Kamis, April 18, 2024

Menyuntik DNA Inovator demi Menyambut 5.0

Ardi Wina Saputra
Ardi Wina Saputra
Pengajar bahasa Indonesia di Universitas Katolik Widya Mandala. Cerpenis sekaligus kolumnis lepas di beberapa media massa

Perlahan tapi pasti, masyarakat dunia sudah mulai berpikir untuk meninggalkan era 4.0. Hal tersebut seiring dengan gebrakan baru yang dilakukan oleh Kabinet Pemerintahan Jepang  sejak tahun 2016 silam. Di bawah kepemimpinan Shinzo Abe, Jepang ingin mempelopori terbentuknya era baru, yaitu era 5.0. Era ini merupakan penyempurnaan dari era 4.0 atau era informasi.

Melalui konektifitas dan teknologi komunikasi, informasi dapat diakses sekaligus diproduksi kembali. Penelitian Mayumi Fukuyama, menjelaskan bahwa pada era 5,0, informasi dipadukan dengan kecerdasan buatan, robot, internet, hingga data maha besar.

Hasil dari pengintegrasian antara informasi dengan teknologi kemudian didistrubusikan pada berbagai sektor kehidupan seperti transportasi serba otomatis, teknologi pengobatan dan layanan kesehatan, teknologi transaksi finansial, teknologi pertanian kehutanan dan kelautan, hingga teknologi olahraga, budaya, dan seni.

Manusia harus cakap dalam memahami informasi serta mampu mengoperasikan teknologi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Itulah sebabnya Jepang menamakan era 5.0 dengan sebutan masyarakat super pintar (super smart society).

Melihat kondisi zaman yang berlari tunggang langgang, cepat atau lambat Indonesia akan terkena dampaknya. Tidak ada salahnya apabila kondisi ini dideteksi sejak dini. Menyiapkan masyarakat super pintar sesungguhnya dimulai dari sektor pendidikan. Edukasi merupakan gerbang utama dalam menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh menghadapi pesatnya kemajuan zaman.

Apabila diamati lebih teliti, sesungguhnya ada celah yang dapat disiapkan oleh para pendidik di Indonesia untuk membantu generaasi muda menghadapi era 5.0 Celah tersebut adalah membentuk peserta didik bermental tuan.

Masyarakat 5.0 yang diidam-idamkan oleh Jepang adalah masyarakat yang didominasi oleh sumber daya manusia bermental tuan. Manusia dituntut untuk mampu menjadi tuan atas dirinya sendiri sehingga manusia tidak diperbudak oleh teknologi, melainkan mampu menggunakan teknologi sebagai perangkat untuk memenuhi kebutuhannya.

Ditinjau dari sudut pandang filsafat, mental tuan pernah dicetuskan oleh Nietzche. Filusuf Jerman tersebut mengatakan bahwa manusia yang bermental tuan merupakan manusia yang kekuatannya didominasi oleh faktor internal (dari dalam diri), bukan faktor eksternal (dari luar diri).

Penguatan faktor internal dapat dimulai sejak dalam berpikir. Daya pikir kritis merupakan kunci utama untuk memperkuat faktor internal dalam diri manusia. Pakar pendidikan dari Brazil, Paulo Freire menegaskan bahwa cara mengasah daya pikir kritis yaitu dengan mengoptimalkan kesadaran kritis.

Freire pernah menggolongkan tingkat kesadaran manusia menjadi dua kutub yang berbeda. Kutub terendah adalah kesadaran magis, sedangkan kutub tertinggi adalah kesadaran kiritis. Kesadaran magis dapat terbentuk apabila manusia belajar dalam kondisi ditakut-takuti sehingga mausia belajar karena rasa takut.

Proses menakut-nakuti sesungguhnya merupakan dominasi dari faktor eksternal manusia. Kelemahan dari proses ini adalah apabila faktor eksternal tersebut menghilang, maka peserta didik tidak akan mau lagi belajar.

Oleh sebab itu diperlukan kesadaran kritis. Kesadaran kritis merupakan kesadaran yang terbentuk oleh faktor internal. Kesadaran kritis dapat terbentuk apabila peserta didik memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Pendidik harus memilki beragam pemantik untuk mengasah rasa ingin tahu peserta didik. Di samping itu, pendidik juga harus membuat peserta didik merasa bebas merdeka sejak dalam pikiran agar mereka nyaman untuk bertanya tentang materi yang ingin dipelajarinya.

Kurikulum di Indonesia

Kurikulum 2013 yang diceutskan oleh pemerintah sesungguhnya sudah pada tahap ini. Dalam tayangan power point yang diedarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tertanggal 16 Maret 2013, disebutkan bahwa proses pembelajaran dalam K13 merupakan proses pembelajaran yang mendukung kreatifitas sesuai kecakapan abad 21. Pada slide ke 59 dikatakan bahwa landasan teori yang digunakan adalah teori Jeff Dyer.

Saya mencoba menelisik lebih dalam terkait teori Dyer ini dalam bukunya bertajuk ‘DNA Inovator’. Ada taksonomi yang disampaikan oleh Dyer untuk mengajarkan pada peserta didik cara menjadi seorang inovator.

Taksonomi pertama dalam teori Dyer adalah kemampuan asosiasi. Untuk dapat berasosiasi sesungguhnya siswa harus memiliki bekal terlebih dahulu. Bekal tersebut dapat diperoleh dari pengalaman mengindra, bersosialisasi, hingga berliterasi.

Pada dasarnya setiap peserta didik memilki beragam akumulasi pengalaman yang disebut sebagai skemata. Tugas pendidik adalah menggali skemata peserta didik agar lebih optimal. Pendidik harus mampu mendalami karakter dan minat peserta didik, serta mampu memunculkan pemantik yang dapat memancing peserta didik agar semakin haus untuk mendalami skemata yang dimilkinya.

Apabila peserta didik sudah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi maka pendidik menyajikan literatur yang sesuai serta membimbingnya. Ketika taksnonomi Dyers ini dimaksimalkan dalam proses belajar mengajar sejak tahap pertama, maka peserta didik pasti dapat berinovasi. Bahkan, bisa saja inovasi mereka lebih maksimal hasilnya daripada yang dibayangkan oleh pendidiknya.

Menerapkan DNA Inovator dalam diri peserta didik di Indonesia sangat mungkin dilakukan. Pendidik harus sabar dan mampu mengubah pola pikir bahwa menghadapi perkembangan zaman tidak selalu dimulai dari teknologi, melainkan dari optimalisasi faktor internal peserta didiknya. Semoga para pendidik di Indonesia yakin dan semakin mantap untuk menyuntikkan DNA Inovator pada peserta didiknya sehingga bukan tidak mungkin bermunculan unikorn hingga hektokorn yang baru dari karya anak bangsa.

Ardi Wina Saputra
Ardi Wina Saputra
Pengajar bahasa Indonesia di Universitas Katolik Widya Mandala. Cerpenis sekaligus kolumnis lepas di beberapa media massa
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.