Jumat, Maret 29, 2024

Metaverse: Dunia Baru dan Bencana Masa Depan

Wawan Rhee
Wawan Rhee
Pegiat Literasi / Founder Gardapati Link

Ambisi Mark Zuckerberg merealisasikan sejumlah proyek kembali membuat Apple bereaksi. Dikabarkan, Apple menggelontorkan anggaran sebesar US$ 180 ribu atau setara Rp 2,5 miliar kepada beberapa engineer yang dimilikinya dalam bentuk saham. Selain karena kedua perusahaan ini sering terlibat psywar bisnis, Apple khawatir pekerja bertalentanya “dibajak” Meta (induk Facebook) dalam pengembangan megaproyek masa depan, metaverse.

Kegelisahan perusahaan asal California itu cukup beralasan. Pasalnya, beberapa bulan terakhir, raksasa jejaring sosial itu telah memberdayakan 100 orang engineer jebolan perusahaan besutan mendiang Steve Jobs. Isu yang beredar, para alumni Apple tersebut sementara mengembangkan piranti Oculus, yang nantinya akan digunakan untuk menampilkan realitas virtual kian sempurna.

Walaupun masih samar, masa depan metaverse yang asal muasalnya diambil dari novelkarya Neal Stephenson bertajuk Snow Crash, nantinya diwujudkan dalam sebuah ruang digital tiga dimensi. Ruang itu konon dapat “dihuni” manusia melalui perwakilan avatar. Tak hanya dapat dihuni, manusia juga bisa melakukan aktivitas harian setelah menjadi “wargameta” (istilah yang kemungkinan disematkan bagi pengguna metaverse, sama seperti istilah warganet bagi pengguna internet ataumedia sosial) seperti bekerja, melakukan bisnis, berlajar, termasuk berinteraksi sosial.

Prototype metaverse dapat dilihat pada dunia gaming. Bagi pemain dan penikmat game seperti, Roblox, Minecraft, dan Fortnite seolah bisa merasakan dunia lain seraya berpetualang dalam pemainan digital. Game ini sudah memberikan gambaran bagaimana konstruksi dunia metaverse nantinya, walaupun metode bermainnya masih terbatas pada aplikasi di smartphone.

Shifting dan Perburuan Aset Virtual

Bagi sebagian kalangan, metaverse menjadi sebuah masa depan yang telah lama ditunggu. Tidak hanya didominasi oleh pemerhati teknologi dan maniac gamers. Pelaku bisnis juga memandang metaverse sebagai instrumen investasi guna mendulang pundi-pundi cuan. Oleh karenanya, orang yang sudah mulai paham dengan masa depan, tengah mempersiapkan diri untuk “shifting” dari universe menuju metaverse.

Belum pula terwujud, korporasi raksasa dan pesohor dunia telah memikirkan untuk segera bermigrasi dengan mulai membeli aset di metaverse berupa lahan virtual. Sebut saja perusahaan teknologi asal Korea, Samsung, Adidas asal Jerman. Tak ketinggalan dari kalangan selebriti, SnoopDog, Rapper asal USA juga dikabarkan memulai pembangunan properti berbentuk mansion di TheSandbox.

Lahan-lahan virtual itu dapat diklaim legalitas kepemilikannya layaknya Non-Fungible Token(NFT). Untuk memperoleh lahan atau aset lainnya di metaverse, dapat diakses melalui perangkat lunak bernama Decentraland.

Mereka yang expert melakukan penjelajahan dan berinteraksi dengan dunia virtual, sudah tidak asing lagi dengan Decentraland. Decentraland memiliki loka pasar sebagai tempat melakukan transaksi jual beli aset virtual. Fungsinya serupa marketplace. Bedanya, transaksi yang digunakan menggunakan mata uang Krypto.

Pembelian lahan virtual sebagai aset merupakan item banyak diburu para investor. Walaupun produk virtual, namun harganya cukup menguras kantong. Menurut sebuah situs berita, harga termurah untuk sebidang tanah di Decentraland dijual dengan harga 4.288 MANA (koin Decetraland). Satu MANA jika dikonversi ke dalam mata uang rupiah setara Rp 41.000. Jika harga tanah termurah 4.288 MANA saja, maka nilainya setara Rp 175.808.000. Harga fantastis untuk sebidang tanah virtual.

Pelaku bisnis yang visioner, harga lahan yang selangit tentu akan tidak sebanding dengan keuntungan yang dihasilkan. Sama halnya di dunia nyata, lahan-lahan ini dapat disewakan untuk keperluan pengembangan gedung-gedung virtual.

Gedung tempat orang berniaga layaknya mall yang menjual produk untuk avatar. Termasuk untuk berkantor, menyelenggarakan pertemuan, konser musik dan masih banyak fungsi lainnya. Pemilik lahan tentu akan meraup keuntungan jangka panjang yang jauh lebih tinggi dibanding harga beli sebelumnya.

Metaverse juga sekaligus melahirkan profesi-profesi baru yang akan didominasi kaum muda melalui industri kreatif. Baik dari sektor teknologi, game juga kesenian. Termasuk cara manusia masa depan bekerja akan lebih relate jika menggunakan tools yang ditawarkan oleh metaverse.

Sisi positif yang tak kalah dahsyatnya lagi, jika terjadi ancaman penyebaran wabah penyakit seperti virus dan sejenisnya, manusia tidak perlu melakukan pembatasan mobilitas sosial secara besar-besaran. Itu karena manusia sudah semakin terbiasa dengan aktivitas secara virtual di ruang metaverse.

Bencana Baru

Masa depan metaverse tidak hanya melahirkan peradaban baru dengan sejumlah potensi yang bisa memberikan dampak positif. Layaknya dua sisi mata uang, meteverse juga berpotensi menciptakan ketimpangan-ketimpangan sosial, dimana efeknya mungkin bisa lebih parah dari sekarang.

Sama seperti ketika teknologi internet yang diperkuat dengan infrastrutur smartphone. Manusia perlahan melupakan valuesnya sebagai mahluk sosial. Penyebaran konten informasi secara real time melalui media sosial menjadi sebuah perubahan revolusioner sekaligus menimbulkan kegaduhan.

Iklim politik yang cenderung memanas kian tersulut dengan membabi butanya informasi hoax menjadi pemicu terjadi perpecahan hingga konflik. Berkaca pada skandal data Cambridge Analytica, terjadi pencurian data pribadi yang melibatkan platform media sosial yang dikapitalisasi dengan tujuan untuk memenangkan salah satu kandidat calon presiden Amerika Serikat.

Dibandingkan Metaverse, cara manusia berinteraksi di media sosial saat ini hanya berupa transaksi teks, gambar, juga video. Metaverse sebagai masa depan internet didesain seakan nyata, bisa bergerak, bisa disentuh seperti layaknya fisik.

Orang yang memiliki kecenderungan anti sosial, kemungkinan menemukan dunia baru yang semu. Ia bisa mengatur dan melakukan setting sesuai yang dikehendaki. Yang menjadi masalah, apabila dia merasa nyaman dibanding kehidupan nyata. Ini bisa menjadi petaka. Ia bisa terperangkap dalam dunia metaverse dan melupakan dunia nyata yang menurutnya mungkin tidak sesuai yang diinginkan.

Konsep metaverse yang seakan nyata, bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dengan tujuan untuk cuci otak. Ibarat tutup ketemu botol, metaverse akan dengan mudah dan cepat menginjeksi doktrin-doktrin terkait paham ekstremisme kepada mereka yang masih labil, galau atau sedang dalam proses mencari jati diri. Jika metaverse menjadi media untuk membentuk paham tertentu, akan dengan mudah melahirkan orang-orang berpaham radikal. Tentu ini harus diwaspadaidari awal dengan menyiapkan regulasi sehat.

Kejahatan siber di metaverse juga pasti ada, hanya saja mungkin berbeda dengan moduso perandi saat ini. Teknologi selalu menyisakan celah yang dapat disalahgunakan demi melancarkanaksi kriminal.

Fokus utama masa depan metaverse bukan lagi tentang kecakapan teknologi digital. Yang tak kalah pentingnya adalah kesiapan mental serta intelektualitas agar teknologi masa depan bisamemberikan faedah bukan petaka.

Wawan Rhee
Wawan Rhee
Pegiat Literasi / Founder Gardapati Link
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.