Liburan natal dan tahun baru ini terasa bagai angin segar. Waktu senggang yang melimpah membuat hidup terasa nikmat. Hari yang biasa diisi rutinitas, kini untuk sementara digantikan dengan:malas. Tak apa, kebanyakan serius juga tak baik kan?.
Sore itu, cuaca cukup cerah. Belakangan, rona merah benderang, selalu membuka waktu malam. Selepas tidur siang, bingung mau ngapain. Kepala terasa ringan setelah beberapa malam dihabiskan untuk begadang. Sel-sel di kepala seperti baru saja meregenerasi dirinya.
Seperti kebanyakan manusia zaman sekarang, saat bingung mau ngapain, smartphone adalah pelarian yang tepat. Berselancar di dunia maya menjadi pilihan untuk mengisi waktu kosong. Entah mengapa, saya membuka platform Youtube. Yah, kini, menonton Youtube lebih asyik ketimbang menonton televisi. Nampaknya, kini eksistensi televisi sedang beranjak ke kepunahan.
Melihat-lihat home dan kolom trending topik, tak ada yang menarik. Kalau sudah begini, gejala random kronis pun mulai muncul. Di kolom search, saya ketik ‘Sky Diving’. Ini ga tau apa motivasi dan alasannya.
Sejujurnya, saya takut dengan ketinggian. Entah kenapa, yang jelas berada di lantai 3 sebuah mall saja sudah membuat lutut gemetar saat melihat ke bawah. Apakah anda juga takut dengan ketinggian?, jika ya, mari kita sama-sama buat komunitas takut ketinggian. Agar anda tak merasa sendirian dan dapat mempererat tali silaturahim.
Berbicara tentang Sky Diving, sebenarnya saya saat ingin melakukannya. Biarpun takut ketinggian, ada sepercik hasrat untuk melawan rasa takut itu. Bermacam video saya lihat. Ada satu video yang berjudul Sky Diving Without Parachute. What??!!, gila ini orang. Tapi, keren sih videonya, coba liat dan cari sendiri.
Saking randomnya, saya nyasar ke topik Skycarper. Ini sama gilanya. Saya tak paham, mengapa sekarang banyak orang berlomba-lomba buat selfie dan nge-Vlog di atas gedung?. Lihat videonya aja sudah bikin lutut lemas parahhh. Ada yang gelantungan sambil sit-up, ada yang naik-naik ke ujung crane, bahkan ada yang sampai jatuh!. Kalau sudah begitu, ga paham lagi dah. Apa motivasi psikologis orang-orang itu sampai melakukannya?.
Singkat cerita, saya nyasar ke kanal Youtubenya Alain Robert. Ini orang reputasinya sudah mendunia. Hampir gedung tertinggi di seluruh dunia sudah ia taklukkan. Ya, itulah dia, Alain Robert, Real Spiderman, climber yang memanjat gedung tanpa pengaman. Legend parah!.
Ada satu video saat ia memanjat gedung di Barcelona yang direkam lewat kamera di kepalanya. Jadi, ketika melihatnya, terasa nuansa yang live banget!. Beberapa kali panjatan, ia menengok ke bawah dan melongok pemandangan sekitar sambil gelantungan. Sesekali, ia berhenti dan minum. Lalu, membubuhi tepung/bedak ke tangannya. Kemudian, melanjutkan aksinya lagi. Hingga akhirnya, ia sampai di puncak gedung. Bahh, gemetar parah ini lutut.
Tapi, ada hal yang membuat saya kagum padanya. Walaupun melakukan hal yang tampak di luar nalar, ada nilai-nilai tersirat yang bisa dipetik dari Alain Robert. Nilai itu adalah konsistensi, keuletan, fokus dan orisinilitas.
Menulis dan Adab
Di satu sisi, aksi Alain Robert sangat menginspirasi. Setelah melihatnya, entah mengapa tiba-tiba saya terpikirkan tentang menulis. Nilai-nilai dari aksi Alain Robert, dapat juga diterapkan dalam proses menulis.
Beberapa tahun belakangan, menulis adalah salah satu kegiatan sampingan di luar aktivitas koas kampus. Bisa dibilang, ini merupakan sebuah kegiatan aktualisasi diri. Sebuah kegiatan yang mampu mendongkrak nilai kemanusiaan. Mengapa begitu?.
Tulisan, menjembatani migrasi manusia dari zaman pra-sejarah ke zaman sejarah. Manusia menyejarah, semenjak cuneiform dan hieroglif ditemukan di lembah Mesopotamia 5000-3000 tahun SM. Sejak itu, Homo Sapiens didaulat sebagai spesies paling mutakhir di muka bumi.
Bahasa dan tulisan adalah tonggak peradaban manusia. Tak ada tulisan, maka tak akan ada sejarah dan peradaban. Oleh sebab itu, dengan menulis, maka manusia belajar beradab. Dengan menulis, manusia menjadi raja organisme di puncak ekosistem alam. Tak heran, jika Aristoteles menyebut manusia dengan Animal Rationale. Namun kini, nilai-nilai luhur tulisan itulah yang dilupakan manusia modern, khususnya generasi muda di Indonesia.
Di tanah air, menulis adalah barang asing. Kegiatan tulis-menulis, dianggap kegiatan abstrak yang tak berguna, tak menghasilkan uang. Di sini, popularitas menulis, kalah dengan uang dan pekerjaan kasar.
Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa hampir semua peradaban maju di masa lalu, terkenal akan karya-karya tulisannya. Tengok saja peradaban Yunani Kuno. Buku-buku Plato dan Aristoteles masih jadi rujukan bagi para pemikir modern. Lalu, zaman keemasan Islam. Kitab-kitab para ulama pada masa itu pun masih menjadi bahan kajian. Renaissance di Eropa pun pada dasarnya adalah kelahiran kembali semangat manusia dalam berkarya tulis. Mungkin, hal ini lah yang membuat orang Barat selalu lebih maju daripada bangsa kita.
Berbicara tentang menulis, maka selalu satu paket dengan membaca. Keduanya bagai pilinan benang yang berkelindan. Namun, melihat budaya literasi di tanah air sungguh miris. Di tingkat ASEAN saja, kita masih berada di bawah Singapura dan Malaysia. Bagaimana mungkin kita belajar berpikir ilmiah jika membaca dan menulis saja tidak kita lakukan?. Mungkin, inilah satu alasan mengapa peradaban bangsa kita selalu tertinggal.
Memang, menulis itu sulit. Apalagi bagi pemula. Namun, bukan berarti ia tak bisa diupayakan. Justru karena kesulitan itulah, kita belajar menjadi kreatif. Sejauh saya bergelut dengan kegiatan membaca dan menulis, ada banyak nilai yang bisa dipetik dari sana. Sejatinya, membaca dan menulis mengajarkan manusia tentang nilai-nilai orisinilitas, keuletan, fokus dan konsistensi. Nilai-nilai inilah yang juga saya lihat pada aksi Alain Robert.
Pada kasus Alain Robert, nilai-nilai itulah yang membuatnya jadi legend dan mengantarkannya ke puncak tertinggi. Nah, menulis pun juga seperti itu!. Jika kumpulan nilai itu menjadi pijakan bagi Alain Robert untuk sampai ke puncak, maka menulis pun akan mengantarkan kita pada puncak kemanusiaan: spiritualitas.
Bagaimanapun, orisinilitas, keuletan, fokus dan konsistensi adalah nilai luhur tulisan yang harus dilestarikan. Ya, menulislah, maka kita akan beradab. Sebab dengan beradab, barulah kita mengerti tentang keadilan.