Kamis, Maret 28, 2024

Metaverse dalam Dunia Pendidikan, Delusi atau Potensi?

Dimas Febriansyah Krisna Dwiputra
Dimas Febriansyah Krisna Dwiputra
Alumni program Pendidikan IPS dari Universitas Pendidikan Indonesia yang memiliki ketertarikan dalam dunia pengajaran, mentoring serta penulisan, khususnya penulisan ilmiah atau opini bebas non-fiksi.

Teknologi dan pendidikan memiliki suatu hubungan kausalitas yang tidak dapat terpisahkan. Pendidikan dapat mendorong serta mempengaruhi bagaimana teknologi tercipta. Di sisi lain, adanya teknologi akan turut serta mempengaruhi bagaimana proses pendidikan dilaksanakan.

Metaverse adalah revolusi teknologi yang mulai berkembang dan menjadi perbincangan menarik. Lalu, akankah Metaverse memberikan hubungan kausalitas bagi dunia pendidikan sebagaimana teknologi lainnya? Guna menjawab hal tersebut, kita perlu menguraikan terlebih dahulu apa yang dimaksud Metaverse dan apakah menjadi suatu potensi atau hanya sebatas delusi bagi dunia pendidikan.

Menjelang akhir tahun 2021, jagat maya dihebohkan dengan rebranding yang dilakukan oleh Facebook. Rebranding yang turut dibarengi dengan “kelahiran kembali” ide futuristik yang dikenal dengan Metaverse. Faktanya ide tersebut telah dikemukakan oleh Neal Stephenson tiga dekade lalu tepatnya pada tahun 1992 dalam novelnya yang berjudul Snow Crash.

Akan tetapi, hingga saat ini belum terdapat penjelasan secara ilmiah yang dapat diterima secara universal terkait konsep Metaverse. Agar memudahkan dalam memahami tulisan ini, marilah kita samakan persepsi bahwa yang dimaksud Metaverse dalam tulisan ini adalah perkembangan teknologi tingkat lanjut yang mengkombinasikan Virtual Reality serta Augmented Reality. Hal tersebut pada akhirnya menciptakan dunia virtual 3D yang memungkinkan setiap individu untuk saling berinteraksi dan beraktivitas seolah berada di dunia nyata.

Konsep Metaverse ketika diimplementasikan dalam dunia pendidikan, tentu akan menjadi peluang akselerasi kualitas dari proses dan hasil pembelajaran. Pendidikan dalam dunia Metaverse berpotensi akan lebih efisien sebab sarana dan prasarana fisik seperti gedung, kursi, papan tulis, alat laboratorium, dan lain sebagainya belum tentu akan diperlukan layaknya saat ini. Sebab, semua komponen itu nantinya akan dapat dialihkan ke dalam dunia virtual. Sehingga walaupun siswa dan guru tidak hadir di sekolah nyata mereka dapat tetap melaksanakan pembelajaran secara virtual.

Tidak hanya bermanfaat dari segi sarana dan prasarana, segi pengalaman belajar pun dalam dunia Metaverse dapat lebih nyata dan bermakna daripada hanya belajar online ataupun offline seperti yang saat ini dilakukan. Mengapa demikian? Kemajuan teknologi Virtual Reality serta Augmented Reality dapat menstimulus sensorik siswa dan guru sehingga seolah sedang berinteraksi dan beraktivitas di ruang kelas yang sesungguhnya. Adanya Metaverse dapat membawa kita belajar kemanapun secara fleksibel bahkan melampaui batas-batas geografis sehingga akan memberikan pengalaman yang berbeda daripada hanya belajar online yang selama pandemi covid-19 dilakukan atau hanya di ruang kelas konvensional.

Bayangkan saja, melalui Metaverse kita dapat mempelajari peninggalan sejarah Mesir Kuno tanpa perlu benar-benar pergi ke lokasi fisiknya, bahkan kita dapat seolah hidup pada masa tersebut. Hal tersebut membuat guru dapat membawa siswa mengunjungi tempat-tempat dimanapun yang memiliki nilai sejarah tanpa perlu secara fisik mengunjunginya. Dalam pelajaran astronomi kita dapat melihat peredaran planet secara nyata, peristiwa gunung meletus, dan lain sebagainya.

Lalu, contoh lainnya dalam bidang sains ketika kita mempelajari biologi dan harus praktek membedah hewan, siswa dapat mempelajari organ tubuh hewan seperti kodok, ikan, kelinci, dan hewan lainnya termasuk hewan langka secara virtual. Bahkan kita pun dapat mempelajari dan melakukan praktikum yang dianggap berbahaya ketika dipelajari secara langsung. Dimana semua itu dapat membuat pembelajaran lebih bermakna walaupun hanya dilakukan secara virtual sebab adanya sentuhan sensorik yang membuat siswa seolah melakukan suatu hal yang nyata. Jika merujuk pada kerucut pengalaman Edgar Dale hal tersebut dapat meningkatkan daya ingat siswa hingga 90%.

Disamping berbagai potensi yang menjanjikan, terdapat juga kelemahan yang menyertainya dan perlu dikaji secara mendalam. Kelemahan disini terutama berkaitan dengan sarana pendukung, efektivitas perancangan, dan efek kesehatan terhadap pengguna.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menerapkan Metaverse dalam pendidikan memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang merata dan memadai, baik dari kualitas internet, perangkat keras, serta perangkat lunaknya. Belum lagi waktu yang diperlukan untuk merancang dunia virtual 3D tentulah tidak sebentar, hal itu tidak terlepas dari kompleksitas mentransformasikan materi/konten pembelajaran kedalam bentuk dunia virtual 3D. Bahkan, kita juga harus memperhitungkan potensi masalah Kesehatan yang dapat menyertai implementasi Metaverse dalam dunia pendidikan seperti potensi kerusakan mata.

Potensi dan tantangan dari perubahan sesungguhnya ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tantangan yang ada tentunya perlu diantisipasi dan dicarikan alternatif solusinya. Hal tersebut bertujuan agar kita dapat lebih menonjolkan dan fokus memanfaatkan potensi daripada hanya terkena dampak negatifnya. Namun, satu hal yang perlu disepakati, walaupun Metaverse menjanjikan kelebihan yang bermanfaat bagi dunia pendidikan, namun Metaverse bukanlah untuk menggantikan keberadaan guru ataupun model pendidikan yang sudah ada. Melainkan menjadi suatu model alternatif untuk melengkapi hal yang telah ada.

Agar pemanfaatan Metaverse dapat optimal, diperlukan kolaborasi dari berbagai pihak, terutama kolaborasi antara pendidik dengan para ahli multimedia. Sebab, merekalah yang akan berperan penting dalam merancang dunia virtual 3D yang sesuai untuk kepentingan pendidikan. Selain itu, dukungan dari pihak pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan pihak sekolah sebagai pihak yang mengimplementasikan sangatlah diperlukan. Berkaca pada hal tersebut, maka Metaverse bukanlah sebatas delusi, namun suatu potensi yang realistis untuk diterapkan ketika semua pihak terlibat aktif berkolaborasi untuk merealisasikannya.

Dimas Febriansyah Krisna Dwiputra
Dimas Febriansyah Krisna Dwiputra
Alumni program Pendidikan IPS dari Universitas Pendidikan Indonesia yang memiliki ketertarikan dalam dunia pengajaran, mentoring serta penulisan, khususnya penulisan ilmiah atau opini bebas non-fiksi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.