Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 – 2009, dr. Siti Fadilah Supari dijebloskan kedalam penjara karena sebuah tuduhan kejahatan yang tidak pernah terbukti dilakukan olehnya. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 Juni 2017 memvonis dengan kurungan empat tahun dan denda 200 juta rupiah. Perjuangan untuk mencari keadilan harus pupus pada tahun 2018 ketika Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan. Bu Siti Fadilah didakwa telah merugikan negara sebesar 6,1 miliar rupiah karena menerima uang suap dari dua perusahaan yaitu BUMN PT Indofarma Tbk dan PT Mitra Medidua pada tahun 2005 – 2007, lantas dakwaan ini telah ditolak sepenuhnya oleh beliau.
Dipermalukan, diinjak martabatnya dan disingkirkan telah dialami oleh Siti Fadilah Supari, seakan bangsa Indonesia telah lupa akan perjuangan dan jasa beliau yang luar biasa. Penjara adalah upah yang beliau terima karena memperjuangkan rakyatnya dari serangan negara asing terhadap kedaulatan kesehatan.
Rasanya kita harus bersyukur di tahun 2005 karena tidak harus menderita seperti pandemi covid-19 baru ini. Saat itu kita diambang pandemi flu burung yang menurut WHO virus H5N1 telah ditransmisikan dari unggas ke manusia untuk pertama kalinya, namun kasus kematian di Indonesa dinyatakan anomali karena para korban tidak banyak berhubungan dengan unggas. Maka dikirimkan sampel virus yang ditemukan di Indonesia ke WHO untuk diteliti, hingga tahun 2006 Bu Siti Fadilah Supari menghentikan pengiriman semua sampel virus ini.
Indonesia menuntut WHO untuk trasparan dan meminta penerapan kedaulatan negara atas bahan biologis, dan ekuitas di antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Kekhawatiran yang dirasakan adalah negara maju akan memproduksi vaksin yang berasal dari sampel virus negara berkembang, serta menjual vaksin tersebut dengan harga yang sangat tidak terjangkau oleh negara berkembang.
Hasil perjuangan politik internasional ini mencuptakan Deklarasi Jakarta pada Maret 2007 yang mendesak WHO untuk merancang mekanisme baru dan membuat Terms of References (TOR) tentang mekanisme virus sharing yang adil dan transparan. Dan juga Bu Siti Fadilah ingin mereformasi sistem Global Influenza Surveillance Network (GISN) telah ada selama 5 dekade yang syarat akan nuansa tertutup, tidak adil, dan sangat merugikan negara berkembang.
Indonesia didukung oleh 23 negara dari seluruh dunia dalam mengajukan resolusi untuk dapat menghentikan ketidak adilan ini. Tentu resolusi ini ditentang keras oleh negara adidaya karena selama ini mereka telah mendapatkan manfaat dapi peraturan yang sama sekali tidak adil bagi negara berkembang. Pada akhirnya Indonesia dan pendukungnya dapat memenangkan pertarungan dan berhasil mereformasi aturan GISN-WHO.
Tidak berhenti sampai disana, Laboratorium militer Amerika yaitu Naval Medical Research Unit Two (Namru-2) tidak luput dari kegagahan seorang Siti Fadilah. Pada Oktober 2009 Namru-2 ditutup dan tidak lagi dapat beroperasi di wilayah kedaulatan Indonesia. Masuknya laboratorium militer asing ini ke Indonesia menjadi kekhawatiran yang besar mengingat virus dan bahan biologis dapat dimanfaatkan untuk kepentingan militer dan tidak menutup kemungkinan terjadinya bio-terorism yang tetntu sangat merugikan Indonesia.
Pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020 yang masuk ke Indonesia banyak di curigai merupakan salah satu upaya bio-terorism guna kepentingan tertentu. Tak khayal kecurigaan itu kala melihat banyak negara harus membeli vaksin dari berbagai negara maju untuk dapat terhindar dari inveksi virus yang ditransmisikan dari manusia ke manusia ini.
Hal mengenai kedaulatan kesehatan ini sangat penting namun sering diremehkan orang, pempuat kebijakan di Indonesia terkadang hanya mengikuti kebijakan yang telah diambil dari komunitas dan organisasi Internasional seperti WHO dan lainnya. Pemerintah dan lembaga kesehatan dibawahnya gagal untuk menciptakan kedaulatan atas hajat hidup rakyat Indonesia khususnya dibidang kesehatan jika tidak mampu mempertahankan keadilan dan wibawa bangsa. Rakyat selalu menjadi akibat dari kebijakan yang buruk dan ketidakadilan yang sistematis.
Indonesia bisa mandiri mengembangkan teknologi kesehatannya, contohnya adalah vaksin polio tetes atau Oral Polio Vaksin (OPV) yang dikembangkan dan di buat di dalam negeri oleh perusahaan BUMN PT Biofarma. Produk ini tidak lepas serangan dari luar negeri yang menyebutkan bahwa vaksin ini tidak efektif, namun hal itu dapat disangkal dengan bukti bahwa Indonesia pernah terbebas dari polio pada 2014 berkat vaksin ini.
Seorang tokoh penting yang telah mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk memperjuangkan keadilan dan kedaulatan negara harus mendapatkan akibatnya karena melawan kekuatan tangan tak terlihat yang jauh lebih berkuasa. Tidak kurang akan alasan jika kita menyebut dirinya sebagai Pahlawan Kedaulatan Kesehatan Indonesia di era modern ini.
Sekarang Bu Siti Fadilah telah bebas murni tepat pada tanggal 31 Oktober 2020 dari Lapas Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur. Perjuangan yang dahulu beliau kerjakan siap dilanjutkan kembali untuk terus memperjuangkan kedaulatan kesehatan Indonesia.
Pada webinar dengan tajuk wawasan kebangsaan pada awal tahun 2024 Bu Siti Fadilah berpesan kepada tenaga kesehatan Indonesia untuk dapat terus memperjuangkan kedaulatan kesehatan Indonesia, baik dari dalam negeri maupun berjuang hingga tingkat internasional.
Kita adalah bangsa Indonesia yang harus melanjutkan perjuangan kedaulatan dan kedaulatan kesehatan Indonesia. Jangan sampai petaka covid-19 terjadi kembali dan merugikan Indonesia hingga triliunan rupiah karena kita tidak bisa mandiri dibidang kesehatan, dan tidak bisa mengembangkan penanggulangan kesehatan di dalam negeri.