Selama tidak mengandung unsur politis, artinya kebijakan yang dikeluarkan memang betul-betul diniatkan untuk meningkatkan kualitas SDM, maka saya sepakat dengan kebijakan impor rektor dan dosen asing. Tentu yang didatangkan adalah mereka yang memang sudah terbukti dan teruji kualitasnya.
Dalam hal ini, pemerintah memang harus betul-betul menyeleksi secara selektif. Dalam kacamata saya, kebijakan ini aka lebih banyak memberikan dampak positif untuk atmosfir pendidikan tinggi kita.
Dampak postifi dari kebijakan ini nantinya akan membuat para rektor dan dosen-dosen kita yang malas pastinya tidak ingin posisinya diganggu dan diambil. Dari sini, jika mereka masih tetap dengan aktifitasnya yang seperti biasanya, mereka pasti akan dilengserkan; dipecat.
Sehingga rektor dan dosen local mau tidak mau harus terus meningkatkan kualitas penelitiannya. Dikalangan mahasiswa pun juga sama, tentu syarat tugas akhir agar bisa mendapatkan gelar dari perguran tinggi juga akan lebih selektif.
Sudah banyak negara-negara yang mempraktekkan hal ini. Salah satunya Negara Malaysia yang pada sekitar tahun 1960an mengundang pengajar dari Indonesia (Saat itu sedang tinggi-tingginya kualitas SDM yang dimiliki Indonesia).
Negara Jepang juga pernah mengundang pengajar dari beberapa negara setelah sekitar 5 tahun pemboman oleh Amerika. Singapura tercatat juga pernah mendatangkan rektor asing di salah satu perguruan tingginya yang bernama Nanyang Technological Universiy (NTU) yang akhirnya perguruan tinggi itu kini masuk ke dalam 50 besar universitas terbaik dunia.
Dan yang paling fantastic, datang dari Negara Cina, nominalnya saya kutip dari sebuah artikel online yang saya lupa namanya, bahwa negara ini mendatangkan pakar dan dosen dari seluruh dunia sekitar 1000an setiap tahunnya. Ini sangat luar biasa menurut saya, dan memang hasilnya bisa kita lihat, bagaimana Cina hari ini menguasai teknologi diberbagi bidang.
Sebuah situs yang saya baca semalam, ada sebuah tulisan yang sangat menarik karena semua isi tulisannya tentang kritikan dan ketidaksetujuannya pada kebijakan ini. Tulisannya lumayan panjang, salah satunya dia menyinggung bahwa nantinya Indonesia akan membayar mahal para rektor dan dosen asing. Ini sebuah sikap pemikiran yang sangat anak-anak, kalau kita bicara ilmu ekonomi dan bisnis, semakin besar harga jual, semakin tinggi juga kualitas suatu barang yang akan kita dapatkan.
Selanjutnya dia juga menyinggung, “bagaimana jika mereka yang didatangkan tidak sesuai dengan harapan?”. Dalam hal ini, pemerintah bisa menciptakan standarisasi keberhasilan selama pelasanaan tugas rektor/dosen asing.
Sebelumnya saya sudah singgung di paragraph awal, bahwa untuk meminimalisir kebijakan ini, pemerintah tentu harus menyeleksi secara selektif. Adapun jika memang betul-betul ditemukan ketidaksesuain antara harapan dengan kenyataan selama pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh rektor/dosen asing.
Di sini pemerintah bisa saja menerapkan semacam sebuah kesepakatan bahwa mereka hanya akan diberikan kesempatan selama beberapa periode tertentu sebagai tahap uji coba, dan jika dinilai memenuhi standarisasi keberhasilan, selanjutnya mungkin bisa ditambah masa kontraknya.
Masalah yang paling hangat yang selalu diperbincangkan dan dipermasalahkan adalah persoalan moralitas dan akhlak. Banyak yang khawatir kehadiran rektor/dosen asing akan memperburuk persoalan ini.
Tapi lagi-lagi saya pikir ini bukan sebuah alasan, menurut saya tidak ada hubungannya antara penelitian dengan dampak moralitas dan akhlak. Penelitian tugasnya menjawab masalah dengan menghadirkan solusi. Urusan moralitas itu erat kaitannya dengan kemanusiaan; setiap orang punya dasar moralitas yang sama.
Lagi pula kita bisa meminta kepada tokoh-tokoh agama atau tokoh-tokoh adat sebagai “penilai” jika dirasa kehadiran rektor/dosen asing nantinya akan semakin memperburuk moralitas. Saya rasa mereka yang didatangkan dari luar, pastinya akan menghargai dan tentunya tidak bisa mengganggu hal-hal yang krusial seperti budaya dan agama. Yang perlu dilakukan adalah penanaman nilai-nilai yang seperti itu dilakukan sejak dari kecil dan bangku sekolah.