santri, Medium.com, retizen.republika.co.id, IbTimes.id, dan Kompasiana.
- Advertisement -

Lewat konten-konten masakan ini, aku ingin orang bisa dengan mudah mencerna informasi yang aku sampaikan tentang perjuangan rakyat Palestina.

Koki itu perannya sering dianggap hanya sekedar memasak makanan yang enak untuk pelanggan yang membeli makanan darinya. Namun, pernahkah anda membayangkan, ada seseorang koki yang itu tidak hanya sekedar memasak di dapur, tetapi juga aktif menyuarakan pembebasan untuk bangsa Palestina lewat masakannya.

Kita yang mendengar itu pastinya bertanya-tanya, memang bisa? menyuarakan Free Palestine kepada dunia lewat masakan? Jawabannya itu bisa, bahkan Michelle Santoso sebagai salah satu koki Indonesia telah membuktikan hal itu.

Koki Michelle Santoso dulunya dikenal sebagai Bibi Michelle karena dirinya terkenal sebagai seorang juru masak yang sering menghidangkan masakan khas Tionghoa. Makanya dirinya dikenal sebagai koki Tionghoa-Indonesia, karena memang ia warga Indonesia dan berasal dari keturunan Tionghoa yang lahir di Hong Kong pada November 1988. Ketika menginjak usia remaja, ia pindah ke Shanghai lalu ke Jakarta.

Saat peristiwa serangan Israel ke Gaza yang dimulai pada Oktober 2023. Michelle Santoso yang melihat berita mengenai kekejaman yang terjadi di Palestina, tersentuh hatinya untuk menyuarakan free Palestine lewat akun media sosialnya sebagaimana warga Indonesia pada umumnya. Namun, saat dirinya membagikan foto-foto mengerikan, rekaman video, dan statistik kematian yang telah merenggut banyak nyawa warga sipil Palestina. Dia melihat bahwa storynya itu tidak memberikan efek apapun dan kurang didengar serta dilihat oleh masyarakat.

Berdasarkan laporan The New Arab (2024), Michelle Santoso sangat merasa prihatin sekali dengan korban-korban dan kondisi yang terjadi di Gaza. “Kenapa kita bisa mengabaikan orang-orang yang menjadi korban pembunuhan massal di kamera langsung? Mereka adalah orang-orang yang sama yang dulunya adalah ibu, dan saya hanya ingin menyampaikan hal itu.” ujar Michelle Santoso.

Adanya kondisi dimana ketika dirinya menyuarakan free Palestine kurang didengar, karena dirinya hanya membagi dan memposting ulang berita yang terjadi di Palestina. Dia lalu mulai terpikiran untuk menyuarakan perjuangan Palestina lewat masakkan.

Inspirasi menyuarakan Palestina lewat masakkan bermula dari perbincangan dirinya dengan teman-teman perempuannya. Secara tak sengaja Santoso mengucapkan, “Aneh sekali saya belum pernah memasak makanan Palestina atau menjelajahi kuliner Palestina, padahal saya rasa saya baru akan mulai,’ dan teman-teman saya bilang, Kamu harus coba!” ujarnya kepada The New Arab.

Dari perbincangan yang tak disengaja itulah, ia lalu berpikir untuk membuat masakan hidangan Palestina. Tujuannya agar orang-orang bertanya, kenapa Santoso selalu membuat masakan Palestina di depan kamera? Sehingga dari pertanyaan itu, dirinya bisa menjawab dan memberikan narasi tentang pentingnya kita saat ini membahas Palestina di tengah krisis kemanusiaan dan genosida yang terjadi disana. Santoso menginginkan agar masyarakat dunia tidak mengabaikan penduduk Palestina.

“Inti dari setiap hidangan selalu ada seorang ibu yang memasaknya. Bagaimana mungkin kita mengabaikan orang-orang yang menjadi korban pembunuhan massal di depan kamera? Mereka adalah orang-orang yang sama yang juga seorang ibu, dan saya hanya ingin menekankan hal itu, bahwa kita tidak bisa mengabaikan sesuatu yang terjadi tepat di depan mata kita,” ujarnya.

- Advertisement -

Dari makloubeh, hingga hidangan tradisional dari jantung Gaza seperti maftoul , kufta bi wara’ enab, dan qidreh, Michelle Santoso telah menghabiskan lebih dari setahun memasak masakan Palestina asli di depan kamera. Dari konten masak-masaknya ini ia senantiasa konsisten menyuarakan kisah-kisah yang terjadi di Palestina lewat makanan.

Berdasarkan laporan Kompas.id pada tahun 2025 yang ditulis oleh Wisnu Dewabrata. Makanan menurut perspektif Michelle, bukan hanya soal rasa. Makanan adalah bagian dari peradaban. Ketika sebuah bangsa seperti Palestina menghadapi penjajahan dan agresi, kulinernya pun ikut terancam punah. Michelle Santoso tak ingin itu terjadi. Maka, ia memasak, bercerita, dan menyuarakan.

Michelle Santoso juga tak sekadar mengunggah resep atau video memasak. Lewat akun media sosialnya yang kini diikuti lebih dari 211.000 orang, ia menghadirkan cerita-cerita yang mengangkat budaya, sejarah, dan kondisi terkini Palestina. Semua disampaikan dengan gaya khasnya: lugas, santai, kadang jenaka, tetapi tetap sarat makna. Dia percaya, dengan pengikut sebanyak itu, ada tanggung jawab moral untuk menyebarkan sesuatu yang bermakna dan mencerahkan.

Cerita-cerita yang ia bagikan bukan hanya soal dapur atau resep, melainkan memiliki makna yang jauh lebih dalam. Seiring dengan semakin meluasnya jangkauan kontennya di mata publik global, berbagai tanggapan pun berdatangan ke akun miliknya. Ada yang mendukung, ada pula yang menentang. Pujian dan kritik hadir silih berganti. Sebagian orang menyampaikannya lewat kolom komentar, sementara yang lain memilih jalur lebih pribadi dengan mengirimkan pesan langsung.

Satu pesan yang paling membekas di hati Michelle datang dari seorang pria yang memperkenalkan diri sebagai paman tiga anak yang baru saja gugur dalam serangan udara di Gaza. Dengan suara penuh duka, ia menceritakan kesedihan yang masih terasa begitu dekat. Salah satu keponakannya bernama Hamza, bocah sepuluh tahun yang baru sempat ia temui kembali setelah sekian lama berpisah. Hamza dikenal ceria, gemar bermain, dan kerap menikmati mie instan bersama sang paman. Dari sekian banyak makanan, ada satu yang paling ia sukai: qidreh, hidangan nasi dan daging domba berbumbu yang biasanya hadir di saat-saat momen istimewa.

Sebagai bentuk penghormatan, Michelle memasak qidreh dan membagikan momennya lewat sebuah unggahan. Bagi sang paman, peristiwa itu terasa bagaikan keajaiban kecil. Hamza, bersama ribuan korban lain yang sebelumnya sekadar tercatat sebagai angka dalam laporan berita, seakan dihidupkan kembali melalui kisah, kenangan, dan aroma hidangan tersebut. Banyak orang yang tergerak hatinya, menyampaikan rasa syukur, serta memuji cara Michelle menampilkan sisi kemanusiaan di tengah konflik yang sering dipandang semata dari kacamata politik.

Bagi saya, perjuangan itu tak selalu lewat senjata, kadang ia bisa hadir lewat sepotong roti, semangkuk sup, atau sepiring musakhan yang dibuat dengan cinta.

Sumber:

Imran, Y. S. (2024, November 29). Indonesian chef Michelle Santoso’s culinary stand for Gaza. The New Arab.

Dewabrata, W. (2025, April 7). Michelle Santoso perjuangkan Palestina lewat konten masakan. Kompas.id.

Muhammad Farhan
Muhammad Farhan
Saat ini kegiatan sehari-hari menjadi penulis lepas. Beberapa artikel saya dapat dilihat di website Geotimes.id, Harakatuna.com, Tsaqafah.id, Jaringan Santri, Medium.com, retizen.republika.co.id, IbTimes.id, dan Kompasiana.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.